Mohon tunggu...
Kahfi
Kahfi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat wacana sosial, politik, agama, pendidikan, dan budaya

Manusia bebas yang terus belajar dalam kondisi apapun, Jangan biarkan budaya menjiplak ditengah ekonomi yang retak.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keluarga Pelaku, Jangan Jadi Korban Baru

5 September 2021   23:12 Diperbarui: 5 September 2021   23:25 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulan kemerdekaan baru saja berlalu, pelbagai peristiwa yang mengisi sudah tentu membuat kondisi Indonesia semakin ramai diperbincangkan oleh publik, mulai dari Siswi yang berasal dari mamasa, Sulbar, Kristina yang dinyatakan Covid-19 hingga gagal jadi petugas pengibar bendera di Istana Negara, viral soal mural bergambar mirip presiden Jokowi, baliho politisi yang bertaburan di belahan wilayah NKRI, pertemuan Presiden Jokowi dengan ketua umum dan sekjen partai koalisi hingga turut bergabungnya PAN menjadi bagian dari koalisi seakan menguatkan tentang wacana Amandemen 1945 untuk yang kelima kalinya.

Namun, ternyata kemerdekaan saat ini belum dirasakan secara utuh oleh semua pihak mulai dari pejabat hingga rakyat. Bagaimana tidak penulis katakan demikian, melihat pemberitahuan dari notifikasi tentang topik pilihan "Perundungan Di Tempat Kerja" yang menjadi sample adalah seorang pegawai yang sudah lama bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya di lembaga Independen dari negara seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat.

Membaca dari berbagai sumber tentang sosok pegawai inisial (MS) tersebut, ternyata perundungan itu sudah terjadi lama dan sudah mengadukan permasalahan ini, mulai dengan membuat laporan yang tak digubris oleh polsek Gambir, Pengacara Hotman Paris dan Deddy Corbuzier (melalui DM), sampai dengan atasan KPI Pusat. 

Namun, tidak ada langkah serius yang diambil dalam menindak para prilaku hingga akhirnya, korban setelah berdiskusi dengan aktivis LSM dan beberapa pengacara berani untuk membuka kisahnya di publik lantaran harus dengan cara demikian baru mendapat perhatian serius dari media hingga pejabat dalam mengawal permasalahan yang dialami korban tidak terjadi lagi dikemudian hari.

Perundungan ditempat Kerja

Ironis sekali, Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 merupakan dasar utama bagi pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Semangatnya adalah pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus dikelola oleh sebuah badan independen yang bebas dari campur tangan pemodal maupun kepentingan kekuasaan.

Sebagai badan Independen, seharusnya dapat menyelesaikan permasalahan ini tanpa harus sampai di mata publik. Terlebih lagi, hal ini berujung pada kasus intimidasi hingga gangguan trauma bagi korban. 

Kemudian, ada ancaman yang akan menyebarluaskan gambar manakala korban mengadukan permasalahan ini. Tentu, ini bukan permasalahan kecil, butuh keseriusan dari berbagai pihak untuk melakukan control terhadap badan independen negara.

Bila merujuk badan Independen Negara yang lain, seperti hal nya Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi perhatian publik manakala terjadi hal-hal yang melemahkan para pegawainya sebagaimana saat tes ASN yang mengakibatkan 57 pegawai dianggap tak lolos kriteria menjadi ASN lantaran soal yang tak sesuai dengan TWK.

Maka sudah sepatutnya pula, kejadian yang menimpa lembaga KPI Pusat pun menjadi perhatian serius dari pejabat dan publik untuk mendorong para pelaku menerima hukuman yang setimpal atas perbuatannya terhadap korban. 

Bukan, tidak mungkin ada korban-korban yang lain, namun tidak berani lantaran ada intimidasi dari para pelaku yang merasa sudah senior di tempat kerja tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun