Mohon tunggu...
Julius Deliawan
Julius Deliawan Mohon Tunggu... Guru - https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Guru yang belajar dan mengajar menulis. Email : juliusdeliawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Gotong Royong "Zaman Now", Kenapa Tidak?

23 Oktober 2017   13:27 Diperbarui: 23 Oktober 2017   13:28 905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Begitu baca slip gaji, potongannya lumayan juga. Tetapi karena ini menyangkut kebijakan pemerintah, sebagai warga negara, tidak ada pilihan harus ngikut. Meski sebenarnya dalam banyak hal saya masih meragukan bagaimana praktik di lapangan. Berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah, program model begini selalu berujung dengan layanan yang mengecewakan. Jauh panggang dari api.

Saya mungkin tidak tertarik untuk memanfaatkannya, selain kondisi saat ini, tempat kerja juga telah menyediakan layanan untuk hal tersebut. Lebih praktis. Jika saya atau anggota keluarga sakit, cukup ke dokter dimanapun saya mau. Besok kuitansinya tinggal saya ajukan ke tempat kerja, saat gajian biaya pengobatan di ganti sesuai ketentuan plafon. Jika butuh rawat inap, tinggal bawa ke RS rujukan, bawa kartu identitas, langsung dapat perawatan sesuai ketentuan kelasnya. Begitu pulang, tinggal tanda tangan, kalau ada kelebihan plafon tinggal bayar ke kantor sesuai ketentuan, bisa dicicil. Tetapi urusan dengan RS, semua dibereskan kantor. Sesederhana itu.

Sehingga saya berpikir, semestinya jika tempat kerja sudah menyediakan fasilitas kesehatan memadai bagi pegawainya, tidak perlu lagi diwajibkan untuk mengikuti program BPJS kesehatan. Dengan begitu, pemerintah bisa fokus pada mereka-mereka yang belum terlayani atau sulit mengakses layanan kesehatan. Sehingga program ini tidak menambah ribet, juga menambah besaran potongan bagi pegawai seperti saya ini.

Orang tua saya di kampung memberi kabar jika mereka ikut program BPJS. Pembayaran bulanannya, saya dan adik-adik bergantian tanggung. Menurut saya, mereka tepat jika dijadikan sebagai sasaran bagi program ini. Karena pasti akan maksimal dalam memanfaatkan programnya. Mereka rutin kontrol kesehatan ke faskes. Program ini akan langsung terasa manfaatnya bagi mereka.  Ketika orang tua saya harus di rawat inap di RS selama beberapa hari di salah satu RS Swasta di kota Metro Lampung. Manfaatnya benar-benar dirasakan, karena kami memang tidak perlu memikirkan biaya perawatan. BPJS menanggung biaya perawatan seratus persen.

Setelah peristiwa itu, saya mulai berpikir, mengevaluasi cara berpikir saya yang selama ini belum tepat dalam melihat program BPJS Kesehatan. Setiap bulan saya membayar iurannya, bukan hanya untuk saya tetapi juga istri dan anak-anak. Saya dan mereka, untuk biaya pengobatan masih ditanggung tempat kerja sesuai plafon. Plafon kantor saja, terkadang tidak termanfaatkan. Dalam hal ini tentu saja kami bersyukur, berarti kami diberi kesehatan sepanjang tahun. Namun dengan begitu sudah pasti kami tidak memanfaatkan fasilitas BPJS. Awalnya saya menilai ini pemborosan, kini saya mulai harus berpikir ulang.

Saya jadi teringat dengan salah satu tulisan di kompasiana bahwa Program BPJS Kesehatan adalah program Gotong Royong. Melalui beberapa pemberitaan, saya juga tahu bahwa BPJS kesehatan masih mengalami defisit anggaran. Salah satu penyebabnya adalah, banyak yang memanfaatkan jasanya, mereka berprinsip telah  membayar rutin iuran bulanannya, sayang jika tidak dimanfaatkan fasilitasnya. Perspektif yang tentu saja tidak salah. Tetapi bagi mereka yang telah membayar iurannya dan belum perlu memanfaatkannya pun sebenarnya juga tidak keliru. Jika masih ada fasilitas yang lain, sebenarnya tidak memanfaatkan BPJS kesehatan bukan suatu pemborosan.

Bertahun-tahun, masyarakat kita menghidupi sebuah paradigma 'orang miskin dilarang sakit', karena tingginya biaya rumah sakit. Memeriksakan diri ke dokter, menjadi salah satu bentuk kemewahan. Pengobatan alternatif  marak, bak jamur dimusim hujan. Ponari dengan batu ajaibnya menjadi fenomena di seantero negeri. Ini bukti banyak orang yang sakit, tetapi tidak berani mengakses fasilitas kesehatan. Mereka takut, biayanya mahal. BPJS Kesehatan mencoba mengikis paradigma tersebut. 

Siapa pun orangnya punya hak yang sama untuk mengakses fasilitas kesehatan. Hanya waktu saja yang membedakan. BPJS kesehatan  mengembangkan pemahaman, bahwa mereka yang menjadi pesertanya yang kini masih sehat bersama-sama menanggung biaya pengobatan mereka yang sedang sakit. Prinsipnya gotong royong, sebuah nilai luhur yang bersumber dari kepribadian bangsa ini. Saya pikir, sesuatu yang masih sangat relevan. Karena dengan membayar iuran, itu berarti kita sebenarnya juga sedang menolong sesama . Terlebih untuk mengetahui seluk beluknya kini cukup mudah, anda cukup menggunakan aplikasi mobile JKN dari BPJS Kesehatan yang dapat di unduh di Google Play atau Apple Store. Semoga bermanfaat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun