Mohon tunggu...
Julius Deliawan
Julius Deliawan Mohon Tunggu... Guru - https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Guru yang belajar dan mengajar menulis. Email : juliusdeliawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengajar Para Siswa Berani Bermimpi

17 Juli 2019   07:30 Diperbarui: 17 Juli 2019   07:36 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kalau punya mimpi jangan ketinggian, kalau tidak kesampaian jatuhnya sakit.

Sekilas kalimat ini biasa saja, tetapi adakalanya membuat seseorang takut bermimpi. Padahal mimpilah yang menggerakkan alam bawah sadar kita untuk melakukan tindakan. Keberadaannya membuat seseorang memiliki kekuatan lebih untuk terus bertahan pada arah yang telah ia tetapkan. Dari mimpilah perubahan bermula.

Dalam banyak kesempatan di kelas, saya sering mengajak para siswa  untuk bermimpi. Bukan sekedar mimpi, tetapi mimpi yang besar. Saya minta mereka mengabaikan  pikiran, apakah nanti mereka bisa atau tidak  menggapainya.

Alasannya sederhana, jika untuk bermimpi saja kita sudah membatasi diri, sementara realitas juga penuh dengan keterbatasan, lantas apa bedanya antara mimpi dan kenyataan? Dengan bermimpi, seandainya kelak tidak terwujud, kita tidak menyesal karena setidaknya pernah memimpikannya.

Mimpi tidak selalu harus dibenturkan dengan kenyataan, realitas yang kini sedang ada dan dialami. Jika kita bertahan pada realitas itu, kapan ada perubahan?

Para pembuat sejarah adalah para pemimpi. Ada yang mampu mewujudkannya setelah sekian lama jatuh bangun memperjuangkan mimpinya, tapi tidak sedikit yang mewariskan mimpinya untuk di wujudkan oleh generasi berikutnya. 

Bahkan hingga berabad-abad ada yang mimpi mereka masih jadi bahan perdebatan. Dikaji secara akademis di banyak perguruan tinggi. Ada juga yang dinyatakan sebagai gagasan utopis, tanpa vonis sang pemilik gagasan keliru. Tidak ada yang salah untuk sebuah impian.

Pragmatisme, segala sesuatu serba instan, menjebak kita malas bermimpi. Gagasan mati suri, karena menganggap segalanya telah tersedia. Alam berpikir dikuasai dan dikendalikan oleh segelintir orang. Akibatnya kelak hanya akan melahirkan generasi pengekor, berhenti sebagai masyarakat pemakai, sebatas itu. 

Tanpa kemampuan mencipta. Padahal, generasi sebelumnya adalah generasi yang mampu menghasilkan kebudayaan khas hasil dari olah pikir lokal (local genius). Tidak gampang meniru. Sejarah banyak mencatat hal-hal tersebut.

Maka menyadarkan mereka akan potensi akal budi yang Tuhan sudah berikan adalah hal penting. Itu semua bisa dimulai dengan memberikan ruang seluas-luasnya pada mereka,  para siswa, pemilik masa depan itu, untuk membangun sebuah impian. Dan belajar selangkah demi selangkah mengarahkan kaki pada impian itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun