Kemakmuran suatu negara tercipta dari kombinasi produktifitas yang tinggi (kuantitas) dengan mutu (kualitas) yang tinggi. Maka dalam upaya mencapai kemakmuran, Negara di dunia ini dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok.
'1. Negara yang mampu menghasilkan sesuatu yang berkualitas tinggi dan berkuantitas banyak, itulah negara yang akan menjadi makmur, beradab, dan bahkan berkuasa. Jepang memproduksi otomotif berkualitas tinggi dan berjumlah massal, mereka menjadi negeri yang kaya-raya.
'2. Negara yang mampu memproduksi sesuatu yang berkualitas tinggi tetapi kuantitasnya sedikit, itu negara yang biasa saja (middle), tidak ada yang istimewa. Tidak mungkin sebuah negara menjadi makmur jika produktifitas rendah walaupun berkualitas tinggi.
'3. Negara yang memproduksi sesuatu yang berkualitas rendah dan berkuantitas sedikit, akan tetap menjadi negara miskin dan kere, negara yang masa depannya tidak dapat dijelaskan apalagi diharapkan, yang berpotensi terhapus dari peta dan globe dunia.
'I. Kita Di Mana (?)
Belakangan ini, pemerintah aktif mengkampanyekan dua hal tentang dunia pendidikan tinggi. Pertama, ide pengurangan kuota mahasiswa baru PTN, dan kedua, ide mengurangi jumlah perguruan tinggi melalui merger antara PTN dan PTS. Mutu pemikiran, semangat, hasrat, dan ambisi  para elite pemerintah kita ternyata hanya sekelas kelompok kedua di atas.
Ide dan niat ini kontradiktif terhadap realitas bahwa tingkat partisipasi pendidikan tinggi masih rendah, maksudnya bahwa persentase jenjang pendidikan menengah yang melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi masih tergolong rendah. Jika dikombinasikan dengan realitas lainnya, bahwa Peringkat Perguruan Tinggi (PT) kita yang secara global masih rendah, gambaran suram akan terlihat dengan jelas, bahwa out-put pendidikan kita berkuantitas rendah dan berkualitas rendah, bukankah hal ini menakutkan?
Kita masuk negara kelompok tiga(?).
'II. Kita Bagaimana (?)
Pada 17 Agustus 2018 kita akan merayakan usia republik yang ke-73, hal itu juga berarti bahwa sudah 73 tahun kita mengelola sendiri pendidikan. Di tengah-tengah kondisi tingkat partisipasi yang rendah itu, ide untuk mengurangi kuota mahasiswa baru PTN dan ide untuk mengurangi jumlah perguruan tinggi melalui merger terlihat aneh dan kontradiktif, bahkan mungkin akan menjadi kontraproduktif.
Paradigma dari semua pemangku dan pengambil kebijakan pendidikan tampaknya dibentuk oleh pola pikir bahwa "kualitas tinggi hanya bisa dicapai jika kuantitas sedikit". Paradigma seperti itu tidak mungkin mendorong kita menuju negara kelompok pertama, hanya berkemungkinan mengantarkan kita menuju negara kelompok kedua, tetapi mungkin juga menjebloskan kita menjadi negara kelompok ketiga.