Mohon tunggu...
Akang Toing
Akang Toing Mohon Tunggu...

membaca disekeliling kita, melihat yang tersurat memahami yang tersirat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Makelar=Calo=Broker=Pialang=Blantik?

6 November 2009   07:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:25 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dulu waktu emak masih jualan kaki lima di persimpangan jalan yang kebetulan menjadi pangkalan oplet dan bis banyak sekali orang yang berteriak-teriak, suaranya lantang sekali. Mereka adalah para calo oplet  dan bis yang mangkal di sekitar perempatan dekat terminal, di dalam terminal pun ada. Merak teriak-teriak, nyuruh-nyuruh orang naik tapi dia sendiri ndak mau naik. Maka kalo ada orang yang suka teriak kenceng emak suka komentar "dasar calo".

Nah lain lagi dengan mereka yang di sekitar bioskop, mereka biasanya tidak perlu teriak-teriak. Biasanya kalo film Bang Haji atau film india, loket penjualan karcis penuh sesak. Mereka menawarkan jasa untuk membelikan karcis atau mereka menjual karcis yang udah mereka beli dengan harga lebih mahal tentunya. Agar karcis mereka laku biasanya sengaja mereka ikut ngantri biar kelihatan penuh sesak orang mau nonton. Mereka lebih terang-terangan menjual jasa, beda dengan calo tiket kereta api. Mereka jual tiketnya sembunyi-sembunyi, pakai alasan lagi pura-pura ndak jadi berangkat jadi tiketnya dijual atau karcis di loket sudah tidak dapat tempat duduk.

Suatu kali di rumah kedatangan tamu, dua orang berboncengan menggunakan sepeda motor. Setelah mengucapkan salam dan bersalaman dengan Abah, mereka duduk bersama di balai . Tidak lama kemudian salah seorang tamu itu mengeluarkan map kuning. Entah apa yang mereka bicarakan, setelah tamu-tamu itu pulang baru ku tahu ternyata mereka menawarkan tanah sama Abah. "Yah, biasa RCTI" kata Abah. RCTI? saya pikir stasiun TV eh rupanya singkatan "Rombongan Calo Tanah Indonesia" atau makelar tanah.

Ketika Abah bermaksud menjual sapi untuk biaya sekolah adik sulungku di pasar hewan, di jalan menjelang pasar hewan udah disambut orang-orang yang kelihatannya sudah familiar dengan kondisi di pasar hewan. "Sinten niku, Bah?" tanya ku. "Blantik" jawab Abah singkat. Yah mereka perantara antara penjual dan pembeli sapi.

Datang ke Jakarta, banyak terpampang iklan-iklan jual rumah, ruko dan properti lain. Siapa yang memasang iklan-iklan itu? Dibawah iklan tersebut biasanya tercantum nama dan nomor telepon yang bisa dihubungi ditambah kalimat "tanpa perantara" karena yang memasang iklan seorang perantara. Mereka biasa menyebut dirinya seorang broker dan bergabung dalam sebuah perkumpulan atau individual. Ada yang profesional ada juga yang yang asal-asalan.

Berjalan di kawasan SCBD dan masuk sebuah gedung  disana juga ada orang-orang yang berprofesi sebagai perantara. Mereka biasa menyebut dirinya pialang saham. mereka biasa bergelut di pasar modal berada di antara investor.

Terus ada yang berkeliaran diantara Kantor Polisi,KPK, Kejaksaan sampai Pengadilan. Mereka menjadi perantara orang-orang yang berperkara dengan pemangku hukum. Biasanya mereka disebut Markus atau makelar kasus. Keberadaan mereka bagai hantu, ada tapi tak terlihat. Nah kalau ada yang kecewa baru terbuka. Ada yang ketangkep basah sedang transaksi,  ada yang kesadap/disadap.

Apa bedanya?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun