Mohon tunggu...
Ahmad Kafin azka
Ahmad Kafin azka Mohon Tunggu... Human Resources - Mahasiswa dan Santri

mahasiswa dan santri

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hikmah dari Huzaifah Al-Yamani

7 April 2019   21:30 Diperbarui: 7 April 2019   21:33 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam sejarah islam di zaman sahabat hiduplah salah seorang sahabat yang bernama Huzaifah Al-Yamani, ia mempunyai rutinitas setiap paginya yakni berjalan-jalan layaknya seperti normalnya manuisa lainnya yaitu supaya sehat. Pada saat di perjalanan ia bertemu dengan sayyidina Umar Bin Khattab, sang khalifah.
Kemudian ia menyapanya dengan akrab " Assalaamu'alaikum wahai Umar "
"Wa'alaikumsalam wahai Huzaifah" jawabnya dengan akrab juga.
" Bagaimana kabarmu di pagi yang cerah ini wahai Umar?"
" Alhamdulillah saya sehat, bagaimana dengan anda?"
" Alhamdulillah saya juga sehat seperti cerahnya mentari di pagi hari ini. Demi Allah aku telah membenci kebenaran dan mencitai fitnah, aku bersaksi pada apa yang tak ku lihat, aku shalat tanpa berwudlu dan di bumi aku memiliki apa yang tidak dimiliki Allah di langit"
Mendengar perkataan dari Huzaifah sontak saja sayyidina Umar langsung naik pitam. Tapi ia menahannya karena Huzaifah adalah teman karibnya. Lalu ia menimpali " Jangan ngawur kamu Huzaifah !" karena takut terbawa amarah sayyida Umar lebih memilih untuk meninggalkan Huzaifah.
Sayyidina Ali ketika mengetahui bahwa sayyidina Umar terlihat merah seperti orang yang sedang meredam amarahnya sontak saja ia menanyakan apakah ada masalah yang terjadi dengan sayyidina Umar.
" Wahai sayyidina Umar, apakah ada masalah dengan engkau ?"
" Tadi aku bertemu dengan Huzaifah, dan dia mengatakan ; aku telah membenci kebenaran"
Mendengar perkataan itu, sayyidina Ali yang terkenal dengan kecerdasannya dan dijuluki sebagai "pintunya ilmu" ia langsung menjawabnya.
" Ia benar. Sudah tabianya manusia membenci kematian, karena hal itu adalah kebenaran dan pasti terjadi. Lalu ia mengatakan apa lagi? "
" Ia berkata ; aku mencintai fitnah"
" Dia benar, karena didunia ini anak dan harta adalah sesuatu yang membuat timbulnya fitnah. Lalu apa lagi?"
"Ia mengatakan ; aku bersaksi pada apa yang tidak aku lihat"
" Dia tidak salah, berarti ia beriman pada keberadaan Allah SWT, neraka dan surga, hari kiamat dan lainnya. Ada lagi?"
" Dia mengatakan ; aku shalat tanpa berwudlu"
"Kali ini ia juga tidak salah, karena shalat sendiri artinya adalah do'a. Sedangkan do'a ada banyak macamnya. Salah satu nya membaca shalawat pada Nabi Muhamad. Jadi berdo'a dilakukan tanpa berwudlu hukumnya sah-sah saja. Lalu ada lagi?"
" Dia juga berkata ; di bumi ini aku memiliki apa yang tidak dimiliki oleh Allah di langit"
" Dia juga benar lagi, karena Allah tidak memilki anak, istri, ayah dan ibu. Dan itu tidak dimiliki oleh Allah SWT di langit dan di bumi"
Mendapati jawaban yang sangat luar biasa dari sayyidina Ali, sayyidina Umar pun sontak tersenyum karena menyesali ketidaktahuannya pada apa yang dikatakan oleh Huzaifah.
" Wahai sayyidina Ali, aku sangat bersyukur mempunyai teman seperti engkau, bayangkan bila tidak ada engkau mungkin Huzaifah sudah binasa karena ketidaktahuanku ini"
Kata-kata yang masih relevan ditelinga seorang muslim saat ini ialah pada perkataan Huzaifah bahwa ia bersaksi pada apa yang ia tak lihat. Hal itu mengartikan bahwa ia beriman pada hal ghaib. Sebagai muslim kita juga berkewajiban mengimani hal yang ghaib. Kendati itu seperti hantu yang juga muncul disiang bolong.
 Dan dari kisah diatas mungkin kita bisa mengambil hikmahnya yakni dalam memahami kata, kita harus mencematinya terlebih dahulu pada setiap kata yang dikatakan seseorang. Dan jangan terlalu gegabah untuk menanggapinya terlebih dengan hal negatif.
Karena kata yang keluar dari lisan bisa berubah menjadi pedang bila tidak bisa dikendalikan dengan baik, begitu juga bagi mustami' ,haruslah lebih teliti dalam memahaminya. Karena pengaruh terbesar dari suatu kata lebih dominan pada pendengar dan pasti akan berakibat fatal.
Seperti dalam kisah Huzaifah diatas, mungkin bila tidak ada sayyidina Ali yang memberitahu apa maksud dari perkataan Huzaifah pada sayyidina Umar. Mungkin Huzaifah sudah tinggal nama (red: binasa). Tapi bukan berarti sikap dari sayyidina Umar itu salah. Kisah diatas merupakan teladan bagi kita, dan tak ada yang perlu disalahkan.
Miss komunikasi akhir-akhir ini juga banyak terjadi, dan mayoritas berkaitan dengan politik, sehingga interpretasinya berujung pada persilihan, perseturuan, sebar hoaks, fitnah dan kontelasi ujar kebencian yang lainnya.
Jadi pada intinya, mencermati kata itu amatlah penting.  Sayyidina Ali sudah pernah wanti-wanti supaya para pemuda islam untuk mempelajari ilmu sastra. Supaya menjadi orang yang cerdas dan pemberani. Wallahu'alam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun