Seperti halnya menanam pohon, masa depan yang rindang tumbuh dari benih-benih yang ditanam dengan sabar sejak awal. Kehidupan setelah pensiun pun demikian, ia memerlukan waktu, perencanaan yang ditanam perlahan, dan kesungguhan yang konsisten, agar kelak menghadirkan keteduhan bagi jiwa yang lelah bekerja, lewat rindangnya kekuatan finansial yang telah kita pupuk sejak hari ini.
Kalau dihitung-hitung, kurang lebih 21 tahun lagi saya dan istri akan memasuki masa pensiun. Kedengarannya masih lama, tapi justru karena itulah saya merasa perlu bersiap-siap dari sekarang.
Tidak jarang teman-teman mencibir, “Lebay amat, pensiun masih dua dekade lagi kok sudah sibuk mikirin pensiun.” Saya cuma tertawa. Mungkin karena 20 tahun terdengar seperti waktu yang panjang. Padahal, kita semua tahu, waktu kerap melesat begitu cepat tanpa kita sadari.
Buktinya, pernikahan saya saja sudah menginjak usia 15 tahun. Rasanya baru kemarin saya mengenakan jas dan berdiri di pelaminan, kini anak-anak sudah hampir remaja.
Begitu juga dalam hal pekerjaan, masa pengabdian saya sebagai pegawai rasanya masih baru dimulai, padahal jika dihitung mundur, tinggal dua dekade lagi saya akan pensiun. Maka, tidak berlebihan rasanya jika hari ini saya mulai menata bekal pensiun.
Dua hal yang menjadi cita-cita saya di masa itu, tetap menulis dan menjadi pemilik berbagai perusahaan di Indonesia. Bukan bermimpi jadi konglomerat, tentu saja. Tapi menjadi investor saham, yang sejatinya juga pemilik perusahaan. Hehe.
Mantap dan Bangga Sebagai Investor
Perjalanan saya mengenal dunia saham dimulai secara tidak sengaja. Saat pandemi Covid-19 melanda, aktivitas luar rumah menjadi sangat terbatas.
Di situlah, seorang teman memperkenalkan saya pada investasi saham. Awalnya saya skeptis. Dunia saham bagi saya kala itu identik dengan risiko tinggi, kerumitan analisis, dan permainan orang-orang bermodal besar.