Bagaimana jika Anda bisa berbicara dengan almarhum keluarga atau sahabat Anda melalui sebuah robot?Â
Dua orang sahabat, Eugenia Kuyda dan Roman Mazurenko, telah melalui suka duka dalam mengejar cita-cita dan menjadi mitra bisnis bersama. Suatu hari, Mazurenko mengalami kecelakaan mobil dan meninggal seketika. Seluruh teman-temannya ingin membuat peringatan terbaik dengan berbagai cara, baik dengan buku coffee-table, film, sampai situs yang mendokumentasikan seluruh perjalanan hidupnya. Sebagai sahabat karib, Kuyda merasa itu semua tidak cukup.
Kuyda adalah pemilik perusahaan rintisan (startup) Luka, yang khusus membuat chatbot, robot yang memperkaya interaksi antara manusia dan komputer melalui media aplikasi chatting. Salah satu produk terbaik Luka adalah chatbot restoran yang bisa meniru pelayan restoran dan memberikan pelayanan yang prima baik pemesanan makanan, pembayaran, dan parkiran valet secara otomatis. Kuyda mulai berpikir, apakah hal serupa bisa diterapkan untuk meniru pribadi sahabat karibnya, Mazurenko?
Contohnya, ketika Kuyda mulai bertanya soal perusahaan rintisan Mazurenko yang gagal, Stampsy, Roman membalas, "This is not the Stampsy I want to be. So far, it's just a piece of sh*t, and not the product I want." (terj. Ini bukan Stampsy yang kuinginkan. Sejauh ini, itu [Stampsy] hanyalah sampah, dan bukan produk yang kuharapkan.)
Orang-orang terdekat almarhum berinteraksi dengan bot itu untuk menyampaikan berbagai hal yang tidak sempat disampaikan selama dia hidup. Ada yang menyampaikan penyesalan: "It hurts that we could not save you." (Sungguh menyakitkan kami tidak bisa menyelamatkanmu.) dan bot itu membalas, "I know." (Aku tahu). Roman pun bisa menyampaikan celetukan lucu, seperti ketika seseorang memberi pesan, "You are a genius." (Kamu jenius) dan dibalas, "Also, handsome." (Juga tampan).
Roman adalah respons abad 21 terhadap pertanyaan tersebut, dan menimbulkan berbagai kontroversi. Secara positif, beberapa orang mengaku mendapat pemulihan, hati mereka menjadi lebih lega karena bisa menyampaikan penyesalan, pengakuan kepada almarhum kepada bot itu dengan jujur. Orang tua almarhum jadi lebih mengenal anaknya melalui pesan-pesan yang menyampaikan beragam persoalan hidup yang tak pernah disampaikannya semasa hidup.Â
Walau begitu, chatbot ini juga berpotensi negatif di mana orang-orang bisa berkomunikasi dengan chatbot ini untuk mengalihkan kesedihannya dan menolak fakta kematian almarhum. Penulis berpendapat, kesadaran bahwa Roman hanyalah sebuah chatbot yang meniru pribadi almarhum Roman Mazurenko adalah kunci dari komunikasi yang sehat.
Kecerdasan buatan telah memungkinkan manusia merancang suatu purwarupa 'keabadian', di mana bagian dari suatu pribadi masih ada setelah kematian. Apakah kemajuan ini akan mulai membuat orang-orang lebih mencari Tuhan, atau berniat membuat sebuah 'surga' yang diwujudkan secara digital?
---
Sumber dari:Â
Newton, C. 2016. Speak, Memory.Â