Mohon tunggu...
Julkhaidar Romadhon
Julkhaidar Romadhon Mohon Tunggu... Administrasi - Kandidat Doktor Pertanian UNSRI

Pengamat Pertanian Kandidat Doktor Ilmu Pertanian Universitas Sriwijaya. Http//:fokuspangan.wordpress.com Melihat sisi lain kebijakan pangan pemerintah secara objektif. Mengkritisi sekaligus menawarkan solusi demi kejayaan negeri.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Beras Jangan "Dilepas"

24 Februari 2018   21:04 Diperbarui: 8 Maret 2018   11:26 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah pelajaran berharga yang didapat bangsa ini dari impor beras 500 ribu ton dari Thailand dan Vietnam. Tidak hanya sebagai pelajaran namun juga menjadi tamparan keras untuk membukakan mata kita, bahwa masalah perberasan harus mendapatkan perhatian lebih. Salah mengambil kebijakan maka nasib 250 juta rakyat akan dipertaruhkan. Oleh karena itu, sebagai bangsa yang besar kita harus bisa mengambil hikmah dari kejadian tersebut

Fenomena apa yang bisa kita baca dari Impor beras 500 ribu ton?    

Impor beras telah menunjukkan bahwa bangsa ini belum saatnya menyerahkan urusan beras kepada "mekanisme pasar". Dengan adanya Kementan, Kemendag dan BULOG pemerintah masih saaja belum mampu menahan harga beras agar tetap stabil. Coba bayangkan, apalagi jika salah satu dari ketiga lembaga tersebut tidak ada? Pasti lebih parah lagi kejadiannya. Mungkin tidak hanya 500 ribu ton beras yang di impor, tetapi bisa jutaan ton.

Lantas kenapa, sebuah pertanyaan besar? ya, sebelum impor dilakukan pemerintah telah berjuang mati-matian agar swasembada pangan tercapai dalam waktu tiga tahun. Dari sisi hulu, suntikan dana puluhan triliun sudah mengalir ke sawah petani selama tiga tahun, namun apa didapat? Seharusnya, produksi gabah beras melimpah dan harga beras di pasaran stabil. Tapi kenyataannya harga melambung tinggi akibat panen banyak yang gagal terserang hama.

Apa boleh buat, itulah "fenomena alam" dan kita sampai sekarang tidak berdaya melawannya. Segala usaha katanya sudah dilakukan, mulai dari inovasi bibit unggul tahan wereng, pendampingan ahli-ahli pertanian dari Kementan, kucuran dana yang deras serta brigade alsintan yang sudah turun ke sawah dimana-mana.

Disatu sisi, walaupun hasil nyata belum kelihatan namun sebagai bangsa kita patut berbangga. Ternyata data produksi beras terus naik bahkan juga termasuk komoditas lain seperti jagung dan kedelai. Data diatas kertas merupakan bukti otentik hitam diatas putih, oleh karena itulah wajib harus ada kenaikan. Karena ini merupakan bentuk pertanggungjawaban yang bisa dibawa kemana-mana dan harus dibanggakan sebagai manifestasi sebuah keberhasilan. Walaupun keberhasilan semu, namun disitulah seni dan letak kebanggaannya sebagai obat untuk menghibur diri.

*****

Jika tadi dari sisi hulu, sekarang kita lihat dari sisi hilir. Sebelum impor beras terjadi, pemerintah sudah melakukan operasi pasar besar-besaran dan massif di seluruh Indonesia. Operasi pasar dilakukan BULOG dan Kemendag tidak hanya dilakukan satu atau dua hari, namun sudah dilakukan dalam rentang waktu bulan. Tidak hanya di pasar tapi juga di perumahan. Namun apa hasilnya? tidak signifikan, harga tetap bertengger nyaman pada posisi tinggi.

Ya inilah fenomenanya? satu sisi data produksi mengatakan surplus, disisi lain harga tetap naik. Bahkan dosen-dosen ilmu ekonomi pun menjadi bingung, bagaimana cara mereka menjelaskan teori penawaran dalam ilmu ekonomi kepada mahasiswanya. Dimana-mana termasuk di Negara pencetusnya, yang namanya penawaran melimpah atau surplus pasti akan menurunkan harga. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Sampai sekarangpun hukum penawaran belum terbantahkan. Namun, apa iya teori ini tidak berlaku di Indonesia.

Lalu apa pelajaran terbesarnya ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun