Mohon tunggu...
Joko Ade Nursiyono
Joko Ade Nursiyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 34 Buku

Tetap Kosongkan Isi Gelas

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Sembilan Kenanganku di Usia Kompasiana yang Ke-9

30 Oktober 2017   08:34 Diperbarui: 30 Oktober 2017   09:00 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selamat Ulang Tahun Kompasiana ke-9, sumber foto: Kompasiana.com (akun Kompasiana)

Sejak bergabung dengan Kompasiana tanggal 2 Juni 2014, saya mulai menekuni dunia menulis melalui Kompasiana. Saat itu, saya mungkin masih dibilang pendatang baru dan soal budaya tulis-menulis juga masih awam. Sebenarnya saya sudah menekuni dunia menulis sendiri semenjak Sekolah Dasar (SD), namun untuk pertama kalinya saya menulis melalui blog sejak bergabung dengan Kompasiana. Waktu terus bergulir, artikel demi artikel telah tertuliskan dan terpublikasikan di Kompasiana.

Sebagai media warga yang hobi atau sekadar iseng menulis, Kompasiana bagi saya begitu menarik. Dulu, saat pertama kali bergabung, konten dan fitur Kompasiana masih terbilang sederhana, saat itu saya hanya berlatih menulis lewat postingan bertema nonfiksi, yaitu puisi dan cerita pendek. Kompasiana menjadi wahana untuk berlatih bagaimana menulis dengan benar terlebih dahulu, baru mengenal cara menulis dengan kesempurnaan.

Dari Kompasiana, satu per satu pengalaman saya dapatkan, terutama dari penulis-penulis senior yang sudah lama rutin menulis di Platform Kompasiana. Setidaknya, kalau saya ingat ada sembilan pengalaman tak terlupakan selama saya menulis di Kompasiana.

Pertama kali saya menulis mendaftarkan diri di Kompasiana masih tidak tahu apa yang harus saya tulis. Saat itu memang puisilah ide awal saya. Pihak Kompasiana juga belum memverifikasi akun saya saat itu dan karena merasa sudah mengirimkan syarat-syarat mendapatkan verifikasi itu, saya sempat menuliskan tentang keluhan saya mengapa pihak Kompasiana belum juga memverifikasi akun saya. Postingan tersebut sontak mendapatkan berbagai komentar dari pembaca, bahkan ada yang sempat menghina saya bahwa saya terlalu sok, padahal masih newbie alias memberbaru di Kompasiana. Saya ingat betul komentar salah seorang pembaca saat itu dan menjadi "pembakar" semangat saya untuk terus menulis di Kompasiana.

Pengalaman kedua yang saya ingat selama nulis artikel di Kompasiana adalah ketika saya memberanikan diri untuk menulis tentang ekonomi. Judul yang saya angkat saat itu mengenai bisnis Sapi Perah. Dengan penuh rasa syukur, artikel saya tersebut menjadi headlineKompasiana dan sempat menjadi perbincangan rekan-rekan sekantor saya. Sebenarnya sih saya malu karena analisis dalam artikel tersebut masih tergolong picisan dan dengan pengetahuan yang dangkal banget. But, it's OK. Menjadi artikel headlinememberikan kepuasan tersendiri selama menulis di Kompasiana. Sebab, di dalamnya persaingan antar tulisan berlaku ketat. Tak sedikit penulis tentang ekonomi jempolan berada dalam Kompasiana, misalnya Ekonom Faisal Basri. Sepak terjangnya dalam analisis ekonomi begitu banyak dan mendalam. Dari beliau lah saya banyak belajar dan menelaah tentang bagaimana menganalisis kondisi perekonomian di Indonesia.

Pengalaman ketiga di Kompasiana adalah ketika tahun 2014 sedang viralnya informasi tentang Pemilihan Presiden (Pilpres). Kolom politik di Kompasiana begitu riuh dengan artikel tentang dua kandidat kuat saat itu. Saya pun ikut hanyut dalam suasana perhelatan artikel politis sehingga beberapa kali saya memutuskan menulis artikel politis di Kompasiana. Kolom politik di Kompasiana sejak dulu sampai sekarang memang paling unik menurut saya, sebab pembacanya sangat banyak dan entah mengapa bahasan soal politik selalu menjadi hotnews bagi pembaca. Semenjak itulah saya mulai belajar soal bagaimana meracik artikel yang aktual atau kekinian.

Pengalaman selanjutnya adalah ketika saya mulai membawa DATA di dalam setiap artikel saya. Kompasiana memberikan ide bagi saya sebagai lahan edukasi kepada masyarakat luas tentang pentingnya data. Apalagi memang kerjaan saya sedikit banyak bergulat dengan data. Dengan meramu sejumlah data dan menguraikannya, artikel saya beberapa kali kembali menjadi headlinedi Kompasiana. Lagi dan lagi, Kompasiana meletupkan semangat saya untuk tetap menulis. Asyiknya lagi, Kompasiana selalu meningkatkan kualitasnya seiring waktu. Waktu itu, setiap artikel Kompasiana yang menjadi headline maka akan dishare oleh akun Twitter Kompasiana. Inilah yang menjadikan artikel headlinemenjadi viral dan banyak pembaca.

Pengalaman kelima di Kompasiana adalah ketika saya pernah menulis tentang data terkait perolehan suara antara survei dan realtime Pilpres 2014. Galaksi Kompasiana kembali semarak dengan artikel politis dan tulisan saya saat itu mengklarifikasi soal data persentase perolehan suara hasil Pilpres 2014. Banyak media teve memberitakan persentase yang kalau ditotal tidak sama dengan 100% sehingga menjadi bahan artikel legit banyak penulis. Dari hal tersebut, dapat saya simpulkan bahwa Kompasiana juga bermanfaat sebagai media klarifikasi warga di dunia maya (warganet) mengenai suatu kejadian atau fenomena di sekitar.

Pengalaman berikutnya terjadi ketika saya mulai "banting tema" artikel saya ke ranah pembelajaran tentang statistik. Tulisan awal saya saat itu membahas mengenai survei lalu tentang analisis regresi dan korelasi. Sungguh tak dinyana, beberapa artikel tersebut lumayan banyak dibaca dan sempat disadur dalam beberapa karya tulis ilmiah serta skripsi. Kompasiana mengajarkan saya untuk menulis apa yang telah saya lakukan. Jikalau selama bergabung di Kompasiana tak pernah menulis tentang statistik, mana mungkin saya bisa menemukan nama saya terpampang dalam skripsi dan artikel seminar ilmiah? Syukurlah. Yang penting menulis, kan...

Selain menulis, saya juga masih menggeluti hobi menggambar saya. Beberapa waktu ini, banyak berseliweran tentang teknik baru dalam menggambar, yaitu teknik tiga dimensi (3D). Sebagai upaya meningkatkan kualitas, saya mencoba menggambar beberapa obyek dengan menggunakan teknik 3D tersebut. Setelah beberapa gambar 3D telah jadi, saya mencoba mengunggahnya di Kompasiana dengan mengangkat tulisan tips dan trik menggambar 3D dengan pensil. Artikel ini sempat menjadi highlight di Kompasiana dan saya share di media sosial. Tak bisa dinyana, selain banyak apresiasi dari penikmat lukisan atau gambar 3D, saya juga sempat dihubungi pebisnis sablon pakaian 3D. Namun sayangnya, saya dengan berat hati mengurungkan kerjasama dengan pebisnis tersebut karena alasan tertentu.

Tadi sudah mengulas pengalaman ketujuh, sekarang kedelapannya. Pengalaman saya selama menulis di Kompasiana yang kedelapan ini bisa dibilang istimewa. Awalnya, di Kompasiana semerbak postingan artikel mengenai gaji Pegawai Negeri Sipil wilayah DKI Jakarta. Informasi di media saat itu menyatakan bahwa gaji PNS DKI perlu dinaikkan untuk mengurangi Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Bersumber dari informasi itulah saya kemudian membaca beberapa jurnal penelitian empiris mengenai pengaruh kenaikan gaji terhadap korupsi. Pro dan kontra saya dapati kemudian saya rangkaikan dengan wacana kebijakan penggajian PNS DKI saat itu. Ucapan syukur yang tak hingga menurut saya, artikel tentang pengaruh menaikkan gaji PNS DKI terhadap perilaku korupsi menjadi headlineKompasiana. Tak lama kemudian, handphone(HP) saya berdering, kira-kira jam 9 pagi. Waktu itu posisi saya sudah masuk kantor bertempat di Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara. HP saya angkat dan perbincangan pun terjadi. Penelpon adalah seorang wanita dan entah benar entah tidak, ia bilang bahwa saya diundang menjadi salah satu pembicara di acara KompasianaTV. Sungguh begitu mencengangkan bagi saya. Saya menjawab dengan sangat menyesal karena tak bisa menghadiri acara tersebut. Katanya sihKompasianaTV sedang membahas soal artikel saya tentang gaji PNS DKI dan pengaruhnya terhadap korupsi itu. Sementara posisi saya di Halmahera Utara. Dengan berat hati saya menolak undangan tersebut. Pengalaman diundang ke acara KompasianaTV merupakan yang pertama dalam hidup saya. Penyebabnya cuma satu, yaitu tulisan. Kompasiana mengajarkan saya makna keikhlasan dalam menulis dan mensyukuri setiap bonus dari huruf-huruf yang saya ketik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun