Malam ini, kita berdiri di penghujung tahun 1446 Hijriah, tepatnya 30 Dzulhijjah. Matahari akan terbit sebentar lagi, membawa kita ke hari baru, ke tahun baru yang ditandai dengan tanggal 1 Muharram 1447 Hijriah. Pergantian tahun dalam kalender Islam ini bukan sekadar urusan angka, bukan hanya lembaran kalender yang beralih. Ini adalah momen penting, sebuah titik awal yang sarat makna.
Muharram. Nama bulan ini saja sudah terasa istimewa. Ia adalah bulan pertama dalam penanggalan Hijriah, penanda dimulainya siklus baru. Sama seperti tahun baru Masehi, Muharram juga membawa semangat pembaharuan. Namun, bagi umat Muslim, Muharram memiliki kedalaman spiritual dan sejarah yang tak bisa diabaikan.
Selama ini, mungkin kita sering mendengar ceramah atau tulisan tentang keutamaan Muharram. Kita tahu ada amalan puasa sunah yang dianjurkan, terutama pada tanggal 10 Muharram, yang dikenal sebagai Hari Asyura. Kita juga ingat kisah-kisah penting yang terjadi di bulan ini, mulai dari penyelamatan Nabi Musa dari kejaran Firaun hingga peristiwa tragis di Karbala.
Tapi, apakah kita sudah benar-benar memahami mengapa Muharram ini begitu istimewa? Apakah kita sudah meresapi mengapa Allah dan Rasul-Nya memberi perhatian khusus pada bulan ini? Jawabannya ada pada esensi perubahan. Muharram adalah waktu yang tepat untuk memulai perubahan. Bukan perubahan kecil-kecilan, melainkan perubahan mendasar yang berdampak besar pada diri kita dan lingkungan sekitar.
Mengapa harus bergegas? Karena waktu terus berjalan. Setiap detik yang berlalu tidak akan pernah kembali. Jika kita menunda kebaikan, menunda perubahan, maka kesempatan itu bisa hilang begitu saja. Muharram datang setahun sekali, membawa pesan urgensi untuk segera berbenah. Kita tidak tahu apakah kita akan bertemu Muharram lagi di tahun depan.
Mari kita lihat diri kita sejenak. Apa saja kebiasaan buruk yang masih melekat? Apa saja dosa-dosa yang mungkin tanpa sadar kita lakukan? Bagaimana kualitas ibadah kita selama ini? Apakah hubungan kita dengan sesama sudah baik? Muharram adalah momen yang tepat untuk melakukan muhasabah, yaitu introspeksi diri secara jujur dan mendalam.
Setelah kita mengetahui titik-titik kelemahan kita, langkah selanjutnya adalah bertindak. Muharram bukan hanya tentang merenung, tapi tentang bergerak. Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya tidak hanya merenung tentang penindasan di Mekkah; mereka berhijrah, bergerak menuju Madinah, membangun peradaban baru. Itulah semangat hijrah yang seharusnya juga kita tanamkan di Muharram ini.
Perubahan itu bisa dimulai dari hal yang paling sederhana. Misalnya, jika selama ini kita sering menunda salat, maka di Muharram ini kita bertekad untuk salat tepat waktu. Jika kita sering berbicara kotor atau menggunjing orang lain, maka kita berazam untuk menjaga lisan. Jika kita jarang membaca Al-Quran, maka kita mulai membiasakan diri membacanya setiap hari, walau hanya satu ayat.
Ini bukan tentang menjadi sempurna dalam semalam. Ini tentang niat yang kuat dan langkah awal yang konsisten. Sedikit demi sedikit, perubahan positif akan terakumulasi menjadi kebiasaan baik yang kokoh. Dan kebiasaan baik inilah yang akan membentuk karakter kita menjadi lebih baik, lebih dekat dengan apa yang dicintai Allah SWT.
Contoh lain, kita bisa mulai memperbaiki hubungan dengan keluarga. Mungkin ada orang tua yang selama ini kurang kita perhatikan, atau saudara yang sudah lama tidak kita sapa. Muharram adalah waktu yang tepat untuk memperbaiki tali silaturahmi, meminta maaf, dan menebar kasih sayang. Keluarga adalah madrasah pertama kita, dan kebaikan harus dimulai dari sana.
Di lingkungan sosial, kita juga bisa melakukan perubahan. Mungkin selama ini kita kurang peduli dengan tetangga yang kesusahan, atau jarang terlibat dalam kegiatan kebaikan di masyarakat. Muharram adalah panggilan untuk lebih peka, lebih peduli, dan lebih aktif dalam menebar manfaat bagi orang banyak. Sedekah, membantu sesama, atau sekadar memberi senyum tulus, semua itu adalah kebaikan.