Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Ken Arok-Pilpres 2024

11 November 2020   15:35 Diperbarui: 11 November 2020   16:00 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Alkisah, seseorang melakukan tapa brata di padang Karautan, sebuah wilayah angker yang sangat mistis. Padang itu dihuni bermacam mahluk aneh, ular besar yang dapat menelan gajah, ular paling beracun, dan semua binatang paling mengerikan hidup saling memangsa di sana. Saat malam, segala jenis suara yang merindingkan bulu kuduk diproduksi dan disiarkan di padang ini. Tak seorangpun berani melintas, siang hari apalagi malam hari, kecuali orang gila yang satu ini, bahkan tinggal dan melakukan tapa brata di padang yang maha seram ini.

Dan begitulah, selewat beberapa purnama, seberkas sinar biru turun dari langit, jatuh tepat di ubun-ubun sang pertapa. Turunnya sinar biru itu membuat semua mahluk terdiam ketakutan sekaligus terpesona, padang karautan yang semula riuh tiba-tiba sunyi senyap, kesenyapan yang sangat mencekam.

Itulah pertanda turunnya sebuah pulung, pertanda dari langit. Sang sinar biru, jelmaan dewa Brahmana, tuntas masuk ke tubuh sang pertapa, membuat sang pertapa kini sah menjadi anak dewa. Sang pertapa kini menggenggam pulung di tangan, awal dari kehendak berkuasa, dan tidak sekedar berkuasa tetapi seperti kekuasaan dewa, kekuasaan itu tidak memiliki batas.

Ken Arok, sang penerima pulung, kehendak dan nafsu berkuasa kini menggelegak membakar dada.

Menghubungkan diri dengan kehendak langit, menempatkan diri ke pohon silsilah dewa-dewa, mencitrakan diri menjadi penerima pulung dan menjadi penghubung langit - bumi, dewa -- manusia. Itulah yang pertama harus dilakukan jika berkehendak untuk berkuasa, atau berkehendak untuk merebut kekuasaan, dan kekuasaan itu absolut. Dan dahulu kala, itulah yang dilakukan oleh semua raja-raja di Nusantara. Setiap raja harus mendapat legitimasi dari langit serta silsilah yang terhubungkan dengan salah satu dewa langit.

Kekuasaan yang diraih dengan cara seperti ini, oleh Max Weber dalam bukunya The Types of Legitimate Domination dimasukkan ke dalam kekuasaan berbasis legitimasi kharismatik, kekuasaan yang mengacu pada kesucian, kepahlawanan, atau hal-hal lain yang membuat seorang individu dinobatkan sebagai pemimpin, misalnya nabi atau pemuka agama.

Dalam buku itu, Max Weber membagi basis legitimasi seorang pemimpin menjadi tiga jenis.

Pertama, basis legitimasi rasional, mengacu pada seperangkat aturan hukum yang sudah disepakati, misalnya undang-undang pemilihan presiden, gubernur, bupati, dan anggota dewan. Basis legitimasi rasional ini menjadi basis legitimasi yang paling dapat diterima, karena mengacu pada seperangkat hukum yang diketahui dan disepakati bersama.

Kedua, basis legitimasi tradisional, mengacu pada kepercayaan terhadap tradisi, misalnya memilih kepala suku berdasarkan garis keturunan.

Ketiga, basis legitimasi kharismatik, seperti contoh yang di atas itu.

Dalam kelompok yang dipimpin oleh pemimpin dengan basis legitimasi rasional, baik anggota kelompok maupun pemimpin kelompok diwajibkan untuk tunduk pada hukum yang berlaku. Hubungan antara pemimpin dan anggota kelompok bersifat impersonal, anggota kelompok dipandang sebagai individu yang bebas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun