Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Konferensi Asia Afrika 1955 dan Ketegangan antara Amerika Serikat dan Cina

18 April 2015   13:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:57 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1429339594239902569

[caption id="attachment_410951" align="aligncenter" width="300" caption="Chou en lai di Konferensi Asia Afrika April 1955 (Kredit foto : http://indonesia-zaman-doeloe.blogspot.com/2013_10_01_archive.html)"][/caption]

Herbert Gordon (HG): Ada kekuatiran bahwa Republik (komunis) Rakjat Tiongkok akan menggunakan konferensi ini semata-mata untuk memperkuat peran komunisme di Asia?

Ali Sastroamidjojo (Ali): Tak ada kekuatiran sedemikian dari pihak kelima negara (pemrakarsa KAA Indonesia, Birma, India, Pakistan dan Srilanka).

HG: Apakah konferensi ini berdasarkan suatu usaha untuk mentjari djalan guna mentjapai solidaritas poltik?

Ali : (Konferensi) Tidak akan menjimpang dari tudjuan pokok dari piagam Perserikatan Bangsa-bangsa. Oleh karena itu saja dapat menjatakan dengan pasti ia bukan suatu usaha ke arah solidariteit inetrnasional oleh bansga-bangsa bukan Barat terhadap bangsa-bangsa Barat.

HG: Mengapa negara-negara Arab diundang, sedangkan Israel tidak?

Ali: Undangan ditentukan oleh persetudjuan bersama kelima PM. Mengenai Israel tidak didapati persetudjuan bersama.

HG: Mengapa Tiongkok Komunis yang diundang sedangkan Tiongkok Nasionalis tidak?

Ali : Kelima negara penggerak hanya mengakui satu Tiongkok ialah RRC.

HG: Apakah jang dapat menghalangi konferensi itu sehingga tidak akan berkembang mendjadi menentang Dunia Merdeka dengan adanja sembojan-sembojan Pro Komunis, seperti anti kolonialisme dan anti imrpealisme?

Ali : Anti kolonialisme dan anti imprealisme bukanlah sembojan-sembojan jang dimonopoli orang-orang komunis akan tetapi merupakan kenjataan-kenjataan jang hidup di dalam kalbunja massa rakjat Asia dan Afrika. Sajang sekali bahwa perasaan-perasan ini umumnja diabaikan atau dianggap enteng oleh dunia Barat.

Petikan wawancara Herbert Gordon dari Iternasional New Service dengan Perdana Menteri Indonesia dimuat dalam Ada Berita konferensi Asia Afrika yang saya baca beberapa hari yang lalu di Perpustakaan Nasional. Petikan wawancara ini jelas menyiratkan kekhawatiran AmerikaSerikat dan sekutu terhadap terselenggaranya Konferensi Asia Afrika, yaitu kehadiran Republik Rakyat Cina (Tiongkok). Ali Sastroamidjojo dikenal di Amerika Serikat karena pernah menjadi duta besar Indonesia untuk AS, Kanada dan Meksiko pada 1950-an.

Kekhawatiran Amerika Serikat sangat beralasan ketika pada 18 Januari hingga 20 Januari 1955 terjadi pertempuran di Kepulauan Yijiangshan antara pasukan tentara Taiwan dengan tentara RRC. Pertempuran ini dimenangkan Tentara Pembebasan Rakyat RRC dan kehancuran total dari pasukan Taiwan. Benteng terakhir kaum nasionalis di dekat daratan Cina jatuh. Sebanyak 567 serdadu Taiwan tewas dan 519 serdadu menjadi tawanan perang. Di pihak RRC 393 serdadu tewas dan 1037 luka-luka. Amerika Serikat jelas terkejut karena dalam perang itu RRC sudah menggunakan alteleri dan pesawat tempur (China At War Encyclopedia, 2012, halaman 519).

Amerika Serikat dan sekutunya melihat kemenangan Cina membuktikan efek kartu domino. Setelah ribuan tentara Prancis dibinasakan Vietnam Komunis dalam pertempuran Dien Bien Phu Maret-Mei 1954. Sekalipun Perang Indochna (pertama) diakhiri oleh Persetujuan Jenewa pada Mei 1954 yang membagi Vietnam Utara (komunis) dan Vietnam Selatan yang pro Barat dan di bawah Prancis. AS dan sekutunya membentuk SEATO 8 September 1954 yang beranggotakan antara lain Filipina, Pakistan dan Thailand (tiga negara yang kemudian ikut KAA).

Konferensi Kolombo 28 April hingga 2 Mei 1954 yang mengawali Konferensi Asia Afrika sebetulnya bersamaan dengan Persetujuan Jenewa. Dalam konferensi itu kelima Perdana Menteri, Sir John Kotelawa (Sri Langka), Unu (Birma), Nehru (India), Alisastroamidjojo (Indonesia, Mohammad Ali Jinah (Pakistan) meminta Prancis memberikan kemerdekaan penuh kepada Indochina. Mereka juga mengecam pembuat bom hidrogen dan senjata yang bisa membuat kehancuran dunia. Para Perdana Menteri ini juga menginginkan adanya wakil Republik Rakyat Tiongkok di PBB.

Dalam konferensi itu terungkap bangsa-bangsa Asia harus menetapkan hari kemudian dengan tidak adanya campur tangan dunia Barat. Pernah ada slogan yang dilancarkan dunia Barat: “Let Asians fight Asians” yang tidak dikehendaki oleh para Perdana Menteri dari lima negara.

Kita inginkan ialah kedjasama dengan tetangga kita orang Asia dan Afrika guna bersama-sama hidup dalam persahabatan dan berdampingan dalam suasana perdamaian bekerdjasama keras, ebrsatu dengan tudjuan kepentingan kita bersama ( Berita Konferensi Asia Afrika, Nomor 1, Maret 1955).


Melalui pernyataan Menteri Luar Negeri AS, John Foster Dulles pernah menyatakan Indonesia diharapkan ikut dalam SEATO. Namun Indonesia menolak. Bahkan Persetujuan MSA yang pernah dilakukan PM Sukiman menjatuhkannya dari kabinet pada 1952. Namun ketika timbul anggapan bahwa Amerika Serikat bakal menentang keberadaan KAA ini, John Foster Dulles pada Januari 1955 buru-buru menyatakan bahwa Konferensi Asia Afrika tidak dianggap satu demonstrasi menentangAS karena hadirnya Jepang dan Kamboja. Keduanya dianggap dekat dengan Amerika (Merdeka 11 Januari 1955). Sikap AS mleunak ketika kemudian Filipina juga ikut dalam KAA.

Perang urat syaraf antara AS dan RRC memang gencar sejak Januari ini. Juru warta United Press mengungkapkan bahwa Charles Codburry bahwa Angkatan udara AS bersiap menghadapi RRC termasuk juga menjatuhkan bom atom. Dewan Keamanan kemudian mengundang RRC untuk berunding soalTaiwan. AS setuju tetapi menyebutkan undangan ini tidak berarti mengakui RRC. Sebetulnya sejumlah tokoh di Amerika Serikat Hakim Mahkamah Agung AS Wiliiam O Douglas menyebutkan tidak diakuinya RRC sebagai perwakilan PBB akan memperkeruh keadaan di Asia Tenggara (Merdeka, 1 Februari 1955, 2 Februari 19955).

Chou En Lai, Perdana Menteri RRC sekaligus Menteri Luar Negeri menyatakan bahwa RRC bersedia mengirim wakilnya ke PBB untuk membicarakan senjata-senjata sekitar Taiwan jika Wakil Koumintang dicoret dari Taiwan (Merdeka, 5 Februari 1955). Di Indonesia ketua Umum PNI Sidik Djokosukarto mengingatkan bahwa intervensi AS dalam persengketaan Peking-Taipei menjaid umpan sebuah peperangan besar di Pasifik (Merdeka, 8 Februari 1955). Negara-negara Kolombo lainnya mendukung sikap Ali terhadap Taiwan (Merdeka, 9 Februari 1955).

Qiang Zhai dalam bukunya The Dragon, the Lion & the Eagle: Chinese-British-American Relations, 1949-1958 (Kent State University Ohio, 1994 halaman 172) menyebutkan bahwa Menteri Luar Negeri AS John Foster Dulles memang mengkhawatirkan pihak Cina memanfaatkan KAA untuk melakukan counter aksi tindakan kekerasannya. Begitu juga koleganya Sir Anthony Eden, Perdana Menteri Inggris.

Kedatangan Chou En-Lai ke Konferensi Asia Afrika diwarnai insiden jatuhnya pesawat Kashmir Princess pesawat penerbangan India yang seharusnya membawa Chou En-Lai pada 11 April 1955 di Laut Natuna. Pesawat ini membawa sebagian delegasi RRC ke konferensi itu, serta beberapa wartawan. Hanya 8 dari 18 penumpang dan awak yang ditemukan. Dari jumlah itu tiga selamat. Tim penyelamatan antara lain datang dari Indonesia dan India. Agen-agen Taiwan dituding ada di belakang sabotase ini. Mimbar Umum edisi 18 April 1955 menuding bahwa Sabotase terhadap kapal terbang Kashmir Princess yang membawa delegasi RRC ke kAA permulaan kepentinagn antara Blok Barat dan Blok Komunis di Bandung. Chou En Lai akhirnya tiba di bandara Andir Bandung pada 17 April 1955.

Bandung memang akhirnya mampu menyelenggarakan KAA. Dalam Berita Konferensi Asia Afrika edisi 2 April 1955 kota ini menyatakan siap untuk menerima konferensi dengan 1300 tamu dan disiapan 14 hotel, 15 tempat peristirahatan perorangan, 8 milik pemerintah dan 8 rumah milik PMI. Delegasi yang tidak langsung ke Bandung disediakan tempat menginap di Hotel Des Indies dan Hotel Dharma Nirmala. Di kedua hotel ini dipesan 300 buah kamar. Untuk pengangkutan disediakan 143 mobil, 30 taksi dan 20 bis lengkap dengan supir dan bensin.

Chou En Lai dalam pidatonya dalam KAA menyebutkan bahwa Ciina datang ke konferensi ini mencari persatuan dan tidak mencari pertengkaran. Konferensi tidak perlu menyiarkan ideologi masing-masing. Chou menyebutkan bahwa komunisme adalah ateis, tetapi di Tiongkok penganut Buddha, Islam, Kristen, bebas beribadah. Dia juga menyebutkan bahwa masalah dwi kewarganegaraan golongan mniroitas di Indonesia, Thailand adalah warisan lama Rezim Chiang Kai Sek. Pihaknya akan menyelesaikan masalah ini. Dalam konfrenesi ini delegasi Cina dan menteri Luar Negeri Indonesia Sunaryo merundingkan masalah dwi kewarganegaraan ini dan berhasil sukses (Rosihan Anwar, Reportase, Resensi dan Promosi dalam Sejarah Kecil “Petite Histoire” Jilid 2 , Jakarta; Kompas Gramedia 2009, halaman 121-160). Persetujuan ini dilaksanakan pada 22 April 1955 (Berita KAA, nomor 5 tertanggal 24 April 1955).

Dalam konferensi ini wakil dari Vietnam, yaitu Menteri Luar Negeri (juga Wakil PM) Pham Van Dong juga berpidato bahwa bangsa-bangsa Asia dan Afrika tak pernah memancing untuk menimbulkan perang. Korban dari banyak peperangan di tanah air sendiri. Orang yang ingin memusnahkan perdamaian tidak sama dengan agresor-agresor yang mencoba di belakang layar melakukan siasat untuk memperbudak bangsa Asia dan Afrika. Vietnam adalah negara kesatuan, serta siapa pun tak akan dapat memecah belah. Imprealisme merencanakan untuk melanjutkan perangnya di Indochina. KAA bukan blok militer yang bertentangan dengan Persetujuan Jenewa. (Berita Konferensi Asia Afrika, no.6 25 April 1955)

Sejarah kemudian membuktikan bahwa kekhawatiran AS dan sekutunya dengan teori domino tidak pernah terjadi. Negara-negara di Asia Tenggara tidak pernah jatuh ke tangan komunis. Memang Vietnam Selatan akhirnya bergabung dengan Vietnam Utara melalui Perang Indochina kedua dengan keterlibatan Amerika Serikat. Jatuhnya Vietnam Selatan juga diakibatkan ketidakbecusan pemerintah nasionalis yang didukung AS dalam kebijakanekonomi dan politiknya. Lagipula memang secara sosial budaya dan sejarah keduanya harus bersatu. Sementara Indonesia meletus gerakan PRRI-Permesta yang justru antara lain berlatar belakang gerakan anti komunis. Keterlibatan AS dalam peristiwa ini juga sulit untuk disangkal.

Konferensi Asia Afrika menyatakan sokongannya atas hak-hak rakyat Aljazair, Maroko dan Tunisia (Berita KAA nomor 6, 25 April 1955) . Dasa Sila Bandung memebrikan sokongan moral kepada para pejuang kemerdekaan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika. Sejumlah negara baru kemudian merdeka di antaranya Aljazair, Maroko dan Tunisia. Ketiga negara ini akhirnya merdeka melalui perjuangan bersenjata dan tidak diberi begitu saja oleh Prancis.

Irvan Sjafari
Tulisan terkait:

http://sejarah.kompasiana.com/2013/04/23/bandung-1955-1-catatan-tentang-konferensi-asia-afrika-18-24-april-1955-549290.html

http://sejarah.kompasiana.com/2013/05/02/bandung-1955-2-cerita-pasca-konferensi-asia-afrika-18-24-april-1955-hospitality-committee-sabotase-kashmir-princes-rencana-pengacauan-terhadap-konferensi--552369.html

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun