Mohon tunggu...
Joko Sugiharto
Joko Sugiharto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Enterpreneur

Moto . Hidup tanpa batas

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Bank Berdasarkan Prinsip Syariah

14 Desember 2021   15:00 Diperbarui: 14 Desember 2021   15:14 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

ARTIKEL
BANK BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH

Artikel Ini Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Lembaga Keuangan Bank Dan Non Bank

Dosen Pengampu : Muhammad Subhan,S.Ag.,M.E

Di Susun Oleh :
Ayu lestari ( 501200030 )
Joko sugiharto ( 501200007 )
Mutiara rachmawati ( 501200033 )

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERE SULTHAN THAHA SYAIFUDDIN JAMBI
TAHUN PELAJARAN 2021

PENDAHULUAN

Peran perbankan syariah di Indonesia tidak terlepas dari Undang Undang No. 10 tahun 1998 dimana Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dapat di katakan bahwasaanya Bank Syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut dengan Bank Tanpa Bunga, adalah lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada al-Quran dan Hadits Nabi SAW, dengan kata lain Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang memiliki usaha pokok memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Bank syariah menghindari sistem bunga dalam mengoperasikan usahanya. Keberadaan bank syariah/bank Islam dapat dijadikan sebagai solusi alternatif terhadap persoalaan tentang adanya pertentangan antara bunga dengan riba. (Muhammad, 2005 :1).
Secara umum konsep perbankan syariah menawarkan sistem perekonomian yang sesuai dengan syariat Islam/prinsip syariah. Ada beberapa perbedaaan konsep dalam perbankan konvensional yang dianggap membawa kesengsaraan karena mengandung unsur riba, unsur riba dianggap sangat bertentangan dengan syariat menawarkan berbagai produk perbankan yang bebas bunga berupa pembiayaan bagi hasil. (Novi, 2015 : 65), Peran bank syariah dalam memacu pertumbuhan perekonomian sangat bagus untuk di terapkan  dalam rangka mewujudkan struktur perekonomian yang semakin berimbang. oleh karena itu tema yang di angkat pada pembahasan kali ini berkaitan tentang " Bank Berdasarkan Prinsip Syariah "

DEFINISI BANK SYARIAH

Terkadang perbankan sering di campur adukkan dengan pengertian bank. Padahal dua hal ini adalah hal yang berbeda. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses melaksanakan usahanya, sedankan bank hanya menacakup aspek kelembagaan. Edy Wibowo menjelaskan bahwa bank syariah merupakan bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Bank ini tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan al-Quran dan Hadits. Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam maksudnya adalah bank yang dalam beroperasinya itu mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam. Dalam tata cara bermuamalt itu dijauhi praktik-praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba, untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan atau praktik-praktik usaha yang dilakukan di zaman Rasulullah atau bentuk-bentuk usaha yang telah ada sebelumnya, tetapi tidak dilarang oleh beliau.
Sutan Remy Shahdeiny juga enjelaskan bahwa Bank Syariah adalah lembaga yang berfungsi sebagai intermediasi yaitu mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk pembiayaan tanpa berdasarkan prinsip bunga, melainkan berdasarkan prinsip syariah. Sedangkan  Menurut undang-undang No. 21 tahun 2008, bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Antonio dan Perwataatmadja membedakan mejadi dua pengertian, yaitu bank Islam dan bank yang beroperasi dengan prinsip syari'ah Islam. Bank Islam adalah (1) bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam; (2) bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Quran dan Hadits. Sementara bank yang beroperasi sesuai prinsip syariah Islam adalah bank yang mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam. Lebih lanjut, dalam tata cara bermuamalat itu dijauhi praktek-praktek yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan kegiata-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat di pahami bahwasannya Bank syariah adalah bank yang aktivitasnya meninggalkan masalah-masalah riba. Dengan demikian, penghindaran bunga yang dianggap riba merupakan salah satu tantangan yang dihadapi dunia Isla dewasa ini. Suatu hal yang mengembirakan bahwa belakangan ini para ekonom muslim telah mencurahkan perhaian besar, guna menemukan cara untuk menggantikan sistem bunga dalam transaksi perbankan dan keuangan yang lebih sesuai dengan etika Islam. Upaya ini dilakukan dalam upaya untuk membangun model teori ekonomi yang bebas bunga dan pengujiannya dalam pertumbuhan ekonomi, alokasi dan distribusi pendapatan.

 SEJARAH DAN PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI DUNIA
Mengacu pada sejarah, ajaran islam memberikan prinsip prinsip dan filosofi dasar yang harus di jadikan pedoman dalam aktifitas perdagangan dan perekonomian, oleh sebab itulah mulanya di Mesir muncul perbankan Islam dengan perintisnya adalah Ahmad El Najjar. Tetapi perbankan di Mesir tanpa menggunakan embel-embel Islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa pada saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalitas. Sistem pertama yang dikembangkan adalah mengambil bentuk simpanan yang berbasis profit sharing  (Pembagian laba) pada tahun 1963. Kemudian pada tahun 70-an, telah berdiri setidaknya 9 bank yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.
Bank tersebut adalah Mit Ghamr Bank yaitu Bank Mesir relatif konkrit dan nyata untuk mewujudkan suatu Bank Islam yang bebas bunga yang berlokasi di sepanjang delta Sungai Nil Mesir dan di Bina. Mit Ghamr Bank ini beroperasi sebagai rural social bank (Semacam lembaga keuangan unit desa di Indonesia) yang hanya terbatas di pedesaan dan berskala kecil. Bentuk kegiatannya adalah menerima simpanan dari nasabah dan kemudian menginvestasikannya kedalam dunia perdagangan dan industri, baik secara langsung maupun sistem partnership melalui pihak ketiga, kemudian membagi keuntungan dengan nasabah pemilik dana. Secara internasional, perkembangan perbankan Islam pertama kali diperkasai oleh Mesir. Pada sidang Menteri Luar Negeri Negara-negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Karachi Pakistan pada bulan Desember 1970, Mesir mengajukan proposal berupa studi tentang Pendirian Bank Islam Internasional untuk Perdagangan dan pembangunan (international Islamic Bank For Trade and Development) dan proposal pendirian Federasi Bank Islam (Federation Of Islamic Banks). Inti usulan  yang diajukan dalam proposal tersebut adalah bahwa sistem keuangan berdasarkan bunga harus di gantikan dengan suatu sistem kerja sama dengan skema bagi hasil keuntungan maupun kerugian.
Sebagai tambahan proposal, maka diusulkan pada pembentukan badan-badan khusus yang disebut Badan Investasi dan Pembangunan Negara-Negara Islam (Investment and Development Body Of Islamic Countries) , serta pembentukan perwakilan-perwakilan khusus yaitu Asosiasi Bank-Bank Islam (Association Of Islamic Banks) sebagai badan konsultatif masalah-masalah ekonomi dan perbankan Islam. Pada sidang Menteri Luar Negeri OKI di Benghazi, Libya bulan Maret 1973, usulan sebagaimana disebutkan diatas kembali diagendakan bulan Juli 1973, komite ahli yang mewakili negara- negara Islam penghasil minyak bertemu di Jeddah untuk membicarakan pendirian Bank Islam. Rancangan pendirian tersebut, berupa Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dibahas pada pertemuan kedua, bulan Mei 1972. Pada sidang Menteri Keuangan OKI di Jeddah tahun 1975 berhasil disetujui rancangan pendirian Islamic Development Bank (IDB) dengan modal awal 2 miliar SDR (Special Drawing Right) dinar dan beranggotakan semua negara anggota OKI.
Berdirinya IDB telah memotivasi banyak negara Islam untuk mendirikan lembaga keuangan  syariah. Untuk itu, komite ahli IDB pun bekerja keras menyiapkan paduan tentang pendirian, pengaturan, dan pengawasan bank syariah. Pada akhir periode 1970-an bank-bank syariah bermunculan di Mesir, Sudan, Negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh serta Turki.
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi munculnya bank-bank syariah di dunia yang muncul pada tahun 1960-1970-an, yaitu sebagai berikut :
1. Pemahaman Neo-Revivalis : Bunga Bank Riba.
Keberadaan bank-bank konvensional di negeri-negeri Islam pada abad 19 Masehi mengunggah para ulama untuk membahas dan mendiskusikan masalah bunga bank. Kebangkitan umat Islam pada abad 19-20 Masehi juga menentang operasional bank berdasarkan bunga. Ahmad Al-Najjar pada tahun 1985 yang merupakan tokoh perbankan syariah dari Mesir tang telah melakukan percobaan pendirian bank tanpa bunga. Ia juga telah berhasil membentuk sebuah bank tanpa bunga di negaranya.
2. Kekayaan Melimpah Negara-Negara Islam Exportir Minyak
Kekayaan yang melimpah negara-negara Islam eksportir minyak di kawasan Timur Tengah Afrika Utara dan Asia Tenggara merupakan faktor penting dalam pendirian bank-bank Syariah di dunia.
3. Penguasa Negara-Negara Islam Terpengaruh Dengan Interpretasi Neo-Revivalis Tentang Riba.
Larangan terhadap bunga bank sebagai bentuk kebijakan hukum yang diambil oleh beberapa negara Islam.
Gagasan para menteri keuangan negara-negara Islam untuk mendirikan bank Islam internasional.
Pemerintah negara-negara Islam mendukung pendirian bank-bank Syariah.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa ide pendirian bank-bank syariah di negara Islam terus dilakukan oleh umat Islam dari waktu ke waktu, sehingga berdirilah bank syariah di negara-negara mereka. Di sisi lain, keberadaan perbankan syariah pada saat ini tidak hanya di negara-negara Islam saja, tetapi telah merambah hingga ke negara-negara barat.
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI INDONESIA
Indonesia merupakan negara yang mempunyai populitas penduduk muslim terbesar di dunia, dengan populasi penduduk muslim tersebut dapat dijadikan sebagai pendukung utama untuk pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Dimana perbankan syariah sendiri telah dipraktikkan dibeberapa negara muslim lainnya. Pada tahun 1963, di kota Mit Gharmr Bank Islam pertama kali didirikan oleh Ahmad el-Najjer yang menjadikan ia sebagai pionir sistem perbankan Islam global.  Rintisan praktek perbankan Islam di Indonesia dimulai pada awal periode 1980 an, melalui diskusi-diskusi bertemakan Bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam pengkajian tersebut untuk menyebut beberapa diantaranya adalah Karnaen A Perwataatmadja, M Dawam Rahardjo, AM Saefuddin dan M Amien Azis. Sebagai uji coba gagasan perbankan Islam dipraktekkan dalam skala yang relatif terbatas diantaranya di Bandung (Bait At Tamwil Salman ITB) dan di Jakarta (Koperasi Ridho Gusti).
Hal ini tentunya memiliki keterkaitan yang erat dengan sejarah perbankan internasional melalui seminar maupun konferensi Islam yang telah diadakan. Sebenarnya, ide untuk mendirikan bank yang menggunakan prinsip bagi hasil sudah muncul sejak 1970-an. Gagasan ini dibicarakan pada seminar nasional hubungan Indonesia dengan timur tengah pada 1974 dan dalam seminar internasional yang dilaksanakan oleh Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan yayasan bineka tunggal Ika pada 1976. Setelah diadakan penelitian yang mendalam usaha untuk mendirikan bank syariah sedikit ada kendala, yaitu tidak ada payung hukum yang mengatur tentang bank yang operasionalnya yang memakai prinsip bagi hasil kalau tetap dioperasikan bank syariah itu, maka sejalan dengan undang-undang nomor 14 tahun 1967 tentang pokok-pokok perbankan yang berlaku pada waktu itu. Selain hambatan ini lahirnya bank syariah dianggap sementara oleh pihak ada keterkaitan dengan faktor ideologi yang dianggapnya bagian konsep negara Islam.
Pada periode 1990-2005, K.H. Hasan Basri terpilih sebagai ketua umum Majelis Ulama Indonesia. Meski kondisi beliau sakit-sakitan, namun masih banyak yang disumbangkan. Beliau turut berperan memberikan masukan kepada pemerintah, khususnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, untuk mengoreksi dan meluruskan buku-buku pelajaran yang memuat materi yang menyimpang. Karya besar dari K.H. Hasan Basri adalah prakarsa MUI untuk mendirikan Bank Muamalat Indonesia (BMI), memprakarsai berdirinya badan arbitrase majelis ulama Indonesia (BAMUI), memberikan rekomendasi untuk mendirikan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan mendirikan Yayasan Dana Dakwah Pembangunan untuk menunjang kegiatan dakwah Islamiyah.
Kiprah yang terpenting dicatat cukup akseleratif pasca reformasi adalah dalam membina pertumbuhan ekonomi syariah. Hal ini terutama pada awalnya dipicu momentum pengesahan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan, yang ditandatangani presiden BJ Habibie pada 10 November 1999. Sebenarnya kiprah MUI dalam mendorong perbankan syariah telah dimulai sejak tahun 1997 sebelum UU 10/1998 lahir. Prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di Indonesia, baru dilakukan pada tahun 1990 Majelis Ulama Indonesia (MUI), pada tanggal 18 sampai 20 Agustus 1990 menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada musyawarah Nasional MUI IV yang berlangsung di hotel Sahid jaya Jakarta 22 sampai 25 Agustus 1990 berdasarkan amanat Munas IV MUI, dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia. Kelompok kerja yang disebut tim perbankan MUI bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak terkait. Sehingga seiring berjalannya waktu munculnya bank syariah pertama di Indonesia yaitu Bank Muamalat.
Bank Muamalat Indonesia adalah bank syariah pertama di Indonesia yang lahir sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 yang memungkinkan berdirinya bank yang sepenuhnya melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah (Sutan Remy Syahdeini, 2014: 97) BMI lahir sebagai hasil kerja tim Perbankan MUI tersebut di atas. Akte pendirian PT Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Pada saat akte pendirian ini terkumpul komitmen pembelian saham sebanyak Rp. 84 miliar. Pada tanggal 3 Nopember 1991, dalam acara silaturahmi Presiden di Istana Bogor, dapat dipenuhi dengan total komitmen modal disetor awal sebesar Rp. 106.126.382.000,-. Dana tersebut berasal dari presiden dan wakil presiden, sepuluh menteri Kabinet Pembangunan V, juga Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, Yayasan Dakab, Supersemar, Dharmais, Purna Bhakti Pertiwi, PT PAL, dan PT Pindad. Selanjutnya, Yayasan Dana Dakwah Pembangunan ditetapkan sebagai yayasan penopang bank syariah. Dengan terkumpulnya modal awal tersebut, pada tanggal 1 Mei 1992, Bank Muamalat Indonesia (BMI) mulai beroperasi.
Keberadaan BMI ini semakin diperkuat secara konstitusi dengan munculnya Undang-Undang (UU) No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, di mana perbankan bagi hasil diakomodasi. Dalam UU tersebut, pasal 13 ayat (c) menyatakan bahwa salah satu usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menyediakan Pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Menanggapi Pasal tersebut, pemerintah pada tanggal 30 Oktober 1992 telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil dan diundangkan pada tanggal 30 Oktober 1992 dalam lembaran negara Republik Indonesia No. 119 tahun 1992 (Syukri Iska, 2012: 253).
Pendirian Bank Muamalat ini diikuti oleh Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Namun demikian, keberadaan dua jenis lembaga keuangan tersebut belum sanggup menjangkau masyarakat Islam lapisan bawah. Oleh karena itu, dibentuklah lembaga-lembaga keuangan mikro syariah yang disebut Baitul Maal Wattamwil (BMT). Setelah dua tahun beroperasi, Bank Muamalat mensponsori berdirinya asuransi Islam, Syarikat Takaful Indonesia (STI) dan menjadi salah satu pemegang sahamnya. Tiga tahun kemudian, yaitu 1997, Bank Muamalat mensponsori lokakarya ulama tentang reksadana syariah yang kemudian diikuti dengan beroperasinya Reksadana Syariah oleh PT Danareksa Investment Management. Pada tahun 1998 muncul UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam UU ini terdapat beberapa perubahan yang memberikan peluang yang lebih besar bagi pengembangan perbankan syariah.
Pada tanggal 16 Juli 2008, UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah disahkan yang memberikan landasan hukum industri perbankan syariah nasional dan diharapkan mendorong perkembangan bank syariah yang selama lima tahun terakhir asetnya tumbuh lebih dari (>5% per tahun namun pasarnya (market share) secara nasional masih di bawah 5%. Undang-undang ini mengatur secara khusus mengenai perbankan syariah, baik secara kelembagaan maupun kegiatan usaha. Beberapa lembaga hukum baru diperkenalkan dalam UU No. 21 Tahun 2008, antara lain yakni menyangkut pemisahan (spin-off) UUS baik secara sukarela maupun wajib dan Komite Perbankan Syariah (Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, 2008). Agustianto juga mengemukakan bahwa perkembangan perbankan syariah di Indonesia makin pesat dan berkembang secara fantastis. Krisis keuangan global di satu sisi telah membawa hikmah bagi perkembangan perbankan syariah. Hal ini dikarenakan masyarakat dunia, para pakar, dan pengambil kebijakan ekonomi, tidak saja melirik tetapi lebih dari itu mereka ingin menerapkan konsep syariah ini secara serius.

PERBEDAAN BANK SYARIAH DAN BANK KONVENSIONAL
Perbankan syariah merupakan suatu lembaga keuangan yang bergerak dalam sektor jasa yang mengacu  pada prinsip-prinsip syariah, perbankan syariah merupakan segala sesuatu yang mempunyai hubungan dengan bank syariah maupun unit usaha syariah, yang mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank syariah merupakan bank yang kegiatannya mengacu pada hukum Islam, dan selama kegiatannya tidak membebankan bunga juga tidak membayar bunga pada nasabah. Sebagaimana diketahui bahwa dalam praktiknya, bank syariah telah berusaha untuk menerapkan prinsip-prinsip syariah sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, dimana perbankan syariah d tuntut untuk menerapkan prinsip bagi hasil dalam menjalankan operasional.
Bank syariah ini sangat berbeda dengan bank konvensional, bank syariah mempunyai tujuan untuk memberikan keuntungan sosial ekonomi untuk orang-orang muslim dengan cara bagi hasil, sedangkan bank konvensional mempunyai tujuan untuk memaksimalkan keuntungannya dengan sistem perbankan yang berdasarkan bunga. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 3 Undang-Undang Perbankan Syariah, Nomor 21 Tahun 2008 menyebutkan bahwa perbankan syariah bertujuan "Menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat".
Secara spesifik, M. Syafi'i Antonio, menjelaskan ada beberapa perbedaan mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional yaitu sebagai berikut:
Akad dan Aspek Legalitas
Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena dilakukan berdasarkan hukum Islam. Setiap akad dalam perbankan harus memenuhi ketentuan akad, yaitu sebagai berikut:
Rukun, seperti penjual, pembeli, barang, harga, akad/ijab qabul.
Syaratnya sebagai berikut:
Barang dan jasa harus halal;
Harga barang dan jasa harus jelas;
Tempat penyerahan harus jelas;
Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan.
Lembaga Penyelesaian Sengketa
Berbeda dengan perbankan konvensional, jika pada perbankan syariah terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya, kedua pihak diarahkan untuk tidak menyelesaikan diperadilan negeri, melainkan sesuai tata cara dan hukum materi syariah.
Struktur Organisasi
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi ada tambahan satu struktur lagi didalam struktur organisasi bank syariah , yaitu dengan masuknya unsur Dewan Pengawas Nasional yang bertugas untuk mengawasi operasional bank agar produk-produknya sesuai dengan prinsip syariah.
Bisnis dan Usaha Dibiayai
Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari saringan syariah sehingga bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung didalamnya hal-hal yang diharamkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun