Mohon tunggu...
Jumino windhandini
Jumino windhandini Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang yang ingin selalu tersenyum hingga saatnya tiba

Seorang yang ingjn selalu tersenyum

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Pohon Randualas yang Dimanfaatkan Menjadi "Stasiun Cuaca"

29 Oktober 2017   17:41 Diperbarui: 2 November 2017   20:16 5341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terletak di didukuh Tempel desa Penadaran Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan sebuah stasiun cuaca berdiri tegak menjulang, mempunyai tinggi kurang lebih 30 meter dan diameter kurang lebih dua kali rentangan tangan orang dewasa dengan SOP (Standar Operasional Prosedur) yang diwariskan secara turun temurun baik dalam hal penggunaan (technical procedure) maupun perawatanya (maintenance).

Pohon Randu alas yang tumbuh tegak tinggi menjulang/dokumentasi pribadi
Pohon Randu alas yang tumbuh tegak tinggi menjulang/dokumentasi pribadi
Stasiun cuaca yang dimaksud adalah berupa pohon Randualas yang mempunyai nama latin Bombax ceibaLinn dengan usia yang mungkin sudah puluhan tahun atau bisa jadi ratusan tahun.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Dijelaskan oleh beberapa warga sekitar seperti bu Hartini (45 th) yang menceritakan bagaimana oleh kakeknya dulu menggunakan pohon Randualas ini sebagai patokan dalam kegiatan usaha tani yaitu jika daun muda pohon telah muncul maka saat tersebut sudah masuk pada musim penghujan (rendeng) sehingga merupakan waktu yang tepat untuk memulai menanam tanaman budidaya.

Lebih lanjut oleh pak H. Kaswoto (55 th) yang merupakan ketua kelompok tani dari masyarakat setempat yang menuturkan lebih jauh tentang keberadaan pohon Randualas bahwa dahulu pohon ini diberi pagar melingkar sehingga menyerupai kandang. Hal ini pula yang menyebabkan masyarakat hingga kini menyebutnya dengan nama pohon "Kandangan".

Selain itu, hingga saat ini oleh masyarakat sekitar pohon Randualas ini masih sering menyertakan pohon Randualas dalam upacara adat seperti pesta syukuran pernikahan maupun khitanan dalam bentuk memberikan "sesaji" yang menurutnya bukan karna klenik ataupun musrik melainkan sebagai upaya merawat keberadaan pohon agar tidak diganggu oleh tangan tangan manusia yang tidak bertanggung jawab.

Pak H. Kaswoto (55 th) Ketua Kelompok tani setempat/dokumentasi pribadi
Pak H. Kaswoto (55 th) Ketua Kelompok tani setempat/dokumentasi pribadi
Penggunaan tanaman dalam hal ini pohon Randualas sebagai media penanda musim yang kemudian digunakan sebagai patokan dalam kegiatan usahatani bukanlah hal baru terutama dalam tradisi pertanian masyarakat jawa. Dalam tradisi pertanian jawa tersebut dikenal dengan Pronotomongso yang merupakan pengetahuan lokal orang jawa dalam mengelola lahan pertanianya.

Sistem pranotomongso terdiri dari 12 mongso dan sudah dikenal ribuan tahun lalu oleh masyarakat jawa, Namun sebagai kalender baru diresmikan oleh raja Surakarta pada tanggal 22 Juni 1855. Sistem Pranotomongso ini didasarkan pada tanda tanda alam seperti kondisi tanaman, fenomena perubahan suhu, tingkah laku hewan maupun rasi bintang seperti contoh pada mongso kapat: waspo kumembang jroning kalbu mongso ini ditandai sumber air banyak yang kering, musim kemarau, pohon kapuk mulai berbuah, para petani mulai menggarap sawah untuk ditanami padi gogo, dengan rasi bintang penunjuk adalahjaran dawuk.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Agar lebih mempermudah penggunakan sistem Pranotomongso ini, selanjutnya ditindaklanjuti dengan secara khusus menanam pohon Randualas. Dan inilah yang dilakukan oleh para sesepuh masyarakat di didukuh Tempel desa Penadaran kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan puluhan tahun silam. Usaha ini juga menjadi cerminan bagaimana para sesepuh didusun tersebut memodifikasi teknologi Pranotomongso menjadi lebih praktis.

Dengan kata lain, dengan adanya pohon Randualas yang sengaja ditanam ini maka para petani dimudahkan dengan cukup melihat fenomena kondisi yang terjadi pada pohon Randualas tersebut untuk kemudian digunakan sebagai patokan dalam mengelola lahan pertanian. Sebagaimana dituturkan oleh mbah Kardi (75 th) yang berkisah tentang bagaimana para sesepuh dukuh Tempel pada jaman dahulu pernah berujar "Ojo pisan pisan nandur nak godong randualas durung semuroh"(jangan sekali kali tanam bila daun Randualas belum tampak menghijau seperti daun suruh).

salah satu kegiatan pertanian oleh warga/dokumentasi pribadi
salah satu kegiatan pertanian oleh warga/dokumentasi pribadi
Keberfungsian yang demikian inilah sehingga tidak berlebihan jika pohon Randualas ini disebut sebagai stasiun cuacanya para petani. Lebih dari itu, jika Pranotomongso merupakan hasil dari budaya jawa pada khususnya dan made in Indonesia pada umumnya maka begitupun dengan keberadaan Randualas ini karna merupakan bentuk penjabaran ataupun bagaian dari sistem Pranotomongso.

Namun, seiring dengan fenomena perubahan iklim (climate change) pada saat ini yang menyebabkan pakem Pranotomongso terasa jungkir balik (tidak tepat lagi) sehingga berimbas terhadap sistem ini yang mulai banyak ditinggalkan oleh petani. Demikian juga yang terjadi pada stasiun cuaca made inIndonesia ini. Kondisi inilah yang saat ini sedang dirasakan para petani disekitar stasiun cuaca made in Indonesia ini tak terkecuali oleh bu Hartini (40 th) dan pak H. Kaswoto (55 th) maupun Mbah Kardi (75 th).

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun