Mohon tunggu...
Karim Abdul Jabar
Karim Abdul Jabar Mohon Tunggu... -

Menulis Apa Saja

Selanjutnya

Tutup

Politik

Reformasi Agraria hanya Janji Manis Jokowi?

4 Oktober 2017   12:56 Diperbarui: 4 Oktober 2017   17:41 4958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Reformasi Agraria Hanya Janji Manis Jokowi?

Jangan buru-buru bicara Pilpres 2019. Masih ada seabrek pekerjaan Presiden Jokowi yang belum diselesaikan. Masalah-masalah krusial masih mendera masyarakat, seperti tingginya harga sembako, terbatasnya lapangan pekerjaan, tingginya angka kemiskinan, pelayanan dan biaya kesehatan yang mahal, serta tingginya angka ketimpangan antara kaya dan miskin.

Meski menurut survey terakhir Centre For Strategic and International Studies (CSIS) Agustus 2017 lalu, kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah Jokowi dalam bidang hukum dan maritim mengalami kenaikan, namun bicara kondisi ekonomi masyarakat, tidak ada perubahan yang berarti. Inilah yang harus menjadi perhatian pemerintah.

Salah satu cara untuk mengatasi kondisi ekonomi masyarakat yang terpuruk adalah dengan segera melakukan reformasi agraria. Kebijakan ini nantinya akan menguntungkan rakyat kecil, karena redistribusi lahan pemilikan, penguasaan, dan sumber agraria untuk kepentingan petani, buruh tani, dan rakyat kecil atau golongan ekonomi lemah lainnya.

Sebenarnya Pemerintah Jokowi-JK sudah ada kemauan politik untuk melaksanakan reforma agraria dengan menjadikan prioritas kerja pemerintah dari tahun ke tahun. Namun, bak jauh panggang dari api, sampai saat ini Perpres belum ditandatangani. Memasuki tiga tahun pemerintahannya, reforma agrarian tampaknya hanya dipandang sebagai persoalan ekonomi semata tanpa memperhatikan aspek keadilan sosial.

Imbasnya tergolong fatal. Saat ini ketimpangan struktur penguasaan dan konflik agraria masih ramai terjadi. Monopoli kekayaan agraria terjadi di hampir semua sektor kehidupan rakyat. Dari seluruh wilayah daratan di Indonesia, 71 % dikuasai korporasi kehutanan, 16 % oleh korporasi perkebunan skala besar, 7 % dikuasai oleh para konglomerat. Sementara rakyat kecil, hanya menguasai sisanya saja. Dampaknya satu persen orang terkaya di Indonesia menguasai 50,3 % kekayaan nasional, dan 10 % orang terkaya menguasai 7 % kekayaan nasional.

Politik kebijakan agraria nasional semakin tidak bersahabat dengan petani, sebab tanah dan kekayaan agraria lainnya telah dirubah fungsinya menjadi objek investasi dan bisnis oleh pemerintah yang berkuasa. Tercatat, rata-rata pemilikan tanah petani di pedesaan kurang dari 0,5 dan tidak bertanah.

Menurut Badan Pusat Statistik, Per Maret 20017, sebanyak 17,10 juta penduduk miskin hidup di pedesaan dan ditandai dengan terus naiknya indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan. Situasi ini telah berkontribusi besar meningkatkan angka pengangguran dan buruh murah di perkotaan akibat arus urbanisasi yang terus membesar.

Perampasan dan kriminalisasi petani justru semakin marak terjadi akibat dari mandeknya pelaksanaan reformasi agrarian tersebut. Dalam catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPS), tahun 2015 hingga 2016, telah terjadi sedikitnya 702 konflik agraria di atas lahan seluas 1.665.457 juta hektar dan mengorbankan 195.459 KK petani.

Artinya, dalam satu hari telah terjadi satu konflik agraria di tanah air. Sementara, dalam rentang waktu tersebut sedikitnya 455 petani dikriminalisasi/ditahan, 229 petani mengalami kekerasan/ditembak, dan 18 orang tewas. Angka ini jauh berbanding terbalik jika dibandingkan dengan pelaksanaan reforma agrarian di era pemerintahan saat ini.

Untuk menghindari situasi yang lebih buruk, sebaiknya pemerintah Jokowi-JK segera meneken kebijakan reformasi agraria. Jurang ketimpangan ekonomi kaya dan miskin semakin dalam jika terus dibiarkan. Diperparah dengan perihnya kehidupan petani yang kekayaan alam negara dirampas korporasi besar. Bukankah mencederai amanat UUD 1945 yang mengatakan kekayaan agrarian nasional yang berkeadilan dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun