Mohon tunggu...
Kanzi Pratama A.N
Kanzi Pratama A.N Mohon Tunggu... Lainnya - Salam hangat.

Jadikan membaca dan menulis sebagai budaya kaum intelektual dalam berpikir dan bertindak!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kepercayaan dalam Agama

15 Februari 2021   07:00 Diperbarui: 15 Februari 2021   07:19 755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kepercayaan merupakan gagasan untuk mempercayai Tuhan. Sistem kepercayaan diyakini oleh masyarakat sebagai pedoman hidup dalam menjalankan kehidupan sosial keagamannya. Dalam masyarakat, sistem kepercayaan terdapat fungsi-fungsi yaitu: fungsi psikologis, fungsi ekologis dan fungsi sosial. Prof. Dr. Koentjaraningrat (1923-1999) mengemukakan pendapatnya mengenai konsep religi yaitu: emosi keagamaan yang menyebabkan manusia bersikap religius; sistem keyakinan dengan segala keyakinan dan bayangan manusia tentang sifat-sifat Tuhan, tentang wujud alam gaib, serta segala nilai, norma dan ajaran religi; sistem ritus dan upacara sebagai upaya mencari hubungan dengan Tuhan, dewa-dewa atau mahluk halus yang mendiami alam gaib; peralatan ritus dan upacara; umat agama atau kesatuan sosial yang melaksanakan sistem ritus dan upacara.

Dalam sistem kepercayaan terdapat suatu hal yang disebut dengan agama. Agama, selain berperan sebagai sistem kepercayaan juga berperan sumber nilai-nilai dan ritual yang sangat sakral. Agama merupakan seperangkat aturan yang dijalankan untuk mengatur kehidupan manusia sebagai individu dan anggota masyarakat untuk menjadi petunjuk mengenai kehidupan manusia dan sesuatu yang dianggap sakral. Sebagai seperangkat aturan, agama berperan pula sebagai pranata. 

Pranata dalam bidang agama merupakan unsur kebudayaan yang penting dan sulit mengalami perubahan sebab aturan agama diakui dan diyakini berasal dari Tuhan. Contohnya, keluarga merupakan pranata dan lembaga terutama Ibu berperan dalam memberi kasih sayang, pendidikan awal dan prokreasi. 

Sedangkan Ayah bekerja di luar rumah, efektif anak-anak diasuh oleh Ibu. Namun, saat ini Istri tidak hanya berkerja pada sektor domestik tetapi merambah ke sektor areal publik. Akibatnya, muncul pranata baru yaitu pengasuhan anak terutama balita, yang tidak dapat dilakukan Ibu saat bekerja. Wajar, tempat penitipan anak mulai merebak di masyarakat. 

Tempat penitipan anak pun bertambah perannya sebagai lembaga sosial baru. Asal usul agama bersumber dari kesadaran manusia akan adanya roh (jiwa). Kesadaran jiwa muncul dengan ciri: perbedaan yang tampak pada manusia antara hal-hal yang hidup dan mati; peristiwa mimpi karena dalam mimpi manusia melihat dirinya di tempat lain sehingga bagian dirinya yang pergi ke tempat lain disebut dengan jiwa (roh).

Perlu diketahui bahwa proses tersebarnya agama hingga sampai menjadi keyakinan di masyarakat melalui proses-proses budaya yang panjang. Prof. Dr. Parsudi Suparlan (1938-2007) menyebutkan bahwa masyarakat dapat menjadi umat beragama melalui proses transmisi kebudayaan melalui pengalaman dan belajar instruksional dalam kehidupan sosial. 

Agama dan kebudayaan dalam konteks antropologi memiliki persamaan sebagai aturan dan pedoman yang memiliki sanksi. Aturan dan sanksi tersebut berlaku hanya dalam kehidupan bermasyarakat dan tidak berlaku pada individu. Sanksi di agama diterima setelah kematian. Seseorang dipercaya akan menempati surga apabila melakukan kebaikan-kebaikan dan dapat pula menempati neraka apabila melakukan kesalahan-kesalahan. 

Segala sesuatu yang baik di dunia nyata, alam fisik, sosial dan alam gaib. Segala sesuatu yang baik itu dimasukkan ke dalam sistem penggolongan. Penggolongan ini didasari pada dua hal yang bertentangan seperti suci dan kotor. Pemikiran ini kemudian disimbolkan ke dalam simbol-simbol yang dianggap suci dan profan sehingga konsep surga-neraka dan bahagia-sengsara ada pada setiap agama. Dalam agama berisi sistem simbol dengan penggolongannya. Contohnya, air dapat dikatakan suci dan tidak suci dengan ukuran keagamaan, bukan dengan dasar higienitas. Hal ini disebabkan karena air ada yang dapat digunakan untuk bersuci dan tidak dapat digunakan untuk bersuci.  

Sejatinya, agama tidak hanya berperan dalam kehidupan duniawi tetapi ikut berperan pula dalam kehidupan setelah kematian beserta ciri-cirinya. Agama, memiliki kaitan erat dengan magi. Konteks ini, magi berstatus sebagai kepercayaan kepada kekuatan gaib untuk kepentingan praktikal. 

Tidak seperti agama yang berada pada masyarakat, magi terletak pada diri individu. Praktik magi dapat dilakukan dalam berbagai wujud seperti seseorang yang putus asa dan berharap lulus dari suatu ujian ataupun diterima pada sebuah pekerjaan tertentu sering meminta kepada seorang praktisi supranatural untuk membantunya memudahkan keinginannya. Individu tersebut perlu menyediakan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh praktisi hingga keinginan individu itu dapat terwujud melalui kekuatan gaib. Tindakan ini seringkali kita jumpai dalam masyarakat sehingga peran praktisi supranatural menjadi fungsional.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun