Mohon tunggu...
Julianda Boangmanalu
Julianda Boangmanalu Mohon Tunggu... Lainnya - ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk memahami dan suka pada literasi

Selanjutnya

Tutup

Politik

DPRD: Kekuasaan yang Tergerus

23 Juli 2022   06:56 Diperbarui: 23 Juli 2022   07:08 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Paripurna DPRD (sumber: merdeka.com)

Lahirnya pemikiran John Locke dan Montesquieu terkait pemisahan tiga fungsi kekuasaan, yaitu: fungsi kekuasaan legislatif (pembuat undang-undang), fungsi eksekutif (pelaksana undang-undang), dan fungsi kekuasaan yudikatif (kekuasaan kehakiman) adalah untuk membatasi kekuasaan absolut raja. 

Yang mempunyai kedaulatan untuk melaksanakan ketiga fungsi kekuasaan tersebut pada satu tangan, yaitu raja.
Kemudian, dalam literatur, Sir Ivon Jennings kemudian membedakan pemisahan kekuasaan dalam arti material dan formal. 

Dalam arti material maksudnya pemisahan kekuasaan yang dipertahankan secara tegas dalam tugas-tugas (fungsi) kenegaraan yang secara karakteristik memperlihatkan adanya pemisahan kekuasaan itu dalam tiga bagian, legislatif, eksekutif dan yudikatif. 

Sedangkan dalam arti formal maksudnya apabila pemisahan kekuasaan itu tidak dipertahankan dengan tegas. Ismail Sunny kemudian menyebutnya dengan pembagian kekuasaan (division of powers atau distribution of powers) yang kemudian dianut di Indonesia. 

Artinya, di Indonesia hanya dikenal dengan pembagian kekuasaan kedalam tiga fungsi: legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Mengamati perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia menganut paham pembagian kekuasaan, uniknya masing-masing kekuasaan tersebut dapat saling mengintervensi. 

Sebagai contoh, kekuasaan eksekutif, dalam hal ini Presiden selaku kepala pemerintahan, memiliki kewenangan sebagaimana dalam Pasal 22 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (2) UUD 1945, dapat membentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) dan Presiden juga dapat membuat Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana undang-undang yang mana kewenangan ini memasuki wilayah legislatif. 

Dan, juga dapat mengintervensi kekuasaan yudikatif dengan menggunakan hak konstitusi berupa pemberian grasi, meskipun putusan pengadilan tersebut telah berkekuatan hukum tetap. 

Begitu juga dengan kekuasaan yudikatif mengintervensi kekuasaan legislatif dengan yurisprudensi terhadap undang-undang. 

Sebagai contoh, Mahkamah Agung dapat melakukan uji materil terhadap Peraturan Perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, seperti: Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Daerah Provinsi/Kabuaten/Kota. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun