Saya mulai belajar membaca ketika duduk di kelas 1 Sekolah Dasar. Â Semula kami diajar untuk menulis dan melafalkan alfabet, setelah itu mulai belajar merangkaikan suku-suku kata, dilanjutkan kata dan kalimat. Sehingga tidak heran kalau "ini Budi". "ini bapak Budi", ini Ibu Budi", "ini Wati", ini ibu Wati" dan seterusnya menjadi santapan harian.
Setelah sudah bisa lancar membaca maka buku yang pertama kali saya baca dan sukai adalah buku pelajaran "Bahasaku" Â karangan W. J. S. Purwadaminta, dkk. yang sekaligus menjadi buku pegangan di sekolah.
Buku Bahasaku terdiri dari 2 jilid A dan B. jilid A dipakai mulai bulan Januari sampai dengan bulan Juni, dilanjutkan dengan jilid B mulai bulan Juli sampai Desember, sehingga ujian naik kelas di bulan Desember dan tahun ajaran baru di bulan Januari.
Ketertarikan saya pada buku Bahasaku selain sebagai buku pegangan di sekolah juga lebih banyak berisikan cerita yang disisipi gambar yang mengilustrasikan cerita dimaksud. Pada akhir cerita dilanjutkan dengan menjawab soal-soal berdasarkan cerita tersebut. Dalam buku Bahasaku siswa diminta untuk menceritakan pengalamannya yang ada kaitan dengan cerita tersebut. Selain itu juga ada soal membuat karangan bebas.
Masih teringat hingga saat ini satu cerita dalam buku Bahasaku yang berjudul "Bahaya Mengancam" yang menceriterakan bahwa di suatu kota terjadi wabah penyakit sampar akibat masyarakat kota tersebut tidak menjaga kebersihan lingkungan sekitarnya, dimana terdapat banyak selokan yang tertimbun sampah sehingga menjadi sarang tikus yang menyebakan penyakit sampar.Â
Sadar akan bahaya penyakit sampar tersebut akhirnya seluruh rakyat kota tersebut secara bergotong royong membersihkan halaman rumah masing-masing, membersihkan selokan dari tumpukan sampah, mengumpulkan dan mebakar sampah tersebut, sehingga kota tersebut bebas dari wabah penyakit sampar.
Selain buku Bahasaku ada juga majalah yang pertama kali saya baca adalah majalah anak-anakn "Kunang-kunang" penerbit Nusa Indah Ende-Flores yang terbit setiap bulan. Majalah ini saya baca ketika sudah duduk dibangku kelas 4 Sekolah Dasar, majalah tersebut bukan dibeli atau berlangganan namun dapat dari seorang teman yang meminjamkan kepada saya untuk dibaca.Â
Dalam majalah kunang-kunang yang saya baca terdapat satu cerita yang menarik yakni cerita tentang si buta dan si lumpuh, dimana si buta tidak bisa melihat namun bisa berjalan sedangkan di lumpuh tidak bisa berjalan namun bisa melihat, sadar akan kekurangan dan kelebihan masing-masing, maka keduanya bersepakat untuk saling melengkapi dan bekerjasama  dengan cara si buta meminjam mata si lumpuh dan si lumpuh meminjam kaki si buta.Â
Bila keduanya hendak berjalan kemana-mana selalu bersama-sama dengan cara si buta menggendong si lumpuh dipunggungnya, kemudian di lumpuh bertugas sebagai penujuk arah jalan.