Mohon tunggu...
Junanto Herdiawan
Junanto Herdiawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Kelompok Kompasianer Mula-Mula

Pemerhati Ekonomi, Penikmat Kuliner, Penulis Buku, dan Pembelajar Ilmu Filsafat. Saat ini bekerja sebagai Direktur Departemen Komunikasi BI dan menjabat sebagai Ketua Ikatan Pegawai BI (IPEBI). Tulisan di blog ini adalah pandangan personal dan tidak mencerminkan atau mewakili lembaga tempatnya bekerja. Penulis juga tidak pernah memberi janji atau menerima apapun terkait jabatan. Harap hati-hati apabila ada yang mengatasnamakan penulis untuk kepentingan pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cinta Pertama Watanabe-san

17 Agustus 2011   14:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:41 1994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_129945" align="alignnone" width="680" caption="Watanabe-san (baris depan kedua dari kanan) bersama Dubes RI utk Jepang, M Luthfi (duduk tengah) / photo Junanto"][/caption] Namanya Watanabe-san, umur 81 tahun. Kami menyebutnya dengan panggilan “Oba-san”, atau “nenek” dalam bahasa Jepang. Ia orang Jepang asli. Tapi cinta pertamanya adalah Indonesia. Oba-san lahir pada tahun 1929 di kota Medan. Ia tinggal di sana hingga tahun 1941. Saat itu ia kelas 6 SD. Ayahnya adalah Konsul Jendral Jepang di Medan. Sebelum Perang Dunia ke-II meletus, ayahnya ditarik kembali ke kampung halamannya di Nagasaki, Jepang. Meski sudah kembali ke Jepang, kecintaan Oba-san pada Indonesia tak pernah putus. Kenangan masa kecil yang indah di Medan senantiasa membekas di hati Oba-san. Ia menyesalkan terjadinya Perang Dunia yang membuat bangsa-bangsa bertikai. Jepang ataupun negara lainnya harus belajar bahwa peperangan hanya membawa penderitaan. Oleh karena itulah, Oba-san, yang juga berprofesi sebagai seorang perawat, kemudian membentuk Asosiasi Persahabatan Jepang-Indonesia. Asosiasi ini aktif di berbagai kegiatan sosial. Menurut Oba-san, Indonesia dan Jepang adalah sahabat yang saling membantu saat membutuhkan. Saat terjadi tsunami di Aceh, bencana bom bali, dan tragedi lain di Indonesia, Oba-san selalu menggalang bantuan bagi Indonesia. Sebaliknya, saat Jepang dilanda tsunami Maret lalu, Indonesia berada di garda terdepan yang terjun menolong. [caption id="attachment_126112" align="alignleft" width="300" caption="Oba-san, bersama rekan2nya / photo Junanto"][/caption] Selain melalui kegiatan sosial, rasa cinta Oba-san terhadap Indonesia juga ditunjukkan dengan kehadirannya di setiap acara maupun upacara 17 Agustus di KBRI Tokyo. Saat 17 Agustus tiba, Oba-san selalu datang dengan penuh semangat. Bukan hanya di upacara pengibaran, namun juga di upacara penurunan bendera. Ia datang bersama rekan-rekannya dari Asosiasi Persahabatan Jepang-Indonesia, yang sebagian besar pernah tinggal di Indonesia. Pada upacara 17 Agustus 2011 hari ini, Oba-san kembali hadir di tengah kami para peserta upacara. Sudah lebih dari empat Duta Besar Indonesia yang menjadi inspektur upacara, Oba-san selalu hadir. Upacara, yang bertempat di Wisma Duta, KBRI Tokyo tersebut, menurut Oba-san, mampu membangkitkan kenangan-kenangan indahnya tentang Indonesia. Di usianya yang ke-81 tahun, Oba-san masih terlihat energetik. Ia selalu menolak untuk dipapah atau dibantu berjalan, meski kadang ia kepayahan. Saat bendera merah putih dikibarkan, ia masih sanggup berdiri dan memberi hormat. Ia juga tetap semangat jalan kian kemari menemui rekan maupun warga Indonesia yang hadir. Meski cuaca saat upacara bendera cukup panas, Oba-san mengatakan bahwa itu belum apa-apa dibandingkan kecintaannya pada Indonesia. Usianya mungkin sudah tua, kemampuannya mungkin sudah menurun, tapi semangat dan cintanya pada Republik Indonesia masih tinggi. Melihat semangat Oba-san mengikuti upacara bendera hari ini, saya merasa malu. Banyak dari kita yang masih muda sudah mulai “enggan” ikut upacara bendera. Mulai dari alasan panas, bulan puasa, tidak melihat manfaaat dari upacara bendera, hingga alasan lainnya. Mungkin ada berjuta alasan yang masuk akal untuk enggan mengikuti upacara. Sayapun kerap begitu. Tapi hari ini, di musim panas kota Tokyo yang menyengat, di hari puasa yang memekatkan tenggorokan, saya belajar dari Oba-san yang orang Jepang asli, tentang makna cinta, disiplin, dan pengorbanan bagi bangsa. Selamat Hari Ulang Tahun RI ke-66. Dirgahayu ! [caption id="attachment_126113" align="aligncenter" width="300" caption="Bersama Oba-san, usai upacara penurunan bendera"][/caption]


Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun