Dunia anak adalah dunia yang menyenangkan. Dunia yang indah. Di masa anak-anak itu kita bisa bermain, bertengkar dan rukun kembali, seolah tanpa bekas sakit hati.
Sungguh luar biasa dunia anak-anak. Dengan pikiran polos, mereka harus tetap belajar memilah hitam putih kehidupan. Dari mana mereka belajar?
Ada banyak hal yang bisa menjadi tempat dan sumber belajar. Paling utama pastinya di lingkungan rumah. Baru nanti menyusul lingkungan sekolah dan masyarakat.
Bagi orang tua zaman dulu tak asing dengan aktivitas mendongeng. Sebelum tidur, dipastikan anak-anak didongengi. Paling tidak cerita Abu Nawas dengan segala kecerdikannya, fabel, kisah nabi dan sebagainya.
Para orangtua masa kini, tidak begitu peduli dengan dunia dongeng. Banyak yang tidak mendongeng demi buah hatinya dengan berbagai alasan. Mulai dari kesibukan sampai bisa digantikannya dongeng secara lisan dan langsung dengan video yang bisa ditonton melalui film.
Padahal mendongeng memiliki nilai lebih ketimbang dongeng lewat video film, meski sama-sama memiliki pesan moral dan nilai bagi anak. Dongeng memang sebuah seni yang bisa digunakan untuk mendidik anak.
Di dalam dongeng, penulis atau pengarang lebih menggurui anak agar berbuat sesuai norma yang berlaku di masyarakat. Yang jelas pengarang dongeng harus menggambarkan tokoh protagonis dan antagonis secara jelas agar anak mudah mencerna pesan.
Nah, pendongeng ---orang tua terutama--- harus bisa menyampaikan dan bisa membangun dongeng secara ekspresif. Lain halnya dengan film. Dalam film, tokoh benar-benar bisa dilihat. Ekspresi bisa dilihat langsung.
Setiap orang bisa membuat dongeng
Saya yakin semua orangtua sebenarnya bisa membuat cerita dongeng meski tidak dituliskan. Dongeng dibuat secara dadakan. Secara lisan. Bisa saja yang bersangkutan lupa dengan dongeng itu, tetapi anak akan mengingatnya.
Jelekkah dongeng mereka? Inti dari dongeng adalah mengajarkan hal positif bagi anak. Selama hal tersebut terpenuhi maka dongeng tersebut baik.Â