Mohon tunggu...
Joni Lis Efendi
Joni Lis Efendi Mohon Tunggu... wiraswasta, writer, kangenpreneur -

Pembelajar sederhana. Provokator kebajikan. Distributor Kangen Water, IG @joni_kangenwater | @bookpreneur | www.penerbitwr.com | www.kangenwater-id.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Di Indonesia, Korupsi (Tidak) Haram Lagi...

21 Mei 2012   02:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:02 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Enaknya jadi pejabat negara mendapat fasilitas wah, sering jalan-jalan ke luar negeri dan plus dapat amplop uang segepok. Enak banget deh.... Itulah mengapa orang-orang berebut untuk mendapatkan jabatan di pemerintahan atau lembaga negara. Mulai dari level bawah sampai level tertinggi R1. Semua berpacu untuk memperebutkannya, sikut kanan dorong kiri, tendang atas, pijak bawah, jilat sana ludahi sini.... semua cara sah dan legal selagi maksud hati bisa digapai. Naasnya, mereka harus mampu mengeluarkan biaya esktra selangit demi jabatan dan posisi.

Bukan berita basi jika untuk lolos CPNS bayar duit berpuluh juta, ikutan pemilihan bupati/wali kota dana suksesnya bisa sampai 2-5 milyar rupiah, apalagi untuk level gubernur wah, bisa berbilang puluhan milyar rupiah uang melayang demi mendapatkan kursi teratas di level provinsi. Sudah pasti dapat ditebak, jika mereka terpilih terpaksa harus berupaya sekuat tenaga dan akal bulus supaya bisa balik modal. Sehingga sangat wajar jika anggaran abal-abal diteken untuk bisa menambah pundi-pundi pemasukan. Bila cuma berharap pada gaji dan tunjangan (walau sudah melimpah ruah) pasti belum sanggup menutupi ketekoran "modal" politiknya.

Kasus yang lagi senter dibicarakan adalah soal korupsi dana perjalanan dinas para "pelayan" dan "abdi" negara itu yang ramai-ramai menggembosi uang 18 triliun rupiah dengan kedok perjalanan dinas. Padahal banyak fiktifnya, mark-up dan tidak tepat sasaran. Belum lagi korupsi dalam bentuk lain yang alih-alih untuk meningkatkan kinerja PNS dan lembaganya tapi justru mengalir untuk hal-hal yang tidak jelas. Dan, level jabatan sangat berpengaruh pada besar kecilnya uang "bang-saku" yang mereka dapatkan, mulai dari ratusan ribu sampai ratusan juta. Selagi tidak ketahuan, sikaaaatttt...!

Jikapun nanti ketangkap basah sedang "transaksi" korupsi, toh... Pak Hakim Tipikor di daerah lebih gampang disogok. Fakta menunjukkan bahwa 80% koruptor di daerah divonis bebas, 18% divonis ringan di bawah 2 tahun dan denda yang enteng, hanya 2 % yang divonis di atas 4 tahu dari ratusan kasus korupsi yang menyeret hampir setengah kepala daerah seluruh Indonesia. Bagi mereka korupsi bukan lagi aib atau dosa tapi justru adalah hobi dan kegemaran model baru, yang sangat mengasyikan.

Hal serupa juga ditemui di lembaga terhormat pilihan rakyat itu. Pengakuan terang-terangan juga dilontarkan seorang politikus senior partai merah, bahwa motif utama orang berebut jadi anggota dewan di Senayan adalah karena ekonomi, alias mencari penghidupan. Jadinya mereka sangat tidak mungkin mengedepankan idealisme membela rakyat, yang jelas bagaimana pundi-pundi "bang-saku"nya terus menyesak penuh. Mereka beramai-ramai membuat anggaran untuk bisa memuluskan dan menderaskan aliran rupiah masuk ke rekening pribadi, mulai dari pelesiran ke luar negeri, tunjangan ini itu, biaya reses, jadi makelar proyek, tim sukses pemilihan pejabat dan pimpinan negara, kongkolingkong dengan mafia anggaran, biaya staf ahli dan semua-semuanya yang penting bisa menjadi pemasukan "bang-saku" mereka. Walau kinerja mereka ompong-melompong, RUU banyak yang terbengkalai, rapat paripurna lebih banyak kursi kosong, dan kelakuan amoral yang sangat tak patut dicontoh sebagian anggota dewan itu benar-benar bikin hati rakyat gemas.

Saya sempat membaca anekdot di FB tentang kelakuan anggota dewan itu.

Anggota Dewan (AD) : "Pak Ustad, hebatan mana anggota dewan dengan Bupati?"

Ustad: "Pasti hebatan anggota dewan, Bupati aja takut."

AD: Tersenyum senang, "Kalau sama Gubernur, hebatan mana?"

Ustad: "Masih hebatan Pak Dewan dong, Gubernur masih takut sama anggota dewan."

AD: Tertawa senang, " Dibandingin Menteri, hebatan mana?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun