Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Melihat Kesamaan antara Kasus Ahok dan Kasus Dreyfus di Perancis (1894-1906)

10 Mei 2017   19:03 Diperbarui: 11 Mei 2017   12:20 3483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dreyfus di Pulau Diable (sumber: Wikipedia F.Hamel)

Singkat kata, tahun 1899, akhirnya politikus kiri berhasil menguasai pemerintahan Perancis. Pengadilan militer merevisi hasil pengadilan atas Dreyfus dan pada tahun 1906 membebaskannya dari semua tuduhan.  Kapten Alfred Dreyfus dipulangkan kembali ke Perancis dari pengasingan, bergabung kembali dengan angkatan darat sampai akhir hayatnya di tahun 1935.

Sebagai dampak permusuhan Dreyfusards melawan anti-Dreyfussards, pemerintahan politikus kiri Dreyfussards di tahun 1899 yang dipimpin Waldeck Rousseau akhirnya ‘melucuti’ pemerintahan Perancis dari segala pengaruh unsur-unsur nasionalisme ekstrem dan Gereja. Di pergantian abad itulah pemerintahan Perancis benar-benar berubah menjadi pemerintah sekuler murni yang mencapai puncaknya pada tahun 1905 dengan disahkannya pemisahan antara Gereja (Agama) dan Negara yang berlaku hingga saat ini.

Kotak Pandora dan Efek Kasus Ahok

Adalah kotak pandora atau kotak mainan fiktif Jumanji yang bernama ‘agama’ yang telah dibuka oleh Ir Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Kepulauan Seribu pada bulan Oktober tahun lalu. Dimensi ucapannya membesar oleh dua hal yaitu pemilihan gubernur DKI dan demonstrasi membela agama yang digelar berjilid-jilid sejak Oktober tahun lalu.

Episentrum sidang ahok di Jakarta maupun kampanye tingkat nasional yang dilakukan oleh Rizieq Shihab untuk menolak terpilihnya “Penista Agama” sebagai gubernur DKI maupun untuk memenjarakan si “Penista Agama” mau tidak mau membuat setiap penduduk Indonesia sadar maupun tidak harus mengambil sikap terkait dengan pengadilan Ahok: setuju bahwa Ahok melakukan penistaan agama atau tidak setuju.

Paling dua hal yang menjadi konsekuensi maupun efek judisial langsung dari kasus Ahok.

Pertama,  mulai 9 Mei 2017 setiap warga negara Indonesia harus siap menghadapi tuntutan hukuman penjara jika yang bersangkutan di ruang publik menyatakan pilihannya atas suatu tafsir dari ayat kitab suci yang bukan agamanya.

Kedua, mulai 9 Mei 2017, kekuasaan pengadilan negeri berhak memutuskan kebenaran atas suatu tafsir kitab suci suatu agama di Indonesia. Penafsiran yang berbeda dengan tafsir yang disahkan pengadilan akan beresiko hukuman penjara.

Berapa lama efek judisial ini akan terasa di Indonesia akan tergantung pada perubahan suasana politik yang terjadi hari ini sampai dua tahun lagi. Tanpa ada perubahan berarti, terbelahnya masyarakat Indonesia dalam hal mendukung ataupun menentang Ahok akan mengkristal kembali dalam pemilihan presiden 2019.

Berkaca mata dari Pemilu DKI yang baru selesai, sangatlah mungkin bahwa konfigurasi pemerintahan Jakarta yang baru akan juga bergeser ke skala nasional di tahun 2019. Hal ini berarti bahwa kedua efek kasus Ahok di atas akan terlanggengkan dan bukan tidak mungkin bahwa pelanggengan kedua hal ini akan juga melebar ke konten yang lain seperti kebebasan berpendapat.

Sayang bahwa dimensi dan gaung luar biasa kasus Ahok akan berkebalikan dari efek kasus Dreyfus di Perancis di mana kekuasaan negara yang otoriter berhasil ‘dilumpuhkan’ oleh hak-hak asasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun