Mohon tunggu...
Johansyah M
Johansyah M Mohon Tunggu... Administrasi - Penjelajah

Aku Pelupa, Maka Aku Menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Etos Kerja Islam

3 April 2020   08:01 Diperbarui: 3 April 2020   09:35 978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam kesempatan ini kita akan membahas tentang etos kerja dalam Islam. Ada beberapa hal yang menjadi catatan terkait etos kerja dalam Islam. Pertama, kerja harus didasari niat atau motivasi kerja. Di balik semua pekerjaan tentu didasari pada niat. Dalam Islam, setiap niat kerja itu harus dilandasi karena Allah semata. Sesungguhnya shalat, ibadah, hidup, dan mati itu karena Allah (QS. al-An'am; 162) dalam hadits disebutkan; innama al a'malu binniyat... (dasar setiap pekerjaan itu adalah niat). Maka sebelum melakukan apapun, luruskan niatnya dulu agar pekerjaan itu dapat dikategorikan sebagai bagian dari bentuk pengabdian.

Kedua, lakukan pekerjaan dengan sungguh-sungguh agar menuai hasil maksimal, atau dengan ungkapan lain harus kerja keras. Cara instant atau bermain-main dalam bekerja tidak akan ada menuai hasil maksimal, bahkan berpotensi gagal. Jika ada kesan, itu berarti ada yang tidak beres dengan motivasi atau niat kita. Salah satunya, mungkin karena pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan keinginan kita, bayarannya terlalu rendah, dan faktor-faktor lainnya. Pepatah Arab mengatakan; Man jadda wajada (siapa yang sungguh-sungguh akan menuai hasil maksimal).

Ketiga, lakukan pekerjaan dengan profesional, atau dengan ungkapan lain kerja cerdas. Dalam al-Qur'an ditegaskan; 'katakanlah, tiap-tiap orang bekerja menurut kemampuannya. Maka Tuhanmu maha mengetahui siapa yang lebih benar di jalan-Nya (QS. al-Isra: 84). Pekerjaan yang diserahkan pada bukan pakarnya tinggal menunggu kehancuran (HR. Bukhari).

Keempat, lakukan pekerjaan dengan penuh tanggung jawab, atau dengan ungkapan lain kerja tuntas. Rasa tanggung jawab dalam pekerjaan sangat menentukan. Tanpa rasa tanggung jawab, sebuah pekerjaan sulit dilakukan secara maksimal. Pertanggung jawaban di sini tentu sangat berkait juga dengan kejujuran kita dengan manusia dan kejujuran kita pada diri sendiri. Ini barangkali berbeda kondisinya dengan pertanggungjawaban yang administratif di pemerintahan. Terkadang banyak yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan. Potensi manipulatifnya sangat besar.

Makanya Islam sangat menekankan aspek eskatologis, di mana sebenarnya pertanggungjawaban sesungguhnya itu bukan pada manusia, tetapi kepada Allah. Dalam al-Qur'an ditegaskan; 'dan janganlah kamu mengikuti tentang apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semua akan dimintai pertanggung jawabannya' (QS. al-Isra: 34). Rasa tanggung jawab terhadap Allah inilah yang diperlukan. Kalau sudah kuat, pertanggungjawaban terhadap manusia akan terwujud dengan sendirinya.

Kelima, pekerjaan harus diiringi dengan tawakkal dan do'a, ini dinamakan dengan kerja ikhlas. Kerja tidak boleh dipisahkan dari tawakkal dan do'a. Apa hubungannya? Kita meyakini bahwa manusia hanya mampu berusaha, hasilnya terserah Allah. Selain itu tawakkal merupakan bentuk penyerahan diri secara utuh kepada Allah (lihat QS. Ali Imran: 159).

Berapa banyak orang yang merasa bahwa usahanya sudah maksimal, tapi hasilnya tidak seperti yang diharapkan sehingga dia mengeluh. Ini dikarenakan sikap yang keliru dalam menyikapi relasi antara usaha, do'a, dan tawakkal, serta hasil. Betul memang, manusia akan memperoleh sesuai dengan yang diusahakan. Tapi secara materi, kemungkinan Allah melebihkan atau mengurangkan itu selalu ada.

Untuk itu, agar hati lapang, serahkan sepenuhnya kepada Allah. Satu hal yang harus dicatat, bahwa pekerjaan yang baik itu bukan sekedar pekerjaan yang mampu menghasilkan materi, tetapi mendapat ridha dari Allah. Kalau ada pekerjaan yang menghasilkan materi melimpah, tapi tidak diridhai Allah, itu bukanlah pekerjaan yang baik.

Inilah empat etos kerja dalam Islam; yaitu kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas, dan kerja ikhlas. Kempat aspek ini tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Jika disederhanakan lagi, etos kerja Islam itu juga seperti apa yang disampaikan pada paparan etos belajar sebelumnya, harus bersifat teo-antroposentris agar kita tidak seperti Qarun yang sombong ketika menjadi orang kaya. Dia menganggap bahwa apa yang diperolehnya semata karena usahanya, tidak ada keterlibatan Tuhan. Semoga bermanfaat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun