Sosok politisi partai Demokrat baru ini menjadi perbincangan di media sosial. Hal itu diakibatkan cuitan dirinya di Twitter tentang ucapan Selamat Hari Raya Idulfitri oleh Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo.
Sebelumnya, Roy Suryo melalui akun Twitter @KRMTRoySuryo2 pada 23 Mei mengungkap analisa terhadap proses pengambilan video greetings dari Presiden Jokowi dan Ibu Negara.
"Bagus ini video Ucapan Selamat Hari Raya dari Pak @jokowi & Ibu Iriana, dibuat Siang hari di Istana Bogor, diawali "Bird-eye-View" Stone s/d "masuk" ke Ruangan. Semoga Ketupat, Makanan & Minuman yang ada di Meja itu "Asesoris Shooting"saja ya, Khan kamrin2 masih Puasa? (Dilansir dari mediaindonesia.com, 25/5/2020)Â
Dengan cuitan itu menuai ragam komentar. Seperti pegiat media sosial Denny Siregar @ Dennysiregar7, "Selesai jadi pakar panci, @KRMTRoySuryo2 pun mendadak jadi pakar fotografi. @PDemokrat pasti bangga dengan kualitas kader2nya yang mumpuni seperti ini,"cuit Denny.
Dan, masih banyak komentar netizen yang lebih banyak menggelitik dan menakjubkan untuk seorang Roy Suryo.
Ada apa dengan Roy Suryo?
Pertanyaan untuk politisi Demokrat Roy Suryo ini, ada apa dengan Pak Roy Suryo?. Atau Entah apa yang merasukimu?. Jujur saja ya, kurang kerjaan juga seorang Roy Suryo mengomentari atau mengkritik sudut-sudut foto atau video ucapan selamat Hari Idulfitri Pak Jokowi dan Ibu Iriana.
Terlalu politis jadinya komentar Roy tersebut. Di hari yang Fitri harusnya komentarnya mengucapkan lagi selamat Hari Idulfitri buat Pak Jokowi dan Ibu Iriana atau jajaran pemerintahan.
Tapi, ini malah mengomentari sebuah foto dan video, itu kan aneh dan kurang kerjaan. Alhasil, kritik tajam menyerang seorang Roy. Itu imbasnya bila mengkritik penuh keanehan sesuatu yang baik.
Tak masuk akal juga, bila hal-hal seperti itu dikomentari secara detail. Roy pun diungkit masa lalunya terkait kasus panci sewaktu masih menjadi Menpora.
Ada apa sebenarnya dengan Roy Suryo?. Apa mungkin beliau masih tidak menyukai pemerintah?. Partai mereka memang oposisi pemerintah, tetapi tidak demikian juga mengomentari yang seharusnya tidak perlu dikomentari.
