Â
"Memimpin diri sendiri itu begitu sulit, apalagi jika memimpin orang lain."
Bukan saja dalam dunia perpolitikan, namun dalam segala lini kehidupan, bahwa soal pro, kontra dan pengkhianatan adalah hal yang biasa, sehingga tak perlu terlalu dirisaukan. Maka setiap ada pemilihan pemimpin baru yang dipilih secara demokrasi, pasti akan terjadi perilaku like dan dislike kepada para calon yang tampil.
Lalu muncullah para pengamat dan pelobi yang mendapat tugas khusus atau beradu peruntungan dalam kehidupannya, saat mendukung pihak tertentu. Bahkan ada sesama sahabat yang begitu akrab, namun karena beda pilihan, maka keduanya memperjuangkan kandidatnya sendiri-sendiri.
Masing-masing sedang berjuang memenangkan pemimpin yang menjadi impiannya. Para pemimpi akan pemimpin impian ini, bahkan memiliki keyakinan yang kokoh, bahwa calon pemimpin  yang dijunjungnya ini akan mengubah keadaan yang diharapkan. Segala cara pun dilakukannya, baik dengan cara yang halal atau haram. Intinya hanya satu, bahwa jagoannya harus menang.
Prof. DR. (HC) Dahlan Iskan adalah mantan CEO surat kabar Jawa Pos dan Jawa Pos Group yang bermarkas di Surabaya menjelaskan, "Pada lima tahun lalu ia pernah mendeklarasikan dukungan kepada Joko Widodo untuk maju sebagai calon presiden pada Pilpres 2014. Namun, pada pilpres kali ini ia mengalihkan dukungan ke Prabowo Subianto," (Tribunnews).
Tentu proses perpalingan ini tidak mendadak. Pasti ada dasarnya. Dan yang paling tahu alasannya adalah diri orang itu sendiri tentunya. Bisa dikatakan, intinya bahwa impian dari sang pemimpi ini atas pemimpin impiannya itu, tak terpenuhi. Akibatnya tak akan lagi mendukungnya. Ini adalah hal yang biasa dalam dunia kepemimpinan.
Tidaklah perlu dibesar-besarkan, sehingga menimbulkan permusuhan apalagi perpecahan. Setiap pemimpin, pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Hal ini bisa, memang terkait dengan kapasitas sang pemimpin itu sendiri, namun bisa juga karena ada pihak lain yang merasa kurang diuntungkan oleh kepemimpinannya itu.
Kalau memang persoalannya itu terkait dengan kapasitas dari pemimpin itu sendiri, maka perlu berubah untuk menuju yang lebih baik. Sebaliknya, jika sang pemimpin telah bekerja secara maksimal dan memberi hasil yang memuaskan untuk mayoritas, namun jika tetap dicari-cari kesalahannya, ini yang akan menjadi malapetaka tersendiri.-