Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pekerjaan: Menggerutu

19 Februari 2020   14:58 Diperbarui: 19 Februari 2020   15:06 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di jalan raya menuju ke rumahku, semua rumah dan ruko di kiri -- kanan jalan, tanpa kecuali, menutup got dengan cor beton, dari ujung selatan sampai ke ujung utara. Jadi, saat hujan, ya air hujan tidak bisa masuk ke got. Got kering, jalanan yang banjir. Hebatnya, jika jalanan banjir, semua memaki pemerintah, terutama gubernur. Gubernur kampret menjadi makian terfavorit.

Di jalan lainnya, got di kiri-kanan jalan menjadi tempat terfavorit membuang sampah. Pekarangan rumah disapu ke arah got, begitulah sepanjang musim kemarau. Got penuh sampah segala jenis dan ragam. Hebat, ketika hujan turun, got tidak berfungsi, jalan raya benjir dan meluber ke pekarangan, yang dimaki kembali pemerintah, gubernur kampret katanya.

Kunjungilah pintu air manggarai ketika hujan. Akan kau temukan di situ tersangkut kasur bekas, meja yang rusak, bangkai kambing, kayu bekas, lemari bekas, komputer PC bekas. Tetapi yang salah tetaplah gubernur, kampret lagi. Sungai Ciliwung terkenal sebagai tempat pembuangan sampah terpanjang di dunia, atau barang kali terpanjang segalaksi. Tetapi yang salah tetaplah pemerintah, gubernur kampret lagi.

Itu sekilas tentang banjir.

Ketika harga pertamax naik, aku menggerutu habis. Biaya bahan bakar untuk dua mobilku jadi bertambah. Jadi aku postinglah ke medsos bahwa rezim pemerintah yang sekarang tidak peduli pada rakyat kecil dan miskin, saya sertakan juga foto-foto gerobak pemulung agar lebih meyakinkan. Bah, aku tidak sadar, gerobak pemulung itu tidak membutuhkan setetespun pertamax, tetapi memerlukan tetesan keringat. Ternyata tidak ada pengaruh pertamax ke tukang gerobak ya. Jadi, sebenarnya saya hanya mengatasnamakan orang miskin demi kepentinganku, agar biaya bahan bakar dua mobil di garasiku tidak bertambah. Aku jahat ya.

Dan seorang temanku ikut demo, besar-besaran lagi. Mereka teriak menuntut kenaikan gaji, harus sesuai standar kehidupan, kata mereka. Emang standar kehidupan itu seperti apa?, temanku bilang begini: cukup makanan bergizi, bisa menabung untuk hari tua, cukup istirahat dan liburan. Tetapi dia tidak berani menyinggung tentang produktivitas. Dan, ketika tukang cuci di rumahnya memohon kenaikan gaji, langsung dipecatnya ibu itu, bah.

Temanku yang lain, ikut demo menuntut kenaikan taraf hidup, dia pergi demo mengendarai sepeda motor ninja, itu lho yang suaranya mengaum memekakkan telinga, seharga 50 juta rupiah sebiji. Dan, akupun protes ketika uang sekolah TK dinaikkan, alsannya adalah karena pihak pengelola ingin menaikkan gaji guru-guru TK yang sudah lama tidak naik. Dan, satpam di kompleks kami memohon kenaikan gaji. Kami semua, warga kompleks itu, protes dan tidak setuju. Pada hal kami semua ikut demo yang kemaren itu, demo yang menuntut kesejahteraan kami, para karyawan. Aneh ya!

Lalu malam hari kami diskusi kusir, diskusi yang topiknya tidak jelas, melompat-lompat dari mana ke mana. Aku khawatir dengan jumlah utang Negara ini, kata seseorang. Kenapa?, emang yang bayar siapa? .... kan Negara yang bayar, kata saya. Lhu gimana sih?, itu kan dibayar dengan uang pajak rakyat?. Lalu saya tanya, tahun lalu berapa pajak yang lhu bayar ke Negara? ..... eeehhh dia gelagapan, karena ternyata kawan ini belum pernah bayar pajak, bahkan dia tidak tahu apa itu NPWP dan dimana kantor pajak. Bah .....

Saya lihat di medsos foto wisuda sarjana di sebuah PTN. Terharu dan tersentuh melihat wajah orangtua yang berbinar-binar, bagai mana tidak berbinar, buah hati sukses menyelesaikan pendidikan tinggi. Orangtua yang sangat bangga, berhasil mengantarkan anaknya menjadi sarjana, dari PTN ternama pula itu. Sayangnya, sesaat kemudian muncul pula hal lain. Seorang bapak yang menyalahkan guru karena anaknya terluka karena ikut tawuran. Bahkan ada orangtua yang membawa guru ke ruang pengadilan, hanya karena si guru itu menghukum anaknya dengan push-up karena berulang kali tidak mengerjakan tugas. Katanya, hukuman itu melanggar HAM.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun