Mohon tunggu...
Kang Marakara
Kang Marakara Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengangguran Terselubung

Belajar dan mengamalkan.hinalah aku,bila itu membuatmu bahagia.aku tidak hidup dari puja-pujimu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Komunikasikan dengan Diri Sendiri, Kemudian dengan Pasangan

5 Maret 2020   19:12 Diperbarui: 5 Maret 2020   19:08 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejatinya sebuah pernikahan adalah tempat dan kesempatan bagi setiap pasangan untuk menyempurnakan setiap kekurangan yang ada di setiap pribadi masing-masing. Berangkat dari pemahaman itulah yang membuat saya ketika berniat berumah tangga dulu telah bersiap untuk menerima segala kelebihan dan kekurangan istri sebagai pasangan hidupDan memiliki seorang istri yang tidak pernah menuntut apa-apa selama pernikahan adalah sebuah anugerah yang luar biasa. Di ajak hidup susah, istri tetap setia. meski hidup pas-pasan, istri tetap menampilkan sosok yang mencintai dan menyayangi dengan setulus hati. Bahkan selama berumah tangga tidak pernah di belikan lipstik dan bedakpun istri tidak pernah protes apalagi mengeluh.

Tapi memiliki pasangan hidup yang "nrimo" ternyata menjadi tantangan tersendiri bagi saya. Keikhlasan istri dengan apapun kenyataan hidup yang kami jalani membuat saya sebagai suami harus ekstra hati-hati dalam bersikap dan bertindak. Segala ucapan dan perbuatan harus benar-benar di pertimbangkan secara matang, agar hati sang istri tercinta jangan sampai terluka karenanya. Karena tipe istri seperti istri saya ini biasanya tidak terlalu memikirkan luka di hati. Setia adalah yang utama. Mengabdi kepada pasangan adalah harga mati.

Berdialog dengan diri sendiri, kemudian baru berdialog dengan 

pixabay.com
pixabay.com
istri

Hal inilah yang saya lakukan setiap saat selama usia pernikahan yang sudah memasuki tahun ke tiga puluh. Intropeksi diri sendiri, bermuhasabah atas semua ucapan dan tingkah laku sebagai suami dan kepala rumah tangga.

apakah yang saya lakukan ini sesuai dengan keinginan istri, apakah perbuatan saya ini tidak menyinggung perasaan dan hati istri. Itu adalah sedikit contoh pertanyaan yang saya dialogkan dengan diri sendiri. Waspada dan kehati-hatian senantiasa jadi pedoman, sekali salah langkah sampai membuat istri menderita, itu adalah kesalahan fatal yang tidak terampunkan.

Kehati-hatian inilah yang antara lain membut saya sangat mengutamakan keluarga dari hal lainya. Banyak hobi dan kegemaran yang saya tinggalkan, ini semata-mata demi istri tercinta dan anak tersayang.

Nah bagi anda yang mungkin punya pasangan seperti tipe istri saya yang tidak pernah menuntut apa-apa selama pernikahan, berdialoglah dengan diri sendiri dahulu setiap saat. Ajak berbicara hati nurani, ajak berkomunikasi jiwa ini. Setelah menemukan titik kesimpulan berdasarkan kejernihan pikiran dan hati nurani, barulah komunikasikan dengan pasangan. Di jamin anda akan menjadi seorang yang selalu bisa bertindak dengan adil bagi pasangan.

Memiliki pasangan yang selalu setia dan selalu menerima segala kekurangan kita bukan berarti menjadikan kita besar kepala dan merasa paling berkuasa di dalam keluarga. Justru sifat dan watak pasangan yang seperti ini seharusnya malah menjadikan kita  menjadi seorang yang penuh cinta, welas asih, pengertian dan kesetian kepada pasangan.

Mohon maaf bila artikel ini terkesan menggurui pembaca. Sesungguhnya tulisan ini hanya  sebagai media berbagi pengalaman dalam menghadapi pasangan di dalam sebuah pernikahan. Tentu banyak senior saya yang usia pernikahanya telah menginjak 40,50,60 tahun, bahkan lebih. Tentu pengalaman dan pemahaman dalam menghadapi watak dan sifat pasanganya lebih mumpuni di bandingkan saya.

Konflik dan masalah pasti selalu ada di setiap rumah tangga. Tapi kedewasaan dan seberapa besar kecintaan dan pemahaman kita terhadap pasangan dan keluarga menjadi modal besar menyelesaikanya.

Berkomunikasilah dengan diri sendiri, baru kemudian berkomunikasi dengan pasangan. Semoga saya dan anda menjadi orang-orang yang selalu mengedepankan hati nurani dan cinta ketika menjaga keutuhan sebuah pernikahan.

salam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun