Ketika asyik mengamati semua hal yang menurutku penting, termasuk strategi evakuasi jika terjadi hal-hal yang tidak kuinginkan, apalagi aku memang lebih terbiasa bekerja secara solo alias sendirian, jadi risikonya juga pasti lebih besar. Tiba-tiba dari arah jalan raya terdengar raungan sirine meraung-raung membelah terik waktu dhuha yang sepagi itu sudah terasa begitu gerah dan panas.
"Sepertinya ada pejabat yang datang", gumamku dalam hati.Â
Betul juga, selain kulihat banyak aparat yang mulai mengamankan jalan masuk menuju GOR itu, aku juga melihat banyak orang berlarian menuju arah pintu masuk dan berteriak-teriak "Pak Menteri datang, Pak Menteri datang!".
Kulihat dari jarak sekitar seratusan meter, orang-orang pada saling dorong dan saling berebut untuk salaman sekaligus mencium tangan pak menteri, layaknya adab kami memuliakan orang-orang tua dan berilmu yang menurut para sesepuh kami di kampung, berkahnya sangat besar dan pasti banyak.
Mengingat "berkah" itu, akhirnya akupun tidak mau ketinggalan ikut berebut untuk berusaha bisa menyalami, syukur-syukur bisa mencium tangan Pak Menteri. Sayang, banyaknya manusia yang berebut, tidak hanya menyebabkan aku kesulitan untuk mendekati Pak Menteri yang dikepung ratusan manusia yang sepertinya berangsur beringas, saling sikut dan ada pula yang saling pukul, hingga pengawal dan juga petugas yang menjaga Pak Menteri terlihat kewalahan.
Baca Juga : Â Kisah Hanzhalah Syahid dalam Keadaan Junub, Jenazahnya Dimandikan Malaikat
Diam sejenak mencari akal, saat itulah tiba-tiba aku melihat ada celah diantara manusia-manusia yang berjibaku saling berebut itu dan dengan sedikit menundukkan kepala yang kufungsikan layaknya mata panah untuk membuka jalan, aku terus merangsek kedapan tanpa tahu pasti dimana posisi Pak Menteri yang tidak lagi kelihatan, karena banyaknya manusia yang mengerubutinya.
Tiba-tiba kepalaku menabrak punggung seseorang. Saat itulah aku melihat di saku belakang celana orang yang kutabrak itu separuh bagian dompetnya yang terlihat tebal dan gendut menyembul keluar dan tiba-tiba jatuh ke tanah tepat dihadapanku.
Tidak perlu berpikir panjang, secepat kilat aku langsung menyambar dan mengamankan dompet kulit yang sekilas terlihat dari jenis kulit premium yang mahal itu dan dalam sekejap, dompet gendut itu sudah aman terjepit diantara perut dan celana jeans kumalku.Â
Karena merasa kepayahan berada diantara jepitan orang-orang yang mulai benar-benar beringas itu, akhirnya aku memilih tidak meneruskan misiku berburu berkah menyalami tangan Pak  Menteri dan memilih berusaha keras keluar dari kerumunan.  Tidak mudah memang, tapi aku akhirnya berhasil juga keluar dengan selamat, salah satunya karena mengaplikasikan teori evakuasi diri ala tukang copet yang dulu pernah kupelajari dari copet-copet legendaris di kampungku.
Baca Juga : Â "Peci Pakol" Impian, Kopiahnya Para Mujahidin