Mohon tunggu...
Julkhaidar Romadhon
Julkhaidar Romadhon Mohon Tunggu... Administrasi - Kandidat Doktor Pertanian UNSRI

Pengamat Pertanian Kandidat Doktor Ilmu Pertanian Universitas Sriwijaya. Http//:fokuspangan.wordpress.com Melihat sisi lain kebijakan pangan pemerintah secara objektif. Mengkritisi sekaligus menawarkan solusi demi kejayaan negeri.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Memahami Tafsir Surplus Beras 2.8 Juta ton

30 Oktober 2018   14:29 Diperbarui: 30 Oktober 2018   14:51 1353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Angka konsumsi 139 kg per kapita sangat relevan lagi kita pakai, jika mengingat kondisi ekonomi sekarang dimana 1 dollar US setara dengan Rp 15.000. Tentu hal ini sangat berpengaruh terhadap harga mie instant yang kemungkinan akan naik, mengingat bahan baku dari 100 persen terigu yang diimpor dari amerika. Sehingga pada akhirnya, masyarakat Indonesia akan kembali ke fitrahnya untuk mengkonsumsi nasi.

Kedua, surplus 2,85 juta ton tersebar di beberapa sector yaitu 14,1 juta rumah tangga produsen dan sekitar 47 persen stok ada di pinggilingan, pedagang, dan beberapa sektor lain.

Poin kedua ini menjadi poin yang sangat penting untuk kita cermati bersama. Surplus yang ditafsirkan penulis tadi bahwa sangatlah tipis bahkan bisa menjadi defisit, ternyata diperparah stocknya sebagian besar berada di penggilingan dan pedagang. Gangguan sedikit yang terjadi pada harga beras, akan membuat harga beras semakin naik dan harganya tidak terkendali.

Kondisi ini semakin riskan dan menjadi sangat berbahaya ketika pemilihan presiden (pilpres) sudah di depan mata. Biasanya tensi politik yang tinggi, akan semakin tinggi ketika Negara dalam kondisi rawan pangan dan tidak memiliki cadangan pangan nasional.

Poin ke dua ini sebenarnya juga menjawab kebingungan selama ini, mengapa harga beras selalu naik dan tidak kunjung turun. Hal ini disebabkan karena stock terbesar berada ditangan pedagang, penggilingan bukan ditangan pemerintah.

Tafsir Surplus 2.8 Juta ton

Pemerintah pada tahun 2019 akan melaksanakan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), yang seratus persen menganut system mekanisme pasar. Artinya, pemerintah membiarkan masyarakat bebas membeli beras di pasar sesuai dengan tingkatan harga beras di pasar.

Angka 2.8 juta ton akan ditafsirkan sebagian besar pedagang "nakal" sebagai patokan akan tipisnya cadangan beras pemerintah.

Apalagi BMKG sudah memprediksi akan adanya gangguan cuaca ekstreem yang akan mengakibatkan produksi beras turun. Hal ini semakin membuat pedagang memasang strategi untuk menahan stock beras agar harga beras semakin tinggi. Mereka tentu sangat hapal betul dengan hukum ekonomi yang mengatakan harga barang akan naik jika barang di pasaran langka sedangkan permintaan tetap.    

Banyak pihak yang menyarankan agar Kementan melakukan evaluasi kinerja besar-besaran di jajarannya. Seharusnya para pejabat Kementan mundur dari jabatan, sebagai bentuk tanggung jawab moral. Bahkan ada juga pihak yang menyarankan agar BPK melakukan audit terkait anggaran besar yang digelontorkan namun hasilnya tidak signifikan. Bahkan ada juga yang menyarankan agar KPK masuk untuk memeriksa ada tidaknya penyelewengan anggaran yang terjadi.

Namun terlepas dari itu semua, banyak hikmah yang bisa dipetik dari gonjang-ganjing surplus 2.8 juta ton. Pemerintah seharusnya semakin menyadari disinilah arti pentingnya campur tangan pemerintah dalam kebijakan perberasan. Pemerintah harus sadar bahwa pangan yang menyangkut hidup orang banyak tidak bisa dilepaskan saja ke dalam mekanisme pasar bebas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun