Saat belajar di rumah pun orangtua menyiapkan guru privat, bahkan PR anak pun dikerjakan oleh orangtua. Kebiasaan-kebiasaan ini, tanpa disadari berkontribusi mencetak nilai-nilai korupsi bagi anak. Termasuk gaya hidup sederhana yang jarang dipraktekkan di tengah keluarga-keluarga kita.
Kedua, gagalnya pendidikan agama dan budi pekerti. Sebagai seorang pendidik, saya merasakan sistem pendidikan saat ini belum berhasil menanamkan nilai-nilai anti korupsi. Meskipun selain kompetensi pengetahuan dan keterampilan, juga telah dimasukkan kompetensi sikap dalam desain kurikulum, nyatanya pendidikan agama seolah-olah terpisah dari kehidupan sehari-hari.
Keberhasilan pendidikan agama dan budi pekerti hanya diukur sampai tingkat pemahaman dan kemampuan peserta didik dalam melaksanakan praktek-praktek agamawi, bukan pada apresiasi pada penampakan nilai-nilai kebaikan.
Pendidikan moral tidak lagi dimasukkan ke dalam kurikulum 2013. Saat ini mata pelajaran PKn lebih menekankan pada pendidikan kewarganegaraan. Sayangnya, pendidikan kewarganegaraan ini tidak diperkuat dengan keteladanan dari pemangku kepentingan negara, termasuk tindakan korupsi yang dipertontonkan saat ini.
Jika hal ini terus menerus terjadi, akan sulit berharap lahirnya generasi tanpa korupsi. Sehingga di masa mendatang, mimpi tercipta Indonesia yang bebas dari korupsi hanya akan menjadi sebatas retorika.
Dalam hal inilah membangun suatu sistem pendidikan anti korupsi menjadi relevan, melawan korupsi dengan menanamkan nilai-nilai anti korupsi pada generasi muda sejak dini.
Sekolah harus menjadi lingkungan contoh penerapan nilai-nilai anti-korupsi, yang ditunjukkan tidak hanya dengan program dan peraturan-peraturan sekolah, tetapi utamanya keteladanan dari semua warga sekolah.
Tanggung jawab menanamkan nilai-nilai anti korupsi ini tentu tidak hanya menjadi beban guru agama dan budi pekerti. Seluruh guru juga semua warga sekolah harus mengambil peran dalam menebarkan nilai-nilai anti korupsi.
Kepala Sekolah harus menunjukkan pengelolaan operasional sekolah yang transparan dan kepemimpinan yang melayani. Tenaga kependidikan menunjukkan keteladanan dalam proses administrasi dan pelayanan sekolah yang seoptimal mungkin.
Guru-guru yang mengajar meta pelajaran selain agama dan budi pekerti, misalnya seorang guru Bahasa Indonesi, perlu memilih teks bacaan yang mengandung pesan-pesan anti korupsi dalam pembelajaran dan kemudian memfasilitasi diskusi sehingga setiap peserta didik dilibatkan masuk ke dalam implementasi praktisnya.
Penerapan merdeka belajar saat ini seharusnya tidak menjadi alasan bagi guru terpaku pada teks buku paket yang digunakan sekolah. jika tidak bisa mengakomodir kepentingan pembelajaran nilai anti korupsi, guru dibebaskan mendesain sendiri artikel bacaan yang akan dipakai dalam proses pembelajaran.