Entah, sekarang bagaimana. Saya singgah terakhir sebelum pandemi, Mie Ayam Berkat di Jalan Margonda masih berdiri, masih ada pedagang buku kaki lima dan warung makan kaki lima, masih bersyukur. Masih ada tempat yang tinggal menjadi sejarah. Tetapi harusnya Margonda sekitar kampus sampai kapan pun punya karakter ini "kota mahasiswa" hingga memberi ciri Depok.
Depok itu harus punya karakter walau suburban dan bukan hanya jadi "pelayan Jakarta". Kalau maunya ikut arus Jakarta? Bikin "referendum" yuk, masuk Jakarta atau tetap di Jawa Barat. Sama seperti sejumlah tokoh Bekasi yang punya wacana masuk Jakarta. Entah apa alasannya.
Kalau saya punya alasan sendiri: Tidak mau Depok masuk Jakarta! Itu pernah saya tulis dan saya masih konsisten dengan itu, tetap ingin jadi warga Jawa Barat.
Sayangnya dari visi dan misi para kandidat paslon tidak mengarah ke situ menurut saya. Dua-duanya pragmatis. Sampai saat ini saya tidak tertarik pada kedua paslon. Entah nanti pada hari-H kalau ada pertimbangan lain.Â
Irvan Sjafari
Tulisan terkait
HUT Depok ke 18: Kemacetan Masalah Utama Kota "Dormitory"
Secara Pribadi Saya Menolak Depok Masuk Jakarta