Â
"Bukan lautan, hanya kolam susu
Kail dan jala cukup menghidupimu
Tiada badai tiada topan kautemui
Ikan dan udang menghampiri dirimu..."
Sepotong lirik dari lagu "Kolam Susu" besutan Koes Plus tersebut pastinya terdengar tidak asing di telinga kita. Perumpamaan tersebut sangat konsisten dengan depiksi Indonesia di mata internasional: Negara kepulauan tropis nan indah dengan kekayaan alam yang melimpah. Sayangnya, dengan kelimpahan tersebut, Indonesia sudah 76 tahun terjebak sebagai negara berkembang yang masih berjuang untuk membangun perekonomiannya.
Sebagai rakyat Indonesia, mungkin kita kerap mempertanyakan alasan di balik stagnasi tersebut. Bukankah seharusnya SDA merupakan faktor produksi yang merupakan modal perekonomian? Namun, bagaimana jika kelimpahan SDA justru dapat menghambat pembangunan ekonomi suatu negara? Adakah penjelasan ekonomi di balik kenyataan paradoksal ini?
Sumber Daya Alam, Buah Simalakama Ekonomi Politik?
Tak dapat dipungkiri, suatu negara membutuhkan sumber daya alam untuk menghidupi rakyatnya. Namun, terlalu banyak sumber daya alam justru dapat membahayakan pola pembangunan suatu negara.Â
Dalam ilmu ekonomi, postulat ini dikenal dengan istilah resource curse atau kutukan sumber daya alam. Sejumlah pengamat telah menyadari adanya korelasi ini sejak beberapa abad lalu.Â