Mohon tunggu...
Joline Keyne
Joline Keyne Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kesetaraan Gender, Hawa Juga Pejuang Dunia

2 Desember 2018   16:08 Diperbarui: 2 Desember 2018   16:34 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://jakartaglobe.id

Setiap manusia di dunia ini memiliki hak. Hak untuk hidup, menyatakan pendapat, mendapat kehidupan yang layak dan lain sebagainya. Terkadang, kita melupakan satu hak yaitu hak untuk mendapatkan keadilan. Keadilan sangat sering terdengar akan sesuatu yang kita unjung secara tinggi. Kita sebagai manusia pun memiliki hak atau berhak untuk mendapat keadilan di dunia ini.

Di dunia yang sekarang, ketika kita melihat sekitar kita, terdapat banyak orang yang berbeda. Dari ras, latar belakang, agama, kepercayaan, dan begitu cerita yang berbeda juga. Kehidupan kita dikelilingi oleh berbagai macam orang. 

Beberapa orang berpikir bahwa kita semua hidup di dunia yang dipenuhi oleh orang yang beragam dan dari situ akan membentuk landasan bersama dan dapat bersatu. Semuanya dapat menjadi suatu kesinmbungan dimana semua orang setara, tetapi itu jauh dari kenyataannya yang sekarang.

Saya tidak berbicara tentang ketidaksetaraan orang berdasarkan ras atau latar belakang, tetapi dasar dari perbedaan seseorang sejak ia lahir. Hal ini adalah gender. Ya, pengelompokan atau ketidaksetaraan gender adalah permasalahan disini.  Seperti yang kita ketahui bahwa kesetaraan gender adalah hak asasi kita sebagai manusia. Bahwa hidup tidak hanya untuk lelaki, tetapi perempuan pun mempunyai hal yang sama. Sayangnya, sampai saat ini, perempuan hanya dilihat sebagai pelengkap atau tambahan.

Kita lihat secara historis disini, sejak jaman dahulu masyarakat memiliki sebuah pemikiran bahwa perempuan itu lebih lemah, secara fisik, mental dan sebagainya. Kita kembali ke Indonesia yang dulu. Sosok wanita yang selalu kita kenang akan perjuangannya mengenai emansipasi wanita adalah R.A. Kartini. 

Pada abad itu, perempuan dianggap hanya bisa di dapur, berias, ataupun punya anak. R.A. Kartini pun yang mulai membuat perubahan. Bahwa perempuan berhak untuk bersekolah dan menuntut ilmu setinggi mungkin layaknya seorang pemuda pada jamannya.

Kesetaraan gender sudah menjadi sebuah masalah bagi semua orang, karena sebenarnya disini ada suatu pokok dimana jika dalam perbedaan yang mendasarai manusia saja tidak dapat terselesaikan dengan tuntas, manakah prinsip kemanusiawian dijunjung disini? Dimana sebenarnya sisi humanisme ada ?

Menurut World Economic Forum, pria masih dibayar jauh lebih banyak daripada wanita. Penghasilan pria pun meningkat lebih cepat. Upah rata-rata untuk wanita pada tahun 2017 adalah $ 12.000, dibandingkan dengan $ 21.000 untuk pria. Belum ada peningkatan nyata selama 10 tahun terakhir, dan semuanya bergerak ke arah yang salah, semakin parah. Dapat dilihat dengan jelas dalam grafik di bawah ini.

Sumber : https://www.weforum.org
Sumber : https://www.weforum.org
Gadis-gadis muda dilucuti haknya dengan keputusan pernikahan. Dalam hukum Islam, laki-laki memang diperbolehkan memperistri lebih dari satu orang. Akan tetapi, dalam Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974 menyatakan bahwa izin untuk memiliki banyak istri dapat diberikan jika seseorang dapat memberikan bukti bahwa istri pertamanya tidak dapat melaksanakan tanggung jawabnya sebagai istri. Pegawai Negeri Sipil (PNS) Indonesia pun dilarang mempraktekkan poligami.

Pernikahan anak masih lazim di Indonesia, meskipun ada upaya oleh pemerintah untuk mengurangi hal ini. Juga terdapat huku Faktanya, 11 persen wanita pertama kali menikah pada usia lebih muda dari 15. Pernikahan pada usia yang begitu muda mengganggu pendidikan wanita dan menghalangi kemampuan mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik jika mereka kemudian memutuskan untuk memasuki pasar kerja. 

Pernikahan tidak meningkatkan kehidupan mereka. Masyarakat Indonesia, menurut tradisinya, masih dengan teguh percaya bahwa laki-laki adalah pencari nafkah tunggal dalam rumah tangga. Budaya patriarki yang mengakar kuat membuat sebagian besar wanita Indonesia tinggal di rumah atau bekerja secara informal. Ada sekitar 52,6 juta rumah tangga di negara ini, dan laki-laki memimpin 84 persen dari mereka. Mayoritas wanita berubah menjadi ibu rumah tangga dan tidak bekerja. (theglobepost.com)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun