Detik-detik keberangkatan membuat aku sedikit nirves, dag dig dug, dan berdebar-debar. Pebruari 2012 adalah pertama kalinya aku ke Lembang setelah 35 tahun tak bersua dengan sanak family. Aku berangkat bersama ibu dan kaka lelakiku beserta anak dan istrinya.Â
Kami menumpang pesawat Lion Air dengan penerbangan sekitar pukul 1 siang. Saat memasuki pesawat lion air ada rasa was-was dan takut, namun hati ini terus berdoa memohon kepada Allah agar perjalanan kami diberi keselamatan.
Pesawatpun mulai meninggalkan landasan, perut mulai terasa geli dan terkadang ada rasa ingin muntah, "aduhhh... malu banget rasanya kalau aku sampai muntah, dasar orang kampung" gumamku dalam hati.Â
Alhasil perjalanan 1, 45 jam harus berusaha menahan isi perut agar tidak keluar, dan ternyata hal itu juga terjadi dengan ibu. Dibelakangku, kulihat tidak sedikit penumpang yang tidur pulas, bahkan dibelakangku seorang bapak-bapak menyandarkan kepalanya sambil menengadah, mulutnya terbuka, sesekali terdengar suara ngorok.
 "Bu, coba lihat, banyak orang pada tidur, tapi kita gelisah" bisikku pada ibu. Ibu hanya bisa tersenyum simpul, sesekali keluar kalimat zikir dibibir beliau, mukanya terlihat pucat karena menahan isi perut yang terus menggeliat-geliat seperti cacing sedang mabuk (emang pernah melihat cacing mabuk) hihiii...
Bleg.... tiba-tiba pesawat terhentak, sedikit menurun kemudian naik lagi. Glebek....glebekkk.... astagfirullahalazim, ada apa dengan pesawat ini, aku semakin khawatir, perutpun terasa diikat dengan tali tambang dan ditarik kencang. Tidak jarang penumpang lain  mengamati kami, mungkin heran melihat tingkah laku kami yang diluar dari kebiasaan, aku yakin pasti ada yang berucap dalam hati "dasar orang kampung, nggak pernah naik pesawat"
"Ckkcckckckckckkkkk......emang betul" sahutku dalam hati juga, hihii....
Akhirnya pesawatpun mendarat di Bandara Soekarno Hatta, tak lupa kuucapkan syukur atas kelancaran perjalanan ini. Kemudian kami menelusuri jalan keluar bandara. Aku berdiri sambil mengamati dan mencari orang yang sudah menunggu kami, dia adalah saudara sepupuku, Kang Yanto. Aku sempat bolak balik karena tidak menemukan dia.Â
Saat aku membalikan badan tiba-tiba ada orang yang menepuk bahuku, aku tidak perduli, aku hanya mengamati dengan gerakan bola mata saja, dan hanya melihat bagian kakinya saja sementara wajahnya kuabaikan, karena aku takut dia orang yang berniat jahat pada kami. Kuhidupkan ponsel dan berusaha menghubungi Kang Yanto, namun sekali lagi ada orang yang menepuk bahuku, akhirnya aku berpaling, kuamati dari ujung kaki sampai ujung rambut, kemudian kuamati wajahnya, dia tersenyum.
" Mas Arifin, ya?
"Kang Yanto !!",