Mohon tunggu...
Panji Joko Satrio
Panji Joko Satrio Mohon Tunggu... Koki - Pekerja swasta, . Lahir di Purbalingga. Tinggal di Kota Lunpia.

Email: kali.dondong@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Exodus: Ketika Kitab Suci Di-film-kan

11 Desember 2014   03:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:34 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Film Exodus: Gods and Kings sudah mulai tayang di layar bioskop Indonesia. Ceritanya tentang Nabi Musa yang berperang melawan tirani Fira'un.

Film ini terbilang lebih beruntung dibanding pendahulunya Noah. Cerita tentang Nabi Nuh ini gagal tayang. Karena dianggap memunggungi dua kitab suci sekaligus: Bibble (Injil) dan Alquran.

Film dan agama memang kerap jadi seteru. Film adalah karya imajinasi adapun kitab suci bagi umatnya merupakan kebenaran hakiki. Maka kitab suci takan gampang membuka tangan terhadap fiksi.

Banyak penganut agama kurang sreg pem-film-an kitab suci. Mereka khawatir film tersebut tak sesuai isi kitab suci. Karena kisah-kisah dalam kitab suci bukan semata dogma. Melainkan serangkaian teks sastrawi yang memberikan petunjuk dan kebenaran dengan bahasa simbolik dan penuh metafor.

Setiap upaya visualisasi (pem-film-an) akan mengalami kendala. Lantaran adegan-adegan dalam kitab suci tak bisa dibaca secara harfiah. Dia butuh ditafsirkan. Yang boleh menafsirkan bukan orang sembarangan dan metodanya pun tak bisa serampangan. Pun, tafsir kitab suci selalu berkembang mengikuti tingkat peradaban dan pemikiran umatnya.

Tengoklah kisah Nabi Isa AS misalnya. Yang dalam kitab suci dinyatakan ketika masih bayi bisa berbicara untuk membuktikan kesucian Maryam. Apakah yang dimaksud dengan 'berbicara'? Apakah harfiah atau metafor? Ada yang menyatakan harfiah, ada pula menilai metafor. Pendek kata, multitafsir.  Lalu bagaimana kisah yang multitafsir di-film-kan?

Tapi barangkali film memang tak dimaksudkan untuk menafsirkan kitab suci. Dia hanya memberikan hiburan. Adapun pemilihan jalan cerita dengan menggunakan konten agama, mungkin untuk mendekatkan diri dengan konsumen.

Film tentang Noah, Moses, atau Salomon, oleh produsennya, diharapkan menarik minat banyak penonton. Karena jutaan atau bahkan miliaran orang merasa dekat dengan kisah itu.

Yang repot jika isi film (dianggap) bertentangan dengan kitab suci. Bisa muncul protes atau penentangan. Kadangkala produses film terkesan malah sengaja bikin film yang 'keliru'. Entah agar jadi sensasi kemudian laku keras atau sengaja melecehkan agama (?).

Yang jelas, produsen film adalah para penanam modal. Yang ingin mendapat untung dari film yang dibuatnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun