Mohon tunggu...
M. SAIFUL ISLAM
M. SAIFUL ISLAM Mohon Tunggu... -

saya adalah seorang yang mempunyai mimpi sebagai jurnalistik yang mampu membawa perubahan bagi saya....!!!!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Pinjam-Meminjam"

26 September 2012   14:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:38 3225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

A.Pengertian Perjanjian Pinjam Meminjam

Pengertian perjanjian secara diatur dalam title II Buku ke tiga KUHP perdata, Sedangkan perjanjian secara khusus diatur dalam title XVIII buku ketiga. Menurut pasal 1313 KUH Perdata “Perjanjian adalah suatu perbuatan, dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Mengenai isi Pasal 1313 KUH perdata tersebut R Subekti menyebutkan “Suatu perjanjian adalah peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal”.

Dari pengertian tersebut di atas dapat dipahami bahwa perjanjian yang dilakukan itu menimbulkan hubungan hukum yang mengikat antara para pihak yang membuatnya. Pada prinsipnya setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak harus memenuhi kewajibannya secara timbal balik yaitu pihak yang pertama berkewajiban memberikan hak terhadap prestasi tersebut. Terhadap hal ini Ahmad Ichsan memberika ulasannya sebagai berikut: “perjanjian adalah suatu hubungan atas dasar hukum kekayaan (vermogenis rechtelijke bertrokhing) antara dua pihak atau lebih atau lebih dalam mana pihak yang satu berkewajiban memberikan suatu prestasi atas mana pihak yang lainnya mempunyai hak terhadap prestasi tersebut”.

Dari pengertian tersebut M. Yahya Harapkan berpendapat sebagai berikut: “ Suatu hubungan harta kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih yang memberikan kekuatan hak pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi”.

Dari beberapa pengertian perjanjian yang disebutkan di atas menunjukkan bahwa untuk lahirnya suatu perjanjian haruslah tercapainya kata sepakatnya hubungan hukum antara para pihak yang membuat perjanjian tersebut dan masing-masing pihak terikat satu sama lainnya. Terhadap hal ini, R. Subkti mengataka bahwa:

Dengan sepakat atau yang dinamakan perizinan, dimaksudkan bahwa kedua subjek yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat, setuju atau seia sekata mengenai hal-hal yang pokok dalam perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak juga dikehendaki oleh pihak lain mereka mekehendaki sesuatu yang sama secar timbal balik, sepenjuan menginginkan sejumlah uang sedangkan sipembeli menginginkan sesuatu barang dari sipenjual.

Dengan kata sepakat untuk mengadakan suatu perjanjian, maka kedua pihak mempunyai kebebasan untuk menentukan sendiri bentuk perjanjian. Hal ini sesuai dengan sistem terbuka yang dianut dalam KUH Perdata. Dalam buku ketiga para pihak dapat menyngkirkan pasal-pasal hukum perjanjian jika mereka menghendakinya.

Umumnya suatu perjanjian dibuat dalam bentuk tulisan sehingga dapat diketahui dengan jelas apa yang mereka sepakati. Disamping itu juga bergguna untuk pembuktian jika suatu saat terjadi perselisihan antara mereka yang membuat perjanjian.

Dalam makalah ini dibahas perjanjian yang dilakukan antara koperasi sebagai pemberi pinjaman dengan anggota koperasinya sebagai penerima pinjaman dengan anggota koperasinya sebagai penerima pinjaman yang lahir setelah adanya persetujuan antara koperasi dengan para anggotanya. Persetujuan itu terjadi karena peminjam membutuhkan sejumlah uang untuk memenuhi berbagai keperluan hidupnya.

Mengenai perjanjian pinjam-meminjam pengaturannya terdapat dalam buku ke III bab XIII KUHPerdata. Pasal 1754 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa “pinjam-meminjam adalah persetujuan dengan mana pohak yang satu memberikan kepada pihak yang lain sesuatu jumlah tentang barang-barang atau uang yang menghabiskan karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan dengan jumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”. Ketentuan Pasal 1754 KUHPerdata tersebut menunjukkan bahwa seseorang yang meminjamkan sejumlah uang atau barang tertentu kepada pihak lain, ia akan member kembali sejumlah uang yang sama sesuai dengan persetujuan yang disepakati.

Dari pengertian tersebut diatas kiranya dapat dilihat beberapa unsur yang terkandung dalam suatu perjanjian pinjam meminjam diantaranya :

1.Adanya para pihak

Pihak pertama memberikan prestasi kepada pihak lain suatu jumlah tertentu barang-barang dengan syarat bahwa pihak kedua ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula

2.Adanya persetujuan

Dimana pihak pertama dan kedua membuat perjanjian bersama yang menyangkut dengan waktu, kewajiban dan hak-hak masing-masing yang dituangkan dalam bentuk perjanjian

3.Adanya sejumlah barang tertentu

Barang tersebut dipercayakan dari pihak pertama kepada  pihak kedua

4.Adanya pengembalian Pinjaman

Bahwa pihak kedua akan mnyerahkan sejumlah tertentu barang-barang kepada pihak yang pertama.

Perjanjian pinjam meminjam tersebut dapat juga dikatakan perjanjian pinjam penganti karena objek pinjaman itu hanya/terdiri dari benda yang habis dalam pemakaian, tetapi dapat pula berupa uang sedangkan pinjaman habis dalam pemakaian terdiri dari benda yang tidak habis dalam pemakaian pinjam meminjam uang merupakan perjanjian kesensuai dan riil.

Dalam hal ini Mariam Darus badrulzaman berpendapat bahwa :

Apabila dua pihak telah mufakat mengenai semua unsur dalam perjanjian pinjam meminjam uang maka tidak beranti bahwa perjanjian tentang pinjam uang itu telah terjadi. Yang hanya baru terjadi adalah perjanjian untuk mengadakan perjanjian pinjam uang. Apabila uang yang diserahkan kepada pihak peminjam, lahirlah perjanjian pinjam meminjam uang dalam pengertian undang-undang menurut bab XIII buku ketiga KUHPerdata.

Selanjutnya R. Subekti memberikan pendapat :

Pada perjanjian ini barang atau uang yang dipinjamkan itu menjadi milik orang yang menerima pinjaman, penerima pinjam dapat membawa atau mempergunakan barang atau uang tersebut menurut kemauannya, karena sejak uang itu diserahkan kepada kepada peminjam, maka saat itu pula putuslah hubungan hak milik dengan pemiliknya. Karena sipeminjam diberi kekuasaan untuk menghabiskan barang atau uang pinjaman, maka suadah setepatnya ia dijadikan pemilik dari uang itu. Sebagai pemilik ia juga memikul segala barang tersebut dalam hal pinjaman uang dan kemerosotan nilai uang.

Pasal 3 Undang-undang meminjam Uang Tahun 1938. S.1938 No. 523 juga merumuskan pengertian perjanjian perjanjian pinjam meminjam uang :

Yang dimaksud dengan undang-undang ini dengan meminjam uang adalah setiap perjanjian dengan mana dan bentuk apapub juga, dimaksudkan untuk menyediakan aung dan menyerahkan secara langsung atau tidak langsung kedalam kekuasaan peminjam, dengan kewajiban peminjam untuk melunaskan hutangnya sesudah suatu jangka waktu tertentu sekaligus ataupun secara mencicil, yaitu dengan membayar uang yang sama besarnya atau yang lebih besar ataupun dengan menyerahkan benda atau beberapa benda.

Titik tolak ketentuan perjanjian tersebut adalah mengenai pengertian perjanjian pinjam meminjam uang yang meliputi unsure-unsur prestasi, imbalan prestasi, suatu jangka waktu tetentu dan bunga yang masing-masing diatur dengan undang-undang itu.

Sebagaimana halnya perjanjian pada umumnya perjanjian pinjam meminjam yang dibuat oleh para pihak harus memenuhi persyaratan yang ditentukan undang-undang. Hal ini sesuai dengan pendapat Abdul Kadir Muhammad yang mengatakan bahwa “Perjanjian yang sah adalah perjanjiann yang syarat-syaratnya telah ditentukan dalam undang-undang sehingga dapat diakui oleh hukum (Legally Conchide)” Perjanjian pinjam meminjam baru dapat dikatakan sah dan meningkat serta mempunyai kekuatan hukum, apabila telah memenuhi unsur sebagaimana yang telah ditegaskan dalam pasal 1320 KUHPertada. Dalam perjanjian pinjam meminjam uang yang dilakukan oleh koperasi terdapat salah satu pihak yaitu koperasi sebagai pemberi pinjaman dan pihak lain yaitu peminjam yaitu penerima pinjaman. Pada saat koperasi memberikan sejumlah pinjaman kepada peminjam maka saat itu pula terjadinya suatu perjanjian pinjam meminjam uang atau suatu transaksi antara koperasi dengan pihak peminjam.

Dalam memberikan pinjaman kepada peminjam, koperasi menetapkan sejumlah bunga yang harus ditanggung oleh peminjam. Bungan pinjaman tersebut telah ditetapkan secara tertulis oleh koperasi dalam suatu surat perjanjian pinjam meminjam uang.

Mengenai pinjaman uang dengan bunga Pasal 1765 KUHPerdata menyebutkan bahwa “diperbolehkan memperjanjikan bunga atas pinjaman uang atau lain barang yang telah menghabiskan karena pemakaian”. Selanjutnya Pasal 1766 KUHPerdata menegaskan bahwa :

Siapa yang telah menerima pinjaman dan membayar bunga yang telah tidak diperjanjikan tidak dapat menuntutnya kembali maupun menguranginya dari jumlah pokok, kecuali apabila bunga yang dibayar itu melebihi bunga menurut undang-undang,dalam hal mana uang yang telah dibayar dikurangkan dari jumlah pokok.

Pembayaran bunga telah sudah dibayar tidak diwajibkan seberutang untuk membayarnya seterusnya, tetapi bunga yang telah diperjanjikan harus dibayar sampai ada pengembalian atau penetipan uang pokoknya, biarpun pengembalian atau penitipan ini telah dilakukan setelah atau lewatnya waku hutangnya dapat ditagih.

B.Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Pinjam Meminjam

Suatu perikatan yang lahir oleh karena suatu perjanjian mempunyai dua sudut yaitu sudut kewajiban dan hak-hak yang timbul. Lazimnya suatu perjanjian adalah timbale balik, suatu pihak yang memperoleh hak-hak dari perjanjian itu juga menerima kewajiban-kewajiban yang merupakan kebalikannya dari hak-hak yang diperolehnya dan sebaliknya suatu pihak yang memikul kewajiban-kewajiban juga memperoleh hak-hak yang dianggap sebagai kebalikannya kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya itu.

Suatu perjanjian pinjam meminjam akan melibatkan dua pihak yaitu pemberi pinjaman dan penerima pinjama atau dengan istilah lain disebut debitur dan kreditur. Oleh karena itu dalam hubungan dengan pembahasan tentang hak dan kewajiban ini akan ditinjau dari dua sudut para pihak tersebut. Apa yang merupakan kewajiban pemberi pinjaman sekaligus akan merupakan hak dari penerima pinjaman, demikian pula sebaliknya apa yang merupakan hak pemberi pinjaman sekaligus akan merupakan kewajiban dari penerima pinjaman. Persyaratan dari hak dan kewajiban itu biasanya telah tercantum alam suatu blangko yang dipersiapkan oleh pemberi pinjaman.

Pada dasarnya dalam suatu perjanjian pinjam meminjam akan tersangkut dua pihak secara langsung, yaitu :

a.Pemeberi pinjaman (Kreditur)

b.Penerima pinjaman (Debitur)

Pihak penerima pinjaman dapat merupakan anggota koperasi baik perseorang atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan atau usahanya untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak dalam suatu perjanjian pinjam meminjam, maka diuraikan secara garis besar hak dan kewajiban harus dilakukan oleh para pihak tersebut, adapun kewajiban dari pihak tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1.Kewajiban pemberi Pinjaman (kreditur)

Perjanjian pinjam meminjam merupakan perjanjian timbale balik, maka kewajiban dari kreditur merupakan hak dari debitur, kewajiban utama dalam perjanjian pinjam meminjam adalah menyerahlan sejumlah uang sebesar nilai nominal yang telah disepakati oleh piminjam tersebut. Menurut ketentuan bahwa pemberi pinjaman hanya mempunyai satu kewajiban pokok yaitu menyerahkan uang pinjaman tersebut pada tempat yang telah diperjanjikan.

2.Kewajiban penerima pinjaman (debitur)

Menurut Pasal 1793 KUHPerdata, penerima pinjaman berkewajiban untuk mengembalikan apa yang dipinjamkan dalam jumlah dan keadaan yang sama dan pada waktu yang telah ditentukan, jika barang yang telah maksud Pasal tersebut diartikan dengan uang maka penerima pinjaman akan memikul suatu kewajiban utama untuk mengembalikan uang yang telah dipinjamkan tepat pada waktunya, selain kewajiban itu dalam suatu perjanjian pinjam meminjam uang dibebankan kewajiban tambahan yaitu membayar bunga yang telah ditetapkan.

3.Hak pemberi pinjama (kreditur)

Adapun hak pemberi pinjaman adalah sebagai berikut :

1.Menerima kembali uang yang telah dipinjam setelah sampai batas waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian

2.Pemberi bunga atas pinjaman yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang telah dicantumkan dalam perjanjian

3.

4.Hak Penerima Pinjaman (debitur)

Sebagaimana yang telah diuraikan bahwa debitur mempunyai hak yaitu :

1.Menerima uang pinjaman sebesar jumlah yang dicantumkan dalam perjanjian

2.Dalam hall memang membutuhkan berhak menerima bimbingan dan pengarahan dari kreditur sehubungan dengan kegiatan pengaktifan usaha serta mendapatkan pembinaan yang optimal dari pihak kreditur

C.Tata Cara dan Syarat-syarat Pemberian Pinjam Meminjam Uang pada Anggota Koperasi

Untuk mengetahui tata cara dan syarat-syarat pemberi pinjaman uang bagi anggota koperasi, maka dalam dikemukakan terlebih dahulu mengenai syarat-syarat suatu perjanjian pinjam meminjam :

Syarat sah perjanjian diatur dalam buku ketiga KUHPerdata. Pasal 1338 menyebutkan bahwa “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Untuk sahnya perjanjian itu harus memenuhi syarat –syarat yang ditentukan dalam Pasal 1330 KUHPerdata yaitu :

1.Sepakat mereka untuk mengikat dirinya

Kesepakatan itu dimaksudkan bahwa kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian harus sepakat atau setuju mengenai hal-hal poko apa yang dikehendaki pihak yang satu juga dikehendaki pihak yang lain, mereka mengkehendaki sesuatu secara timbal balik.

Kesepakatan merupakan hal yang sangat penting karena terikatnya suatu perjanjian setelah tercapainya kata sepakat. Dalam suatu perjanjian diharuskan pertemuan kemauan yang dikehendaki oleh para pihak terhadap hal-hal yang pokok dari perjanjian itu. Sejak tercapainya kata sepakat tentang suatu hal yang diperjanjikan, maka sejak itu pula lahir hubungan hukum antara para pihak yang membuat perjanjian tersebut dan masing-masing pihak terikat satu sama lainnya, sehingga menimbulkan hak kewajiban bagi mereka.

Didalam Pasal 1321 KUHPerdata ditentukan bahwa tiada sepakat yang sah ataupin sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolej dengan paksaan ataupunn penipuan. Sepakat yang dimaksudkan adalah persetujuan kehendak yang terjadi antara para pihak, tampa adanya unsur paksaan, penipuan dan kekhilafan.

Pasal 1449 KUHPerdata menentukan bahwa : “Perikatan-perikatan yang dibuat dengan paksaan, kekhilafan atau penipuan menerbitkan suatu tuntutan untuk membatalkannya,”pembatalan ini dapat dimintakan melalui hukum pembatalan, dalam tenggang waktu lima tahun, dalam hal ini ada paksaan dihitung sejak hari paksaan itu berhenti, sementara ada kekhilafan dan penipuan dihitung sejak hari diketahui kekhilafan dan penipuan itu.

2.Kecakapan para pihak untuk membuat perikatan

Pasal 1329 KUHPerdata menerangkan bahwa : “Setiap orang yang cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap”.semua perjanjian yang dibuat o;eh orang yang cakap maka perjanjian tersebut akan melahirkan tanggung jawab yang besar. Orang-orang yang tidak cakap tersebut, tidak mengerti akan hak tanggung jawab yang besar dikemudian hari akibat dari perjanjian yang dibuat itu. Pasal 1330 KUHPerdata menentukan orang-orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah sebagai berikut :

a.Orang yang belum dewasa

b.Mereka yang berada dibawah pengampuan

c.Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat persetujuan tertentu.

Mengenai kecakapan orang perempuan bersuami, lebih lanjut dapat diihat dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 4 Agustus 1963, kepada Ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia yang menyatakan bahwa Pasal 108 dan 110 KUHperdata tentang wewenang seorang istri untuk melakukan perbuatan hukum dan untuk menghadap didepan pengadilan tampa izin atau bantuan suaminya, sudah tidak berlaku lagi.

3.Suatu hal tertentu

Dalam perjanjian pinjam meminjam yang dilakukan itu harus ditentukan objeknya yang jelas. Dalam hal ini sesuai dengan Pasal 1333 KUHPerdata yang menyatakan : “suatu persetujuan harus memenuhi pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya”. Suatu hal tertentu merupakan pokok dari perjanjian, yaitu prestasi yang perlu dipenuhi dalam suatu perjanjian. Presatasi itu harus tertentu atau sekurang-kurang dapat ditentukan apa yang diperjanjikan harus cukup jelas.

Mengenai suatu hal tertentu ini M.Yahya Harahap mengemukakan bahwa “Agar Perjanjian tertentu mempunyai kekuatana hukum yang sah, bernilai dan mempunyai kekuatan mengikat, prestasi yang menjadi onjek perjanjian harus tertentu sekurang-kurangnya objek yang diperjanjikan harus ditentukan jenisnya”. Dari penjelas diatas dapat diketahui bahwa untuk sahnya suatu perjanjian paling tidak haruslah ditentukan objek yang diperjanjikan oleh para pihak. Jika objeknya tidak ditentukan terlebih dahulu maka perjanjian itu dianggab tidak mengikat sehingga dengan demikian tidak mempunyai kekuatan hukum.

4.Suatu sebab yang halal

Suatu sebab yang halal atau diperbolehkan udang-undang yang dimaksud disini adalah para pihak dalam membuat perjanjian harus dimaksud oleh sebab yang diperoleh sehingga isi dan tujuan dari perjanjian tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.

Mengenai hal ini Abdul Kadir Muhammad menyebutkan bahwa : “Yang dimaksud dengan sebab yang halal dalam Pasal 1320 KUHPerdata itu bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat perjanjian melainkan sebab dalam arti isi perjanjian itu sendiri yang menyebabkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak”.

Dalam perjanjian para pihak mempunyai kebebasan untuk menentukan apa saja yang mereka kehendaki, asal perjanjian yang mereka lakukan diperbolehkan oleh undang-undang dan tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Larangan tersebut diatas ditentukan dalam Pasal KUHPerdata yang menegaskan bahwa :”Persetujuan tampa sebab atau yang telah diperbuat karena suatu sebab yang palsu atau yang terlarang tidak mempunyai kekuatan hukum”.

Dengan demikian, jelaslah bahwa perjanjian harus berlandaskan pada sebab yang halal atau sebab yang dibolehkan undang-undang serta isi dan tujuannya tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat. Dalam syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerdata dapat dikatakan bahwa apabila satu syarat subjektif yaitu syarat berupa se[akat mereka yang mengikatkan dirinya dan kecakapan bertindak dalam membuat perjanjian tidak dipenuhi, maka perjanjian pinjam meminjam itu dapat dibatalkan. jika syarat objektif yaitu hal tertentu dan suatu sebab yang halal atau diperbolehkan undang-undang tidak dipenuhi, maka perjanjian pinjam meminjam itu tidak ada dan dengan sendirinya perikatan tersebut dianggap tidak pernah ada.

Pasal 1320 KUHPerdata berlaku juga terhadap perjanjian pinjam meminjam uang, tetapi ada syarat khusus lainnya yang harus dipenuhi yaitu bunga, biaya provisi/adminitrasi, jangka waktu pembayaran dan jaminannya.

Tujuan pemberian bunga adalah sebagai penanmbahan modal dalam rangka untuk mengembangkan dan memperluas kegiatan usaha. Sedangkan tujuan pemberian jaminan adalah untuk melindungi kreditur agar uang yang dipinjamkan dapat diterima beserta bunganya pada waktu yang ditentukan didalam perjanjian pinjam meminjam uang tersebut. Setiap kredit yang diberikan mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi sesuai dengan jenis pinjaman yang diberikann.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun