Mohon tunggu...
Juragan Sego Tiwul
Juragan Sego Tiwul Mohon Tunggu... wiraswasta -

Open Minded, PD aja meski pendidikan pas2an, pernah kerja di KBRI (Kuli Bangunan Republik Indonesia) Kuala Lumpur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cerita Usang (2014)"Kisah Kompasianer dan Laptop Ajaib"

2 Januari 2015   06:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:59 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Apa jadinya jika menulis tidak lagi menjadi kesenangan belaka? Lebih dari itu apa jadinya jika menulis sudah menjadi ambisi?

Kompasiana menyediakan etalase yang luas bagi para pemikir bawah tanah maupun professional untuk berekspresi melalui tulisan. Di mana kuli bangunan, pembantu rumah tangga dan aneka professional nggak jelas lainnya bisa merasa sejajar dengan professional accredited(beneran) seperti dosen , guru, menteri bahkan wakil presiden.

Memelototi Kompasiana dari bangun tidur sampai mau tidur lagi sama halnya mengamati dunia dalam versi kecil. Membaca tulisan dengan beragam topik dan tujuannya sama juga dengan melihat karakter para penulisnya.

Banyak penulis di Kompasiana ini awalnya hanya iseng tetapi kemudian menjadi ketagihan. Banyak diantara mereka yang rela menunda tidur sampai larut malam atau menebalkan telinga mendengarkan rengekan anak kecilnya untuk sebuah postingan. Ada juga seorang kompasianer yang pada mulanya menulis untuk meredakan stress tetapi lama-kelamaan justru menjdi stress karena menulis. Kompasiana sebagai media sosial tentunya terjadi interaksi di dalamnya. Dan dari interaksi itu bisa berbuah positif dan sebaliknya bisa terjadi gesekan yang seringkali frontal. Namanyamanusia lain kepala lain pula isinya. Masing-masing punya pendapat ada yang biasa saja banyak juga yang ekstreem. Dari situlah kompasiana menjadi menarik. Penulis sendiri bisa mengenal Kompasiana karena seorang bloger legendaris paling kontroversial yang beberapa blognya sudah di bredel di dunia maya yang ternyata juga mantan kompasianer, Erianto Anas.

Begitulah ketika seorang kompasianer berbeda pendapat maka akan berusaha mempertahankan pendapatnya. Dan ketika isu itu menarik perhatian kompasianer lain untuk memberikan tanggapannya maka terjadilah kubu-kubu yang saling bertentangan. Akhirnya kompasiana sering kali menjadi ajang “berbalas pantun”. Inilah yang menarik karena masing-masing berusaha memberikan opininya se”masuk akal” mungkin.

Tidak ada ukuran yang pasti artikel yang bagaimana yang bisa dikatakan bagus, tetapi banyak yang mengangap yang masuk Trending Artikel (TA) lah yang dianggap hebat. Maka banyak kompasianer yang berlomba-lomba untuk TA. Ada juga yang menganggap tulisan yang hebat itu yang banyak di komen atau yang banyak di vote aktual. Apakah vote aktual dan banyaknya komen itu bisa menjadikan sebuah artikel jadi TA? Mungkin secara tidak langsung bisa. Karena jika sebuah artikel di komen atau di vote aktual maka akan di highlight oleh admin selanjutnya akan banyak orang yang baca yang hasilnya bisa jadi trending artikel. Yah sebenarnya kita hanya bisa berusaha tetapi admin yang menentukan. Dari situlah cerita berikut terinspirasi.

KISAH KOMPASIANER DAN LAPTOP AJAIB

Seorang kompasianer termangu-mangu di depan laptop kesayangannya. Dalam hatinya bertanya-tanya kenapa artikel yang baru di postingnya nggak nongol-nongol juga di index. Padahal dia sudah bertungkus lumus memeras otak untuk membuat tulisan itu.

“Server sedang error kah atau admin sedang sentimen???” begitulah kira-kira pertanyaannya.

Memang kompasiana sering juga eror. Kadang-kadang kita log in ternyata yang nongol akun orang. Kadang-kadang mau komen pun nggak bisa padahal sudah ngebet karena esmosi terpancing tulisan “tetangga sebelah”.

Tampaknya menjadi Kompasianer itu memang harus penyabar. Maka sambil browsing kesana-kemari dan komen di sana-sini ditunggu juga postingan yang “hilang kontak”. Menit demi menit berlalu, hati terasa resah. Seperti menunggu ayam bertelur, meskipun harga telur hanya seribu rupiah tetapi jika si ayam belum juga mau mengeluarkan telurnya hati belum plong juga.

Maka setelah di refresh berkali-kali, ditutup dan dibuka lagi, sign out dan sign in lagi lalu taraaaang….nongol juga artikel itu paling atas di index tulisan baru. Selamat sampai tujuan.

Satu perjalanan sudah dilalui tinggal menunggu nasib tulisan itu selanjutnya. Laku atau tidak itu saja. Wajar saja bukankah artikel di posting untuk dibaca orang lain?

Sekali lagi waktu demi waktu berlalu dan tulisan itu hanya beranjak dari yang teratas ke yang terbawah, artinya sudah banyak postingan yang lebih baru. Rasa galau pun berdesir di hati. Alamat tulisan akan jadi HL alias hanya lewat. Alamak….. padahal “tetangga sebelah” sudah Trending Article. “Dimana aku letakkan harga diriku?” gumamnya.

Sampai di puncak kegalauanya dia bertanya pada laptopnya,

”Hai laptop kenapa tulisanku tidak laku?”

Laptop yang jujur itu menjawab, ”Karena tulisan Tuan menyebalkan, tidak inspiratif, tidak bermanfaat dan terutama tidak aktual.”

“Apa???” kompasianer itu seperti tidak percaya karena tulisan-tulisannya sebelumnya laris manis dan selalu TA. Diapun bertanya lagi kepada laptopnya.

“Hai laptop jawablah dengan jujur kenapa tulisanku tidak laku?”

Dan jawaban nya masih sama seperti semula, “Begitulah Tuan, karena tulisan tuan tidak menarik, tidak bermanfaat, tidak inspiratif dan tidak aktual.”

Si kompasianer semakin kesal saja, ingin rasanya memurkai laptop itu. Tetapi di lalu sadar bukankah laptop itu selama ini selalu jujur? Dan memang biasanya demikian, semakin pintar suatu laptop maka dia semakin jujur. Tidak seperti manusia semakin pintar orangnya semakin suka menipu. Apalagi jika sudah jadi pejabat.

“Ah sudahlah, mungkin kamu benar. Biar aku akali saja supaya laku”

Tak berapa lama berpikir si kompasianer menemukan jalannya. Dibukanya halaman depan Kompasiana kemudian setelah artikel yang baru diposting ditemukan lalu di buka dan dia vote “aktual” dan berhasil. Beberapa saat kemudian artikel tersebut sudah “Highlight”. Hati nya kegirangan saking girangnya ia tidak hanya vote “Aktual” tulisannya sendiri tetapi juga komen yang “Pertamax” lebih dari itu dia juga balas komennya sendiri. Seperti layaknya dalang wayang Cepot yang ngomong-ngomong sendiri dijawab-jawab sendiri. Banyak yang mengira dia punya akun abal-abal yang lupa sign out ketika komen tulisannya sendiri.

Entah berpengaruh atau tidak yang jelas sebentar kemudian artikel itu sudah TA. Komen yang di dapat berderet-deret. Vote “aktual” pun berbaris.

Memang system Kompasiana membolehkan itu. Suatu alasan yang tidak bisa diganggu gugat. Aku pernah mencobanya dan memang iya bisa. Hanya terasa janggal saja. Itu seperti ketika aku jualan sesuatu lalu aku beli sendiri. Atau ketika aku mengerjakan ujian lalu aku sendiri yang menilai. Begitulah adanya dunia penuh warna-warni seperti juga Kompasianer.

Jika menulis sudah menjadi ambisi itu seperti ibadah yang kehilangan kesakralannya.

Di ujung hari yang pertama aku ucapkan Selamat Tahun Baru 2015, semoga menjadi lebih baik.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun