Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Edhy Prabowo, Mungkin Bukan Pusat Korupsi di KKP

30 November 2020   15:01 Diperbarui: 30 November 2020   15:05 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Terdapat dua perbedaan utama korupsi pada era Orde Baru dengan korupsi setelah reformasi, yaitu berbeda dalam sebaran korupsinya dan berbeda juga pada jumlah atau besaran yang dikorupsi.

Berdasarkan dua perbedaan itu, maka pemenang adalah rezim setelah reformasi. Artinya sebaran korupsi lebih luas, dan jumlah rupiah yang ditilep lebih besar.

Persamaannya adalah bahwa korupsi di kedua masa itu geometrinya sama, sama-sama piramida, artinya berpuncak pada seseorang, atau sekelompok orang, atau berpuncak pada sebuah institusi. Puncak itulah yang menjadi pusat korupsi.

Pada masa Orde Baru, setiap kita paham dan mahfum, bahwa puncak piramida korupsi adalah keluarga sang penguasa. Hal itu mudah dimengerti karena pada masa itu seluruh kekuasaan terpusat pada satu keluarga. 

Absolute power tends to corrupt absolutely, begitu kata pepatah yang dituliskan di banyak buku. Boleh diartikan bahwa korupsi selalu berpusat ke yang memegang kekuasaan mutlak itu.

Karena puncak piramida sangat jelas siapa dan di mana, dengan kata lain pusat lingkaran diketahui dengan pasti, menyebabkan mahluk-mahluk yang bernafsu untuk ikut menikmati gurihnya korupsi bisa dengan mudah dan pasti ke mana harus mendekat, ke siapa harus berbicara. Secara alamiah, terbentuklah lingkaran korupsi yang pusatnya sangat jelas, siapa dan di mana.

Sang pusat terlindungi oleh lingkaran pertama, lalu lingkaran kedua, dan seterusnya. Banyaknya lingkaran yang menutupi pusat itulah yang membuat sang pusat dapat menggenggam kekuasaan begitu sangat lama. Penghuni lingkaran silih berganti, sang pusat seolah akan abadi, tetapi ternyata tidak. Apapun selalu ada masanya.

Reformasi menggebrak, dan yang pertama didobrak adalah perihal pembagian kekuasaan. Berdasarkan filosofi Trias Politika, kekuasaan dibelah menjadi tiga bagian. Berdasarkan otonomi, kekuasaan dibelah menjadi banyak bagian sesuai jumlah provinsi, yang di provinsi dibelah lagi menjadi kabupaten/kota madya.

Power tends to corrupt. Pusat kekuasaan potensial menjadi pusat korupsi. Pusat-pusat korupsi sesudah reformasi menjadi sangat banyak, piramida berjamaah yang berpuncak pada sesuatu atau seseorang. 

Korupsi yang berpusat di provinsi, ada yang berpusat di kabupaten, berpusat di kementerian, korupsi yang berpusat di departemen, berpusat di dirjen, berpusat di legislatif, berpusat di yudikatif, dan pusat-pusat lainnya.

Pusat korupsi menjadi sangat banyak, sebanyak pusat kekuasaan. Sebaran korupsi jauh melangkahi era Orde Baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun