Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bandung 1952 (7) Otobis yang Kembang Kempis

10 Maret 2012   05:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:16 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada Maret 1952 kepala DAMRI (Djawatan Angkutan Motor RI) Jawa Barat Sunarko mengumumkan bahwa jumlah otobis untuk Bandung (sementara) dibatasi jumlahnya. Kebijakan darurat ini diambil karena bus dalam kota mengalami kemerosotan mutu. Kalau dipaksakan menjalankan semua otobis yang ada karena kekuarangan suku cadang  bisa ambruk semua.  Sekalipun resikonya penumpang berjejal-jejal menunggu antrian di halte bis sampai 2-3 jam (Pikiran Rakjat, 11 Maret 1952).

Untuk daerah kota besar Bandung yang meliputi 11 line  dilayani oleh 17 otobis. Dari jumlah itu sebetulnya hanya 6 buah dalam kondisi B (lumayan). Sementara yang lain dipaksakan (dalam kondisi C). Padahal untuk 11 line  seharusnya ada 44 buah otobis. Jumlah otobis merosot dari keadaan sebelum perang di mana kota Bandung dilayani sampai 60 otobis dalam kondisi A (dalam keadaan bagus dan layak).

Pada Janauri 1951 dilaporkan bahwa kerugian otobis Bandung rata-rata mencapai Rp 70 ribu per bulan selama 1950.  Jumlah personel yang tidak sebanding dengan jumlah otobis merupakan faktor yang ikut menggerogoti keuangan. Seluruh Jawa Barat terdapat 170 otobis yang dilayani 1600 personel. Itu artinya satu otobis dipaksa  menghidupi lebih dari 90 orang. Padahal secara ekonomis maksimal 1: 3 (Pikiran Rakjat, 19 Januari 1951).

Jumlah otobis di Bandung pada Januari 1951 masih mencapai 45 buah yang menghidupi 500 orang. Itu artinya satu otobis dilayani 10 orang. Kondisi yang dilematis. Di satu sisi beban perusahaan sangat berat, tetapi di sisi lain masa itu pekerjaan sulit didapat.

Mulai  1 Agustus 1952  terjadi sedikit kemajuan  untuk Otobis DAMRI yaitu dengan mulai ditatanya line-line bis.  Yang tadinya 11 dibuat menjadi 17. Lokasi yang menjadi pusat pemberhentian bis  terletak di bagian belakang kantor GEBEO (Gemeenschappelijk Electriciteits Bedrijf Bandoeng en Omstreken yang kini menjadi PLN) sudut Jalan Cikapundung-Jalan Naripan. ( Pikiran Rakjat, 23 Juli 1952). Sayangnya tidak didapat keterangan berapa jumlah otobis saat itu.

Ada pun Line-nya adalah.

Line 1

Pusat Pemberhentian-Bioskop Liberty PP (Cicadas) melalui Jalan Raya Timur, Jalan Papandayan dan Jalan Kiaracondong, jarak 7 Km,  waktu  25 menit.

Line 2

Pusat Pemberhentian-Sukajadi PP melalui Jalan Raya Timur, Jalan Tamblong, Jalan Lembong, Jalan Suniaraja, Jalan Gubernuran,  Jalan Cicendo,  Jalan Cihampelas, , Jalan Abdul  Rivai, Jalan Cipaganti, Jalan Setiabudhi, jalan Karangsari,  jarak 8 Km,  waktu 25 menit.

Line 3

Pusat Pemberhentian- Jalan Raya Timur, Jalan Tamblong, Jalan Lembong,  Jalan Braga, Jalan Wastukencana,  Jalan Abdul Rivai, Jalan Dr.Otten, Jalan Pasteur,  Jalan Pasir Kliki, Jalan Pajajaran, Jalan Arjuna, Jalan Kebonjati,  Jalan Klenteng, Jalan Cibadak, Jalan Dalem Kaum, jarak 9 Km, waktu  30 menit.

Line 4

Pusat Pemberhentian- Jalan Raya Timur, Jalan Braga, Jalan Wastukencana,  Jalan Tamansari, Jalan Sumur Bandung, Jalan Siliwangi, Jalan Dago, Jalan Merdeka, Jalan Lembong,  jalan Tambong., jarak 10 km,  waktu 30 menit.

Line 5

Pusat Pemberhentian –Jalan Raya Timur-Jalan Tamblong,  Jalan Sumatera, Jalan Riau,  Jalan Trunojoyo,  Jalan Diponegoro, Jalan Citarum, Calan Cisangkui, Jalan Cilaki, jalan Ciujung, Jalan Jamuju, Jalan Angrek, Jalan Riau,  Jalan Aceh, Jalan  Lombok, Jalan Sumbawa, Jalan Sunda-Jalan Raya Timur,  jarak 11 Km,  waktu 30 menit.

Line 6

Pusat Pemberhentian-Cimbuleut PP.  Rute melalui Jalan Raya Timur, Jalan Tamblong, Jalan Lembong, Jalan Suniaraja,  Jalan Gubernuran, Jalan Cicendo,  Jalan Cihampelas. jarak 8 Km, waktu 25 menit.

Line 7

Pusat Pemberhentian-Isola PP melalui Jalan Raya Timur, Jalan Tamblong- Jalan Lembong-Jalan Suniaraja-Jalan Gubernuran-Jalan Kebon Kawung-Jalan Pasir Kliki-Jalan Prof. Eykman, Jalan Cipaganti, Jalan Setya Budhi  jarak 10 Km, waktu 30 menit.

Line 8

Pusat Pemberhentian-Bukit Dago PP melalui Jalan Raya Timur, Jalan Tamblong, Jalan Lembong, Jalan Merdeka, dan Jalan Dago dengan jarak 9 Km, waktu  25 menit.

Line 9

Pusat Pemberhentian-Babakan Ciparai PP melalui Jalan Raya Timur-Jalan Kabupaten-Jalan Dalem Kaum-Jalan Pasar Baru-Jalan Pasir Koja dan Jalan Kopo, jarak 6 Km, waktu  20 menit.

Line 10

Pusat pemberhentian, Jalan Raya Timur,  Jalan Lengkong Besar, Jalan Lengkong Kecil, Jalan Karapitan, Jalan Gurame, Jalan Buahbatu, Jalan Kancra, Jalan Cikawao,  Jalan Lengkong Besar, Jalan Ciateul, Jalan Banjaran, Jalan Tegallega Selatan, Jalan Tegallega, Jalan Pasarbaru, Jalan Dalem Kaum, Jalan kabupaten, Jalan Raya Timur. Jarak 9 Km,  waktu 30 menit.

Line 11

Pusat Pemberhentian-Jalan Garuda lewat Jalan Raya Timur, Jalan Raya Barat, jarak 3 Km, waktu 20 menit.

Line 12

Pusat Pemberhentian-Cicaheum PP melalui Jalan Raya Timur. Jarak 5 Km waktu,  20 menit.

Line 13

Pusat Pemberhentian-Jalan Raya Timur-Jalan Tamblong,  Jalan Lembong, Jalan suniraja, Jalan Kebonjati, Jalan Klenteng,  Jalan Cibadak, Jalan Astana Anyar, Jalan Ciateul, Jalan Pasar Baru, Jalan Pungkur,  Jalan Lengkong Besar, Jalan Raya Timur, jarak 8 Km,  waktu 30 menit.

Line 14

Pusat Pemberhentian-Ujungberung PP  melalui Jalan Raya Timur, jarak 12,5 Km dengan waktu 30 menit.

Line 15

Pusat Pemberhentian-Dayeuhkolot PP melalui Jalan Raya Timur, Jalan Kabupaten, Jalan Dalem Kaum, Jalan Pasar baru, Jalan Tegallega, Jalan Tegallega Selatan, Jalan Banjaran. jarak 9 Km  waktu 35 menit

Line 16

Pusat Pemberhentian-Cimahi PP melalui Jalan Raya Timur, Jalan Raya Barat, jarak 12 Km, waktu 35 menit

Line 17

Pusat Pemberhentian-Soreang PP melalui Jalan Raya Timur, Jalan Kabupaten, Jalan Dalem Kaum, Jalan  Pasar Baru, Jalan Pasir Koja,  Jalan Kopo, jarak 18 Km, waktu satu jam.

Melihat lintas otobis pada masa itu bisa disimpulkan bahwa Jalan Raya Timur meurpakan jalan yang dilintasi semua bis. Mungkin karena persedian bis terbatas, maka banyak rute yang dibuat bersinggungan.  Jalan tegalega misalnya dilayani beberapa menjadi linatsan beberapa bus berbeda line.

Rute terpendek rute menuju Jalan Garuda sejauh 3 Km dengan waktu tempuh 20 menit. Sementara rute yang terjauh adalah line17 ke Soreang sepanjang 18 Km dengan waktu sejam, Line 14  ke Ujungberung sepanjang 12,5 Km dengan waktu 30 menit, line 16 ke Cimahi dengan jarak 12 Km dengan waktu 35 menit.   Rute angkutan umum seperti ini masih ada hingga kini.

Tarif otobis masa itu rata-rata 50 sen, namun untuk luar kota tarifnya lebih mahal.  Penumpang yang hendak ke Ujungberung harus membayar Rp 12,5 sama dengan kea rah Cimahi dan Soreang. Bandung pada 1952 juga memiliki sebuah perusahaan taksi. Namanya Taxi De Hoop yang berkantor di Jalan Tera No.10.  Dalam sebuah advetrensinya dicantumkan nomor tep 5789. “Kami membawa tuan2 dan Njonja2 dengan menyenangkan di mana sadja. Harga2 pantas dan bersaing. Pesanan Siang dan Malam (Pikiran Rakjat, 9 Juni 1952). Saya belum menemukan sumber sejauh mana kiprah taksi sebagai angkutan umum di kota Bandung. Dalam sejarah taksi di Indonesia diperkirakan sudah muncul di Bataviapada 1930-an. Hanya saja di zaman Hindia Belanda, para pengemudi kendaraan bermahkota itu tidak diizinkan mengambil penumpang di tengah jalan. Mereka hanya menurunkan penumpang di tempat-tempat yang sudah ditentukan oleh pemerintah ( Riwayat Taksi Betawi Tempo Doeloe dalamwww.Jakartabeat.net). Irvan Sjafari

Foto-:

www.Asmianastasia.blogspot.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun