Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Fenomena Urban Sprawl di Jakarta: Paradoks Kebijakan Pembangunan Ibu Kota

26 Agustus 2022   20:23 Diperbarui: 27 Agustus 2022   16:44 4009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika kita melihat citra satelit Jakarta di tahun 2022, terlihat suatu gumpalan abu-abu besar yang berserakan di antara titik-titik hijau. Sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian Indonesia selama lebih dari 77 tahun, Jakarta sebagai ibukota Indonesia selalu 'menjalar' dalam perkembangan dan pembangunannya.

Dari perkembangan Jakarta, salah satu faset yang paling mencolok adalah pembangunan kawasan perumahan swasta di pinggirannya, seperti Pantai Indah Kapuk (PIK), Bumi Serpong Damai (BSD), Alam Sutera dan Summarecon Bekasi.

Belakangan ini bahkan masih terdapat pembangunan kawasan perumahan baru seperti CitraRaya Tangerang dan Serpong Grand Park. Ini diakibatkan oleh peningkatan jumlah penduduk yang ditumpangi Jakarta yang sudah melebihi 10.56 juta pada tahun 2020 (Badan Pusat Statistik, 2021).

Namun apakah pembangunan perumahan ini selalu bersinergi dengan perkembangan Jakarta, atau hanya menjadi fenomena urban sprawl yang terus menyebarkan 'gumpalan abu-abu' ibukota ke wilayah hijau sekitarnya?

Perkembangan Urban Sprawl di Jakarta

Urban sprawl -- atau 'penyebaran perkotaan' -- diberikan definisi dan pandangan yang cukup beragam.

Di satu sisi, urban sprawl dapat diartikan sebagai pencaran dan penyebaran pengembangan kawasan perkotaan berkepadatan rendah yang diakibatkan oleh kegagalan pasar (Pratama & Yudhistira, 2020).

Di sisi lain, urban sprawl tidak dianggap sebagai suatu perencanaan kota yang buruk, namun merupakan fenomena yang tidak bisa terhindarkan jika masyarakat sekitar bergantung pada transportasi pribadi (Glaeser & Kahn, 2004).

Intinya, fenomena ini menggambarkan pembangunan kota yang berpadat rendah namun tersebar secara tidak teratur.

Sejarah perkembangan wilayah Jakarta selalu ditemani dengan fenomena urban sprawl. Bahkan pada zaman kolonial, kota Jakarta -- konon dipanggil Batavia -- yang terletak di rawa pesisir yang rawan kebanjiran membuat sebagian penduduknya pindah ke sisi selatan di Weltevreden (Cahyadi, 2017).

Seiring perkembangan Batavia, penduduk-penduduk yang berkecukupan mencari tempat huni yang lebih layak, sehingga mengakibatkan permukiman untuk meluas ke Kramat dan Salemba di sisi Tenggara dan Menteng di sisi Barat Daya (Rosalina, 2019). Di zaman kolonial, urban sprawl di wilayah Jakarta hanya mengakomodasi hunian ekslusif orang Eropa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun