Sehalus apapun, menerima kritik kerapkali menimbulkan perasaan tidak nyaman, apalagi kalau disampaikan didepan orang banyak dan dengan cara yang terkesan merendahkan dan menghakimi.
Sepertinya hampir semua orang sepakat bahwa kritik adalah bagian penting dari kehidupan untuk tumbuh dan berkembang, tetapi mengapa saat menerima kritik banyak orang yang merasa terluka, marah atau defensif? Adakah sesuatu yang salah? Kita terlalu sensitif? Cara menyampaikan kritiknya kurang benar? Bisakah kita menerima kritik dengan nyaman dan damai? Bisakah kita mengkritik seseorang tanpa menyakiti perasaannya?
Sebelum membahas lebih jauh, tampaknya kita perlu mengawali dengan pertanyaan mengapa kita memberikan kritik. Pertanyaan yang harus dijawab dengan jujur. Apakah untuk membantu seseorang menjadi lebih baik? Apakah untuk menciptakan kondisi yang lebih baik? Ataukah hanya untuk memberi makan kepada ego kita atau bahkan hanya untuk menyakiti seseorang?
Apabila tujuan kita adalah untuk membantu seseorang atau membuat sebuah perubahan kearah yang lebih baik, kita bisa pelajari beberapa cara menyampaikan kritik dengan tepat dan baik. Namun apabila alasan kita hanya untuk ego dan menyakiti perasaan seseorang, lebih baik kita tidak usah mengkritik.
Pada beberapa kasus, terjadi pula orang yang dikritik merasa dendam dan dipermalukan. Bagi sebagian orang, kritik kadang dipahami sebagai sebuah penghinaan karena disampaikan dalam kalimat yang terkesan "kejam". Meskipun tujuannya baik, kita mesti sangat berhati-hati menyampaikannya. Bagi kebanyakan orang, dikritik bisa membuat perasaannya buruk dan terpuruk.
Berbagai sumber menyebutkan beberapa aturan mendasar dalam menyampaikan kritik yaitu: disampaikan secara langsung dan terus terang, spesifik, fokus pada tindakan bukan pada orangnya, jangan memberitahu orang lain bahwa dia salah (menggosip di belakangnya), mengawalinya dengan sebuah pujian (temukan hal yang positif terlebih dahulu), sifatnya menyarankan bukan memerintahkan dan lebih baik lagi disampaikan melalui obrolan.
Beberapa orang sering melakukan kritik dengan cara menyindir. Saya berpendapat bahwa hal tersebut bisa kurang efektif karena sensitifitas setiap orang terhadap sindiran itu tidak sama dan bahkan apabila kemudian dia menyadari bahwa sindiran itu ditujukan kepadanya, orang yang dikritik akan merasa lebih terluka.
Seeorang yang menjadi atasan seringkali tergoda untuk mengutarakan kritiknya  menjadi sebuah perintah. Kadang hal tersebut bisa efektif untuk memaksa orang yang menjadi bawahan untuk berubah, namun kritik berupa perintah akan membuat hubungan berjarak secara emosi.
Bagaimanapun mengkritik siapapun dengan cara yang lembut dan bahasa yang sopan akan jauh lebih baik dan efektif dibandingkan dengan menyampaikan kritik berupa sindiran, bahkan perintah dengan kata-kata yang kejam dan nyelekit.(CisarantenBaru30112022)
.