Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pesantren dan Santri: Sebuah Pengabdian Universal

11 November 2020   06:07 Diperbarui: 11 November 2020   06:12 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana pesantren di suatu hari. (Dokpri)

Dunia begitu berubah dalam seratus tahun terakhir. Banyak kejadian luar biasa yang menjadi oleh-oleh sejarah. Perang dunia mengubah peta kolonialisasi secara drastis. Banyak negara jajahan menuntut kemerdekaan, dan dengan gigih mereka memperjuangkan.

Revolusi menggeliat dan menumbangkan kedigdayaan keluarga. Cerita beratus-ratus tahun akan tahta yang sakral dan eksklusif, dijungkir balikkan menjadi metode demokrasi yang mendengarkan suara universal. 

Semua tinggal kenangan. Trah paripurna sang bangsawan harus berakhir di pengasingan, atau jika lebih buruk nasibnya, maka nyawa menjadi mangsa semacam pisau guillotine.

Dan kaum santri telah menemukan tantangannya sendiri, ditengah badai yang kian berkecamuk, dan medan magnet modernisasi juga globalisasi yang semakin memiliki banyak pengikutnya.

Pembelajaran dan ortodoksi pesantren yang menjadi warisan leluhur dan para guru, adalah nilai sakral yang tetap mati-matian dipertahankan. Biarpun alam menuntut penyesuaian, meskipun matahari segera terbenam.

Pesantren memiliki jalur pribadi, cara tersendiri yang sukses sejak dulu mengatasi degradasi moral; sesuatu yang sekarang bisa dibilang mahal. Sementara perlahan dengan proses alami, wawasan demi wawasan akan terbentuk.

Kemandirian yang telah menjadi doktrin sehari-hari, sudah menatah santri menjadi pribadi yang sadar untuk mengejar ketertinggalan. Paham untuk menutup kekurangan. Dengan semangat menggebu untuk menjawab ingin tahu, santri sebenarnya jauh dari kedangkalan intelektualitas.

Dalam dimensi kesederhanaan berpikir, kebersahajaan dalam bersikap, santri yang lama mengenyam pendidikan dilepas mengarungi samudera luas, dengan bahtera yang kokoh. Menyambut khidmat kepada masyarakat, bangsa, dan negara.

Tak pernah terbayangkan saat puluhan tahun silam mereka jadi santri baru yang melangkah ragu melewati gerbang, tertatih mengejar intonasi sang guru dan berusaha untuk memahami. Semua pengetahuan baru itu disalin dengan aksara asing pada lembar-lembar catatan.

Ternyata pengabdian mereka kelak akan meluas bukan hanya terbatas kelas. Menyuarakan amanat dari sang guru bukan hanya pada papan tulis di surau-surau. Tapi ujung cakrawala bak telah menyambut dan terbuka, bahwa keberadaan mereka telah dinantikan di sepanjang jalan, di gedung-gedung tinggi, bahkan di seberang benua. Mengepakkan sayap melanglang buana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun