Mohon tunggu...
Imam Maliki
Imam Maliki Mohon Tunggu... Wiraswasta - Manusia yang ingin berbuat lebih, melebihi rasa malas

Entrepreneur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Emak, Malaikat Tak Bersayap

3 Januari 2018   15:59 Diperbarui: 3 Januari 2018   16:13 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bapak adalah orang yang memiliki karakter keras sekaligus kuat memegang prinsip. Sejak kecil kami 4 bersaudara, 3 laki-laki dan 1 perempuan sudah merasakan didikan yang sangat keras. Tiap habis sekolah mencari rumput sudah menjadi rutinitas. Sehingga sejak sekolah dasar sudah akrab dengan ular, kuman gatal dan petir.

Kami mempunyai peternakan puyuh, ayam, bebek, keong, entok, dan lele. Kesemua itu harus kami urus berempat. Tanpa ada karyawan yang membantu. Usia kami berjarak 2 tahunan. Saya kelas 3 SD, kakak saya kelas 5 SD dan kakak tertua kelas 1 SMP, sedang adik bungsu saya perempuan kelas 1 SD.

Ibarat pewayangan hari minggu adalah hari tempaan di kawah candradimuka. Maka tak heran sejak kecil saya yang kelas 3 menang adu panco dengan anak kelas 6.

Cerita kebaikan ibu dimulai dari sini. Jika hari minggu teman sebaya berlibur dan bersantai dengan keluarga. Kami harus menghadapi hari minggu yang keras. Ketika itu hari-hari terasa lambat. Untung ada emak (ibu) yang selalu tersenyum ketika kami dongkol dengan sosok bapak. Senyum, kelembutan dan kesabaran adalah HadiahDariIbu yang tidak tergantikan. Karakter beliau berdua seperti berkebalikan. Mungkin itulah yang dinamakan jodoh. Ketika ada yang keras yang lainnya melembutkan.

Setelah seperempat abad masa-masa berat terlewati. Kami berempat kadang mengingat masa itu. Kenapa emak selalu memasak lebih banyak dan macam-macam masakannya, padahal kami hanya ber-enam?

Dari kami akhirnya menyimpulkan, memasak dalam jumlah banyak dan macam-macam itu agar gizi terpenuhi dan yang terpenting untuk menghibur kami dari kegalauan menghadapi kerasnya hari.  Meskipun hidup kami pas-pasan tapi kalau masalah makanan emak selalu memasak makanan yang bagi sebagian warga kampung mahal. Mungkin itu cara emak menghibur anak-anaknya dari kerasnya didikan bapak.

Bisa dipastikan jam 3 dini hari emak sudah bangun, mengambil wudhu dan bersimpuh sholat malam sampai shubuh. Selepas shubuh memasak makanan spesial untuk kami. Sebab selepas shubuh tugas kami sudah antri panjang. Di peternakan puyuh, mula-mula membersihkan kotoran, membersihkan tempat minuman, menghitung telur puyuh, memberi pakan. Belum lagi makanan untuk ayam, lele, bebek, entok dan keong.

Meskipun kami berempat sangat sibuk dengan pekerjaan rumah. Kami tidak pernah lepas dari peringkat kelas 3 besar di sekolah.

Beternak puyuh, ayam, bebek, entok, lele dan keong kami jalani kurang lebih 3 tahun. Pindah kontrakan rumahlah yang menyebabkan kami berpisah dengan hewan-hewan itu. Kami mengontrak rumah yang mempunyai halaman dan pekarangan luas. Bapak berinisiatif bertani, kami mencangkul sendiri ladang dan pekarangan. Setelah di olah, tidak lama kemudian bibit jahe, kunir, lengkuas siap di tanam.

Lepas dari siksaan beternak hewan kami harus mengurus tanaman-tanaman. Ini lebih mudah, karena tidak berjibaku dengan kotoran dan bangkai puyuh. Meskipun tiap pagi harus menyirami tanaman itu dari air sungai yang berjarak 200 meter. Lagi-lagi ibu yang selalu membesarkan kami untuk sabar dan menuruti kemauan bapak.

Ketika terbangun tengah malam seringkali saya mendapati emak di dapur mengupas bumbu-bumbu dan mempersipkan sayuran untuk di olah setelah shubuh. Saya jadi heran, fisik beliau seperti malaikat, tidak pernah lelah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun