Nisan salib seorang warga bernama Albertus Slamet Sugihardi yang dipotong pada bagian atasnya oleh warga RT 53 RW 13, Purbayan, Kotagede Yogyakarta sempat menjadi viral.
Gubernur DIY, sekaligus raja di Keraton Yogyakarta, menyampaikan komentar bahwa di wilayah Purbayan RT 53 RW 13 tidak ada kasus intoleran. Jadi pemotongan nisan salib bukanlah kasus intoleran akan tetapi kesepakatan.
Makam di wilayah Purbayan adalah makam penduduk muslim tetapi mereka mengizinkan jenazah Slamet dikuburkan di kompleks pemakaman tersebut.Â
Mereka, antara warga Purbayan dan keluarga mendiang Slamet bersepakat. Daripada jenazah dikuburkan di pemakaman yang letaknya jauh yaitu di Mrican.
"Tidak ada (intoleran)", kata Sultan. Antara warga dan keluarga mendiang tak ada masalah. Sultan beranggapan bahwa isu intoleran karena hal tersebut terlanjur viral. Padahal apa yang beredar tidak sesuai dengan yang sebenarnya terjadi.
"Ini konsekuensi dari diviralkan itu. Jadi tidak ada masalah", jelas Sultan.
"Bukan masalah pemotongan, itu (Purbayan) masyarakat muslim, mereka yang ada di situ, itu ada yang berbeda (mendiang Slamet dan keluarga). Daripada dimakamkan ke Mrican, mereka sepakat untuk dimakamkan di situ(Purbayan). Terus ada kesepakatan (memotong nisan salib), kan itu saja", jelas Sultan.
Jadi pernyataan Sultan sekaligus menjawab isu intoleran yang berkembang beberapa hari terakhir.
Warga Purbayan sendiri membantu proses penguburan jenazah Slamet. Isteri Slamet, Maria Sutris Winarni, telah membuat pernyataan bahwa dirinya tak keberatan dengan pemotongan nisan salib.Â
Sudah ada kesepakatan antara keluarga, pengurus makam, tokoh masyarakat dan pengurus gereja.
Jogja berhati nyaman. Toleransi tetap dijunjung tinggi.
---
Dari berbagai sumber.