Mohon tunggu...
Jon Kadis
Jon Kadis Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hobby baca, tulis opini hukum dan politik, sosial budaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Autokritik untuk Diriku Sendiri atas Peristiwa Kehidupan di Labuan Bajo

3 Agustus 2022   10:20 Diperbarui: 3 Agustus 2022   16:56 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokpri, perairan Labuan Bajo saat sunset

Ketika orang tidak bisa membedakan kritik dan ujaran penghinaan, maka ia terus terbentur dan menjadi benang kusut yang sulit ketemu ujung. Mbolot, bahasa daerah Manggarai-nya. Gelap !

Apakah tidak bisa menemukan ujung? Bisa. Sang Pencipta itu Maha Pengampun, dan spirit pengampunan itu Ia titipkan dalam hati manusia bijak. Pemimpin biasanya.  Anda di dalam gelap tadi jangan lagi berdoa justru meminta Tuhan 'supaya Tuhan pergi bunuh & kutuk orang'. Itu berarti anda tidak mengenal sifat Tuhan. Anda tidak tahu dimana tersimpan spirit maafNya. Ya kan !

Bagaimana supaya anda di dalam gelap tadi menemukan Pengampunan? Mudah saja, "berdoa mohon pengampunan Tuhan untuk orang yang anda anggap bersalah kepada anda, dan meminta maaf kepada sesama itu". Jika takaran kesalahan anda ringan, maka saat itu juga keluar dari gelap. Jika takaran anda cukup berat, anda masuk dulu ke suatu tempat pembinaan, di sana anda tangis dan kertak gigi, hingga berakir pada waktunya. Selesai ! Ingat, tidak ada kebenaran absolut di dunia ini, kata para filsuf, karena kebenaran absolut adalah Tuhan itu sendiri.

Nah, setelah itu tadi, maka anda menemukan ujung benang kusut, lalu bebas !

Namun ketika orang tidak melihat kritik kepada dirinya sebagai solusi, maka mungkin jalan hidup anda memang takdir di lorong gelap. Lorong gelap dilihat sesama, tapi herannya anda rasa lorong terang.

Selama saya berada di Labuan Bajo, tanah kelahiran saya, kejadian seputarnya lebih terasa. Karena ada satu hal, yaitu hampir semua sesama di sini adalah sekeluarga pertalian darah, itu disebabkan hubungan woe-anakrona (karena perkawinan). Kalapun bukan karena itu, sejatinya saya anggap sesama siapapun adalah Saudara. Keyakinan saya mengajarkan demikian.

Karena hubungan itu, kritikan saya cukup tajam bila ada peristiwa atau hajatan. Kenapa tajam? Karena saya sayang pada sesama Saudara. Cara kritik super tajam saya itu adalah dengan melihat sisi benar pada 'lawan'. Kenapa? Karena tidak ada kebenaran mutlak. Tapi saya memaklumi ketika sesama keluargaku ini tidak paham kritik, karena reaksi "bringas & sensitif menilai saya sebagai penghina dan pembela lawan".

Ketika dulu saat suksesi pilkada saya kritik tajam paslon Edi-Weng, dan itu justru dimanfaatkan lincah oleh pasangan itu hingga lolos jadi Bupati. Ketika beberapa hari menjabat Bupati dengan nenteng tongkat komandonya Edi, saya justru mengkritik tajam, dan ia menemukan solusinya.

Ketika sesama Saudaraku demo soal kenaikan tiket Rp 3,75 juta ke Komodo, saya justru kritik dengan memperlihatkan sisi kebenaran walau dari sisi marketing bisnis. Juga kritik agar anda Saudaraku melihat kebenaran alasan tindakan teknis polisi, dan melihat goodness dari kebijakan Gubernur itu. Tapi saya maklum ketika saya dibilang "bela polisi,  bela Pemerintah, dibayar berapa, dan seterusnya". Menyampaikan hal itu supaya anda fokus kontra pada unsur 'kesalahan' yang anda lihat itu, tidak justru pemerintah salah semuanya, tidak justru melakukan ancaman anarkis.

Kebenaran tindakan polisi kita adalah menjaga kelangsungan kamptibmas, dan kita harus hormati hal itu. Jangan justru kita menyerukan hal-hal yang menepis tugas mereka dalam menjaga keamanan. Mereka tahu alasan dan tujuan mulia perjuangan anda, mereka tidak urus pro-kontra tentang itu, tapi ingat, dalam memperjuangkannya, anda jangan menabrak kamptibmas yang menjadi milik semua orang. Itu saja.

Kritikan harus dilihat dari sisi cinta, bukan dari sisi penghinaan. Ketika anda melihatnya sebagai penghinaan, ingat, bahwa kebenaran pada anda itu tidak absolut. Kebenaran pada kritikan sayapun tidak absolut, tapi ingat, bahwa ada sisi kebenarannya, walau kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun