Terdapat dua perbedaan utama korupsi pada era Orde Baru dengan korupsi setelah reformasi, yaitu berbeda dalam sebaran korupsinya dan berbeda juga pada jumlah atau besaran yang dikorupsi.
Berdasarkan dua perbedaan itu, maka pemenang adalah rezim setelah reformasi. Artinya sebaran korupsi lebih luas, dan jumlah rupiah yang ditilep lebih besar.
Persamaannya adalah bahwa korupsi di kedua masa itu geometrinya sama, sama-sama piramida, artinya berpuncak pada seseorang, atau sekelompok orang, atau berpuncak pada sebuah institusi. Puncak itulah yang menjadi pusat korupsi.
Pada masa Orde Baru, setiap kita paham dan mahfum, bahwa puncak piramida korupsi adalah keluarga sang penguasa. Hal itu mudah dimengerti karena pada masa itu seluruh kekuasaan terpusat pada satu keluarga.Â
Absolute power tends to corrupt absolutely, begitu kata pepatah yang dituliskan di banyak buku. Boleh diartikan bahwa korupsi selalu berpusat ke yang memegang kekuasaan mutlak itu.
Karena puncak piramida sangat jelas siapa dan di mana, dengan kata lain pusat lingkaran diketahui dengan pasti, menyebabkan mahluk-mahluk yang bernafsu untuk ikut menikmati gurihnya korupsi bisa dengan mudah dan pasti ke mana harus mendekat, ke siapa harus berbicara. Secara alamiah, terbentuklah lingkaran korupsi yang pusatnya sangat jelas, siapa dan di mana.
Sang pusat terlindungi oleh lingkaran pertama, lalu lingkaran kedua, dan seterusnya. Banyaknya lingkaran yang menutupi pusat itulah yang membuat sang pusat dapat menggenggam kekuasaan begitu sangat lama. Penghuni lingkaran silih berganti, sang pusat seolah akan abadi, tetapi ternyata tidak. Apapun selalu ada masanya.
Reformasi menggebrak, dan yang pertama didobrak adalah perihal pembagian kekuasaan. Berdasarkan filosofi Trias Politika, kekuasaan dibelah menjadi tiga bagian. Berdasarkan otonomi, kekuasaan dibelah menjadi banyak bagian sesuai jumlah provinsi, yang di provinsi dibelah lagi menjadi kabupaten/kota madya.
Power tends to corrupt. Pusat kekuasaan potensial menjadi pusat korupsi. Pusat-pusat korupsi sesudah reformasi menjadi sangat banyak, piramida berjamaah yang berpuncak pada sesuatu atau seseorang.Â
Korupsi yang berpusat di provinsi, ada yang berpusat di kabupaten, berpusat di kementerian, korupsi yang berpusat di departemen, berpusat di dirjen, berpusat di legislatif, berpusat di yudikatif, dan pusat-pusat lainnya.
Pusat korupsi menjadi sangat banyak, sebanyak pusat kekuasaan. Sebaran korupsi jauh melangkahi era Orde Baru.