Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Dadar Gulung Menteri Susi

27 Februari 2015   07:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:26 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Nama Susi Pudjiastuti sekarang tengah moncer-moncernya. Gebrakannya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, banyak menuai pujian, terutama langkah beraninya menenggelamkan kapal pencuri ikan. Selain itu, nama menteri yang satu ini mulai mencuat ke permukaan dengan sikap nyentriknya, ia perokok juga punya tato. Tak hanya itu, ia kian nyentrik karena dialah menteri satu-satunya yang hanya lulusan SMP. Ini tentu jejak yang fenomenal. Karena selama ini yang jadi menteri minimal ia lulusan perguruan tinggi. Tapi menteri yang satu beda dengan yang lain, hanya lulusan SMP. Lulusan yang seringnya dipandang sebelah mata.

Namun Menteri Susi bisa membuktikan, ijasah yang rendah bukan penghalang untuk jadi 'orang besar'. Ia telah memberi bukti. Kerja keraslah yang banyak menentukan keberhasilan dan kesuksesan seseorang. Susi adalah contoh sahihnya. Meski hanya berijasah SMP, Susi sukses jadi pengusaha bidang perikanan terkemuka di Indonesia. Tak hanya itu, ia juga sukses di bidang usaha penerbangan. Khususnya penerbangan 'perintis'. Puluhan kapal telah ia miliki. Puncaknya adalah ketika Susi didaulat oleh Presiden Jokowi menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan. Maka lengkap sudah kesuksesan yang diraih perempuan asal Pangandaran itu.
Tapi, kesuksesan yang kini diraih Ibu Menteri yang nyentrik itu, bukan kesuksesan yang tiba-tiba jatuh dari langit. Apa yang sekarang dimiliki Susi tak terwujud secara instan, namun lewat proses panjang perjuangan yang diwarnai kisah jatuh bangun. Keuletan serta mata yang awas terhadap peluang adalah alat bagi Susi menggapai mimpi-mimpinnya. Tentang ini saya pernah baca sebuah buku berjudul, " Di Laut Kita Jaya : Bunga Rampai Sumbangan Pemikiran Kemaritiman Di Media Massa," yang disunting oleh Nurcholis MA Basyari, wartawan senior Warta Ekonomi.

Buku yang saya baca itu memang mengulas tentang potensi maritim Indonesia. Dalam rangkaian peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2015 yang digelar di Batam, buku itu diulas dalam sebuah acara bedah buku. Kebetulan saya ditugaskan kantor untuk meliput seluruh rangkaian acara peringatan HPN di Batam. Acara bedah buku yang dilangsungkan di Malla Kepri, salah satu mall terbesar di Batam, adalah salah satu acara yang saya liput. Di acara bedah buku itu, semua yang hadir, termasuk para wartawan yang meliput diberi buku yang di ulas di acara tersebut. Saya pastinya salah satu yang mendapat buku "Di Laut Kita Jaya."

Nah, setelah tiba di kamar hotel Harmoni, tempat saya menginap selama berada di Batam, ada ulasan tentang sekelumit kisah Ibu Pudjiastuti. Cerita tentang Menteri Susi itu ada di halaman 274 buku Di Laut Kita Jaya. Dalam buku itu, di kisahkan cerita Susi saat membangun perusahaannya. Benar-benar dia membangun usahanya dari nol. Modal pertamanya adalah 'tekad sekuat baja'. Di buku itu dituliskan bagaimana merintis usahanya. Bahkan, Susi mulai jadi wirausaha, sejak masih usia belia.

Diceritakan, selepas lulus SMP, Susi melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Teladan Yogyakarta. Tapi tak sempat menamatkan, karena insiden jatuh dari tangga yang membuat kepalanya terbentur. Karena benturan di kepala itulah, membuat kepalanya sering sakit. Susi pun kemudian memutuskan berhenti sekolah dan pulang ke Pangandaran pada 1981.

Awalnya pihak keluarga kaget, terutama sang ibu. Namun akhirnya, semua memaklumi. Keluar dari sekolah, bukan berarti Susi leha-leha. Ia mulai belajar usaha, berjualan ikan. Dengan modal sendiri, Susi mulai coba jadi pebisnis ikan. Kala pagi masih remang, Susi sudah bergegas ke tempat pelelangan ikan yang terletak di pinggir pantai Pangandaran. Di tempat pelelangan ikan itulah,Susi belajar 'nembak' atau adu tawar untuk dapatkan ikan. Setelah dapat ikan, ia langsung bergegas menuju pasar atau rumah makan sea food. Di dua tempat itu, Susi tawarkan ikan.

Hebatnya, kala musim paceklik iklan, Susi tak diam menunggu. Dalam buku Di Laut Kita Jaya, di ceritakan ketika musim paceklik ikan, Susi beralih usaha. Ia jadi pedagang dadar gulung. Susi sendiri yang buat dadar gulungnya. Dadar gulung adalah makanan tradisional yang terbuat dari tepung beras. Di dalamnya di lengkapi parutan kelapa yang dicampur gula merah. Yang hebat lagi, tanpa gengsi atau malu, Susi sendiri yang mendagangkan dadar gulung buatannya. Dadar gulung ia bawa pakai tampah nyiru yang ditaruh di kepalanya. Berkeliling ia jajakan dadar gulung buatannya. Selain berkeliling, Susi juga menitipkan dadar gulungnya ke warung-warung dengan menggunakan sistem konsinyasi. Itulah pelajaran berharga dari Menteri Susi. Kesuksesan yang sekarang dinikmati, bukan karena warisan kekayaan atau usaha orang tua. Tapi benar-benar, kesuksesan digapai dicicil lewat kerjakeras dari nol. Susi benar-benar merangkak dari bawah. Tanpa gengsi, tanpa malu, ia berusaha membangun asanya, hingga kemudian hasilnya dituai. Ia benar-benar jadi 'juragan' ikan berkelas internasional. Bahkan kini jadi seorang menteri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun