Mohon tunggu...
Jovanco Markus
Jovanco Markus Mohon Tunggu... mahasiswa

saya seorang mahasiswa jurusan ilmu komunikasi Universitas Nasional. saya gemar membaca, menulis, dan menonton film.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

MERANTAU : Perjalanan Pace dari Kupang Menembus Rintang di Tangerang

30 Juli 2025   16:45 Diperbarui: 30 Juli 2025   16:51 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto instagram rickyrivandy

Oleh: Jovanco Markus | 29 juli 2025

Ricky Rivandy, mahasiswa asal Kupang yang akrab disapa Pace, memulai langkah besarnya ketika memutuskan merantau ke Tangerang untuk kuliah di Universitas Esa Unggul. Sejak tahun 2021, ia resmi menjadi mahasiswa jurusan Sistem Informasi. Baginya, meninggalkan rumah bukanlah perkara mudah, apalagi harus hidup di kota besar yang serba cepat. "Awalnya berat sekali. Saya tidak kenal siapa-siapa, dan suasananya benar-benar berbeda dengan Kupang," kenangnya.

Hari-harinya di awal perkuliahan diisi dengan rasa ragu dan canggung. Kota yang ramai, orang-orang yang bergerak begitu cepat, dan budaya komunikasi yang terasa asing membuatnya sempat merasa terasing. "Kalau di Kupang, orang-orang santai, selalu ada waktu ngobrol. Di sini, semua sibuk. Saya harus belajar menyesuaikan diri," kata Pace. Perlahan, ia mulai terbiasa, menemukan teman baru, dan berani membuka diri terhadap lingkungan yang beragam.

Di kampus, Pace harus menghadapi tantangan lain. Tugas-tugas kuliah jurusan Sistem Informasi yang penuh dengan logika, pemrograman, dan proyek kelompok datang bertubi-tubi. "Pernah rasanya ingin menyerah, apalagi kalau sudah banyak tugas coding dan saya tidak paham materinya," ujarnya. Namun, semangatnya untuk bertahan membuatnya terus mencari cara. Ia sering menghabiskan waktu lebih lama di perpustakaan dan tidak malu bertanya pada dosen maupun teman.

Selain kuliah, Pace juga menjalani magang di AXA Mandiri, Jakarta. Setiap pagi, ia harus berangkat lebih awal dari kosnya di Tangerang untuk mengejar waktu. "Rasanya lelah, apalagi kalau pulang sudah malam. Tapi saya senang karena banyak ilmu yang saya dapat dari magang ini," ungkapnya. Dunia kerja membuatnya belajar disiplin, manajemen waktu, dan cara menghadapi tekanan secara profesional.

Perjuangan itu tentu tidak lepas dari rasa rindu pada rumah. Malam hari sering kali menjadi momen paling berat bagi Pace. "Kadang saya merasa kosong, rindu dengan rumah, rindu dengan masakan ikan kuah belimbing dan sambal laut buatan mama, rindu ngobrol sama bapak juga," ceritanya pelan. Setiap kali rasa itu datang, ia memilih menelepon keluarga atau mendengarkan lagu-lagu daerah yang mengingatkannya pada kampung halaman.

Dosen pembimbingnya di kampus Bapak Badie Uddin, S.T., S.Kom., M.Kom melihat Pace sebagai contoh mahasiswa rantau yang punya daya juang tinggi. "Pace menghadapi banyak tantangan, tapi justru dari situ dia tumbuh. Mahasiswa rantau biasanya belajar lebih cepat soal kemandirian dan tanggung jawab," ujar sang dosen saat ditemui.

Selain belajar di kelas, pengalaman berbaur dengan teman-teman dari berbagai daerah membuat Pace semakin terbuka. Ia belajar memahami perbedaan, baik dalam budaya, cara berpikir, maupun cara hidup. "Dulu saya minder, merasa berbeda. Sekarang saya bangga dengan asal saya. Saya juga belajar banyak dari mereka," kata Pace dengan senyum lebar.

Meski sering tertekan oleh tugas kampus, ritme kerja, dan jarak dengan keluarga, Pace tetap berusaha melihat semua itu sebagai proses. Ia percaya bahwa perjuangan ini akan membawanya ke masa depan yang lebih baik. "Saya ingat pesan orang tua, kalau mau berhasil harus sabar dan jangan cepat menyerah," ucapnya.

Hari-hari Pace kini diisi dengan kegiatan yang padat, namun ia merasa semakin kuat. Setiap rintangan yang ia lewati menambah keyakinannya. "Saya mungkin jauh dari rumah, tapi doa mereka selalu dekat dengan saya. Itu yang bikin saya terus jalan," katanya.

Bagi Pace, merantau bukan hanya soal mengejar gelar sarjana di bidang Sistem Informasi, tapi juga perjalanan menemukan dirinya sendiri. Di balik rasa rindu yang selalu hadir, ia membawa restu keluarga sebagai kekuatan utama. "Suatu saat nanti, semua pengorbanan ini akan terbayar. Saya ingin membanggakan orang tua saya di Kupang," tutupnya dengan tatapan penuh harapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun