Mohon tunggu...
Jose Hasibuan
Jose Hasibuan Mohon Tunggu... Guru - Seorang abdi bangsa

Tertarik pada dunia pendidikan, matematika finansial, life style, kehidupan sosial dan budaya. Sesekali menyoroti soal pemerintahan. Penikmat kuliner dan jalan-jalan. Senang nonton badminton dan bola voli.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hati-hati Lidah Mertua!

8 September 2020   06:30 Diperbarui: 8 September 2020   06:41 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
worldofsucculents.com

Konflik di antara suami dan istri adalah bagian dari dinamika berumah tangga. Ibarat sebuah masakan, konflik turut memberi rasa manis dan asin dalam keluarga.

Hampir bisa dipastikan, tidak ada pasutri yang nihil konflik sama sekali. Dua orang berbeda watak dan keinginan, yang tinggal 24 jam sehari di bawah satu atap, rasanya tidak mungkin tak pernah terjadi cekcok.

Dalam tingkatan tertentu, cekcok di antara suami dan istri adalah sesuatu yang sehat. Ini menandakan terjadi komunikasi dan harapan di antara keduanya.

Cekcok terjadi biasanya karena ada harapan yang tak terpenuhi. Misalkan saat suami pulang ke rumah setelah seharian bekerja, berharap akan disuguhi teh hangat dan dilayani dengan baik oleh istri. Namun karena istri kurang peka, dan suami tidak pernah mengkomunikasikan harapannya, maka ini bisa memicu ribut-ribut ringan.

Dalam hal ini, ribut-ribut ringan diperlukan agar suami menyampaikan harapannya dan istri jadi tahu apa yang diinginkan suami. Justru yang tidak sehat adalah jika suami mendiamkannya dan terus memendam kekecewaan karena merasa tidak dilayani dengan baik.

Jika ini yang terjadi, suasana rumah memang tak terjadi riak-riak cekcok, tapi pengenalan di antara keduanya tidak terjadi makin dalam. Alhasil, relasi di antara keduanya akan terjadi sangat hambar dan dingin.

Karena itu, cekcok kecil-kecilan memang diperlukan terjadi di antara suami dan istri, asal dapat dikelola dengan baik sehingga menghasilkan pengenalan yang makin dalam di antara keduanya.

Kelemahan dari pasutri yang tinggal di rumah mertua adalah saling jaim sehingga konflik sehat tidak terjadi secara alami. Apalagi jika sang mertua atau keluarga lainnya yang tinggal di rumah, ikut-ikutan dalam konflik internal yang terjadi.

Inilah yang saya maksud ketika menuliskan judul artikel ini "hati-hati lidah mertua!". Sebenarnya tidak hanya mertua, tetapi juga seluruh keluarga besar yang tinggal bersama satu atap diluar pasangan suami dan istri tersebut.

Mengapa perlu berhati-hati? Biasanya, mertua atau keluarga lainnya tidak bisa menempatkan diri pada pihak yang netral ketika terjadi konflik antara suami dan istri. Ini berpotensi akan membuat masalah kecil jadi besar dan tak terselesaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun