Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Lain Aktivis Anti Korupsi, Lain Pula Bang Neta

27 Januari 2015   05:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:18 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini, Senin 26 Januari 2015, cuaca cukup bersahabat. Matahari pun akhirnya nongol, setelah kemarin sejak pagi tak kunjung juga nampak dirundung mendung. Tapi pagi ini, matahari terasa hangat menyapa hari. Meski tak dijamin hujan tak datang hari ini.

Pukul 06:56 Wib, satu pesan mampir di blackberry saya. Pesan yang datang mampir dikirimkan Bang Neta S Pane. Si abang ini adalah Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW). Dari namanya saja pasti bisa menebak LSM apa IPW yang dipimpin si abang mantan wartawan ini. Ya IPW ini adalah LSM yang konsen menyorot kepolisian. Pesan yang dikirimkan Bang Neta via layanan blackberry messenger itu seperti biasa adalah siaran pers dari IPW yang menyorot isu aktual Seputar kepolisian.

Kali ini yang disorot Bang Neta adalah isu memanasnya hubungan Polri dengan KPK. Pasca p penetapan Komjen Budi Gunawan, sebagai calon Kapolri, panggung mulai ramai. Para aktivis anti Korupsi terutama yang dimotori Indonesian Corruption Watch lantang menolak pencalonan Budi. Tapi, sepertinya Presiden Joko Widodo (Jokowi) bergeming, Budi tetap dicalonkan, bahkan jadi calon tunggal. Rekam jejak sang jenderal-lah yang dipermasalahkan para aktivis. Budi, eks ajudan Megawati, dianggap jenderal 'bermasalah' karena namanya disebut-sebut masuk daftar perwira tinggi pemilik rekening gendut. Para aktivis pun meminta Jokowi membatalkan pencalonan Budi.

Tapi, mantan Wali Kota Solo itu seperti kafilah yang terus saja berlalu, meski banyak aktivis 'menggonggong', memperingatkan agar tak menyorong Budi ke DPR untuk menjalani proses fit and proper test. Budi tetap disorong. Lalu gegeran pun dimulai, ketika KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka dugaan suap/gratifikasi sehari menjelang sang jenderal menjalani proses uji kelayakan dan kepatutan di DPR. Para penggiat anti korupsi pun kian kencang berteriak mendesak Jokowi membatalkan Budi Gunawan. Desakan serupa dilayangkan ke Komisi III DPR.

Namun Presiden dan parlemen bergeming. Uji kelayakan tetap dilakukan. Bahkan, sang jenderal ditetapkan sebagai Kapolri baru dalam rapat paripurna DPR, secara aklamasi pula. Reaksi publik kian mengeras, menolak sang jenderal. Sampai akhirnya, Jokowi pun memutuskan pelantikan Budi ditunda, berbarengan dengan dengan diberhentikannya Sutarman sebagai Kapolri.

Karena posisi Tri Brata I suwung, Presiden mengangkat Wakapolri, Komjen Badrodin Haiti sebagai Plt Kapolri. Namun polemik tak dengan sendirinya mereda. Sampai kemudian Bambang Widjadjanto, Wakil Ketua KPK ditangkap penyidik Bareskrim atas perintah Kabareskrim baru, Irjen Budi Waseso yang menggantikan Komjen Suhardi. Republik pun geger. Kecaman datang bagai air bah atas penangkapan Bambang dan mengganggap itu bentuk kriminalisasi terhadap pimpinan KPK dengan tujuan ingin melemahkan komisi anti korupsi. Bahkan banyak pula yang menyebut itu aksi balas dendam dari pihak Polri, karena KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka. Para aktivis anti korupsi yang paling galak 'membela' KPK dan mengecam Polri. Presiden Jokowi pun ikut dikecam, dianggap seperti membiarkan konflik antar KPK dan Polri berlangsung.

Namun berbeda dengan para aktivis anti korupsi yang mati-matian membela pimpinan KPK, Bang Neta justru dalam siaran persnya meminta Bareskrim segera memeriksa Abraham Samad, ketua komisi antirasuah.

Dalam siaran persnya yang saya terima Senin pagi, Bang Neta mendesak Bareskrim Polri segera memanggil dan memeriksa Abraham Samad. Kata dia, Samad harus segera diperiksa karena adanya laporan masyarakat ke polisi dengan nomor laporan polisi No: LP/75/1/2015/areskrim,tertanggal 22 Januari 2015 terhadap Ketua KPK tersebut.

Menurut Bang Neta, Samad dilaporkan telah melakukan pertemuan dengan pihak yang perkaranya ditangani KPK. Laporan itu kata Bang Neta, didasarkan pemberitaan di media amassa dan bersumber dari Blog Kompasiana rberjudul Rumah Kaca Abraham Samad. Dalam artikel itu Samad disebutkan pernah beberapa kali bertemu dengan petinggi parpol dan membahas beberapa isu, termasuk tawaran bantuan penanganan kasus politisi Emir Moeis yang tersndung perkara korupsi, yang ditangani komisi anti rasuah.

" Dari penelusuran Indonesia Police Watch (IPW) diketahui bahwa Bareskrim Polri sudah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, termasuk seorang pejabat. Bahkan, Bareskrim sudah mendapatkan keterangan saksi ahli dan alat bukti lainnya. IPW mendesak Bareskrim mendalami kasus ini dengan serius, untuk segera bisa dituntaskan di pengadilan, dengan cara segera memanggil dan memeriksa Samad. Walau muncul pro kontra Polri vs KPK, IPW mendesak Bareskrim tidak ragu untuk memanggil dan memeriksa Samad," kata Bang Neta dalam siaran persnya.

Dalam pandangan Bang Neta, jika hasil pemeriksaan Bareskrim menemukan bahwa pertemuan itu benar-benar ada, Samad tidak sekadar melanggar etika sebagai Ketua KPK, lebih dari itu bisa dikenakan pidana berdasarkan Pasal 36 junto Pasal 65 UU No 30 tahun 2002 tentang KPK. Dalam pasal itu kata Bang Neta, ditegaskan pimpinan KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK, dengan alasan apapun.

" Pelanggaran pada pasal ini pimpinan KPK terancam lima tahun penjara,"ujar Bang Neta dalam siaran persnya itu.

Dan kata Bang Neta, jika alat bukti yang dimiliki Bareskrim sudah cukup kuat, Samad bisa dijadikan tersangka dan harus segera mengundurkan diri dari KPK. Menurutnya, konflik Polri vs KPK ini bisa menjadi blessing in disguise bagi masyarakat bahwa ada masalah serius di KPK maupun Polri. Sehingga pihak-pihak tertentu tidak memandang tingkah laku oknum-oknum KPK dengan kaca mata kuda, tapi bisa melihat secara jernih. Bagaimana pun ujar Bang Neta, KPK harus bersih dari ulah negatif oknum-oknumnya. Masyarakat pasti tidak mau KPK cacat moral dan melakukan perbuatan tercela. Untuk itu masyarakat harus mendukung tindakan hukum terhadap ulah negatif oknum-oknum KPK, begitu kata Bang Neta mengkahiri siaran persnya yang dikirimkan via blackberry messenger.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun